DIA ELGARA | 39

4.2K 187 1
                                    

Gara tidak jadi makan diluar karena Geladys yang tiba-tiba mules. Tapi setelah pukul tujuh malam Geladys tiba-tiba mengajak Gara keluar. Gara langsung menolak. Tapi Geladys memberinya iming-iming untuk cari angin sekaligus menenangkan pikiran Gara yang suram sepulang sekolah. Mau tidak mau Gara menuruti Geladys. Kini mereka berdua tengah mengendarai motor ditengah jalanan malam ibu kota.

"Jangan pegang-pegang!" sentak Gara ketika merasakan tangan Geladys memeluk perutnya dari belakang.

"Jahat banget sih. Orang cuma pegang dikit doang biar nggak jatuh." cibir Geladys. "Kalau aku jatuh terus hilang ingatan gimana? Nanti aku lupa kalau kamu itu suami aku, aku nggak suka lagi sama kamu. Kamu bakal kecewa," tutur Geladys panjang lebar. Yang nyatanya, tidak bisa Gara dengar sama sekali karena suaranya terbawa angin dan suara mesin kendaraan sekitar mereka.

Cukup lama Gara mengendarai motor nya sampai tak lama cowok itu memarkirkan motornya di tepi jalan samping gerobak penjual rujak.

Geladys celingukan ketika sudah turun dari motor. "Kamu mau beli rujak?"

"Rujak apaan? Orang gue mau beli martabak," ujar Gara seraya berjalan kearah gerobak penjual martabak yang berada disebelah penjual rujak.

"Ih kamu mah." Geladys mencibir namun dia tetap mengekori Gara. Suasana ramai malam hari seperti ini pernah Geladys rasakan sebelumnya. Dia pernah kesini bersama Gara. Tapi status mereka saat itu masih 'berteman.'

Pandangan Geladys mengedar menatap banyak muda mudi seusianya yang datang kesini bersama pasangan mereka. Dia tebak kebanyakan dari mereka masih pacaran. Geladys merasa jadi suhu. Tanpa sadar dia tersenyum sombong membuat Gara yang sadar langsung menatapnya aneh.

"Ngapa lo?" tanya Gara.

"Aku jadi suhu, El. Mereka semua pasti masih pada pacaran. Kita mah udah nikah." Geladys memamerkan senyuman sombongnya pada Gara.

Gara sontak menjitak kening Geladys membuat Geladys mengaduh sakit. "Suhu-suhu. Orang gue yang ngucap ijab qobul," balas Gara, sombong.

"Aa sama tetehnya udah nikah ya?" penjual martabak berceletuk.

Dengan sombongnya Geladys ingin merangkul pundak Gara, tapi ternyata tidak sampai karena badan Gara terlalu tinggi. Catat, bukan Geladys yang pendek. Gara yang ketinggian.

"Bukan sih, A. Dia istrinya Abang saya," balas Gara santai.

Geladys refleks mencubit pinggang Gara membuat lelaki itu mengeluarkan kalimat umpatan andalannya.

"Emangnya kamu rela kalau aku jadi istrinya Varo?!"

"Rela-rela aja sih." Gara bersidekap.

"Kok rela sih?! Aku kan suka sama kamu dari kamu masih SMP. Masa pas udah jadi istri kamu malah diakuin istri orang. Awas aja kamu, El. Besok pagi kamu yang aku Kdrt," ancam Geladys.

"Bodoamat. Gue bantai lo duluan."

Geladys menghentakan kakinya kesal dengan bibir ditekuk ke bawah. Jadi apa tujuan Gara menikahinya? Memang biadab cowok satu itu. Tanpa mengatakan apapun Geladys langsung mengambil box martabak yang baru saja disodorkan penjual lalu membawanya pergi begitu saja.

"HEH! BAYAR DULU, MBEL!" teriak Gara tapi tidak digubris cewek itu yang semakin berjalan menjauh sambil memakan martabaknya.

"Istrinya kocak, A." Penjual martabak itu terkekeh menyaksikan drama singkat didepannya.

"Kocak apanya? Yang ada dia sinting," Tukas Gara seraya menyerahkan selembar uang untuk membayar martabak yang telah dibawa Geladys.

***

DIA ELGARA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang