Lima tahun kemudian.
Geladys berjalan menuju teras seraya membawa satu keranjang penuh cucian yang akan dijemur. Matanya melihat Gara yang sedang mencuci motor dihalaman rumah, ditemani oleh Diva. Meski anak itu hanya main air saja. Bibir Geladys membentuk senyuman simpul.
Diva, anak itu kini sudah berusia tujuh setengah tahun. Ia duduk dibangku kelas satu SD. Diva tumbuh menjadi anak yang cantik dan pintar. Namun sayang, dia belum juga bisa menyebut huruf R dengan jelas. Sifat serta sikapnya terbilang sangat mirip dengan Gara. Apa yang Gara lakukan, pasti akan Diva ikuti. Termasuk gaya berpakaiannya. Meski Geladys sudah menegur beberapa kali, tetap saja Diva ingin mengikuti gaya Gara.
Jadi Geladys hanya bisa pasrah melihat gaya penampilan Diva yang terlihat seperti laki-laki atau lebih tepatnya tomboy. Anak itu tidak mau menuruti gaya penampilan Geladys.
Gara menoleh ketika melihat Geladys berdiri diteras. Ia lantas segera mencuci tangan lalu mengambil alih keranjang yang dibawa Geladys. “Biar Aa aja.”
Geladys menutup mulutnya menahan tawa mendengar ucapan Gara. Sejak beberapa tahun lalu, Gara mengubah panggilannya pada diri sendiri. Geladys juga turut memanggilnya seperti itu. Tidak mungkin selamanya Geladys memanggil Gara dengan sebutan nama, ‘kan? Jadi Gara memanggil dirinya sendiri begitu dengan alasan, “Biar kerasa aja vibes Bandung nya.”
Geladys menahan tangan Gara saat Gara hendak beranjak untuk menjemur pakaian. “Aku mau sapi,” ucapnya.
Gara melirik perut Geladys. “Kamu hamil udah tujuh bulan kok masih ngidam?”
“Mana aku tau! Anak kamu yang minta kok tanya aku?!” sentak Geladys.
Gara menghela napas sabar. “Iya, maaf. Kamu maunya sapi apa, hm? Daging sapi? Kaki sapi? Lidah sapi? Boneka sapi? Sapi beneran? Mau sapi apa?”
“Boneka sapi.”
“Kan boneka sapi kamu udah setumpuk di lemari,” ujar Gara mengingatkan. Sudah lebih dari sepuluh boneka sapi bertumpuk di atas lemari dari sejak awal Geladys hamil. Dan Geladys menginginkannya lagi? Padahal boneka sapi yang sudah ada juga tidak Geladys apa-apakan. Hanya disimpan sebagai pajangan.
“Kalau nggak mau beliin bilang aja kali. Aku bisa beli sendiri. Kamu emang jahat!” cerca Geladys seraya berbalik masuk ke dalam rumah.
Gara langsung menaruh keranjang yang dibawanya. “Iya, iya, aku beliin. Tapi jangan boneka sapi, ya? Udah mah mahal, terus kamu simpen gitu aja. Beli makanan aja, ya? Kamu juga yang kenyang.”
Geladys mengangguk. “Aku mau sate sapi aja. Sekalian beliin baju hamil gambar sapi, ya? Boleh, ‘kan?”
“Boleh. Apa sih yang enggak,” ujar Gara sambil tersenyum paksa. Dia heran. Kenapa hamil kali ini Geladys sangat-sangat ingin segala hal yang berhubungan dengan sapi? Entah itu ingin minum susu sapi, makan daging sapi, ingin boneka sapi, baju bergambar sapi, menonton kartun sapi, dan segala hal yang berunsur sapi. Yang Geladys kandung itu anak manusia atau anak sapi, sih?
Anak situ maap.
Gara beranjak untuk berganti pakaian terlebih dulu, membiarkan Diva asyik sendiri bermain air sampai puas. Lagipula anak itu sudah besar. Gara melirik tumpukan boneka sapi diatas lemari. Akan ia kemanakan boneka-boneka itu nanti?
Sambil berganti pakaian Gara sambil berpikir panjang. Sejak awal hamil saja Geladys sudah jadi pecinta berat sapi, bagaimana saat anaknya lahir nanti? Apakah anaknya akan jadi juragan sapi? Maksud Gara, biasanya ngidam itu memang bawaan bayi. Jadi, anaknya yang ingin semua sapi ini? Gara pusing!
“Astagfirullah.” Gara mengusap dadanya kaget ketika sebuah kepala tiba-tiba muncul dari balik pintu. “Mau apalagi?” tanya Gara sabar, sudah tau Geladys akan meminta sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIA ELGARA (END)
Teen Fiction[CALVERAS BAGIAN 1] Badboy pentolan sekolah itu bukan akan menjadi seorang ayah, melainkan telah menjadi seorang ayah diusianya yang sudah menginjak 18 tahun. Namanya Elgara Antares. Wakil ketua geng motor Calveras yang punya sifat gengsi setinggi l...