Pagi harinya, ketika Gara akan berangkat sekolah setelah selesai sarapan, cowok itu hampir saja depresi karena Diva yang terus memeluk erat kaki kanannya dan merengek ingin ikut ke sekolah. Tentu saja Gara tidak mau. Dia bukan akan pergi ke balai desa, dia akan ke sekolah. Bisa-bisa Gara langsung di DO dari sekolah jika membawa anak kecil, yang menganggilnya 'papa'.
Elena sendiri tidak bisa membujuk Diva apalagi memaksa anak kecil itu untuk melepaskan pelukannya pada kaki Gara. Diva terus merengek bahkan sampai mengamuk saat Elena mendekatinya.
"Ipa itut, papa! Ipa itut!"
"Yaudah kentut aja sendiri, ngapain bilang ke gue?" ujar Gara tanpa dosa.
Anak itu mengamuk. "Ipa itut!"
"Cil!" Gara berusaha menarik tangan mungil Diva supaya melepaskan kakinya. Tapi Diva justru semakin mengeratkan jemarinya. "Gue mau sekolah dulu, mau nyari ilmu. Ntar sore gue bawa lo jajan cilok, lo mau kan? Sekarang lepasin gue dulu."
Diva menggeleng kuat. "Ipa itut papa kola!!"
"Ma." Gara menatap ibunya memelas. "Anaknya bisa di cancel aja nggak sih?"
Elena menaikan bahunya bingung. "Udah terlanjur lahir, El. Gak bisa dimasukin ke perut lagi. Emang kalau bisa, mau dimasukin ke perut siapa?"
Sebenarnya hampir setiap hari Diva ingin ikut Gara ke sekolah. Tapi hari ini, anak itu lebih menempel pada Gara daripada biasanya. Gara mengusap kepala Diva. "Anakku yang cantik manjalita kaya Syahrini, gue mau sekolah dulu. Nanti mau dibawain apa? Barbie? Oke nanti gue beliin. Satu dus kalau mau."
Tidak ada bujukan yang berhasil. Diva tetap menggeleng.
"Udah, Va. Lepasin kakinya. Bapak kamu mau ke sekolah dulu."
"Bapak apaan ma?!" protes Gara. Dia tidak suka di panggil 'bapak' oleh orang lain. Dia belum jadi bapak-bapak. Dia masih cowok cool.
"Assalamualaikum!"
"Waalaikumsalam," jawab Elena spontan. Lalu ia berjalan untuk membukakan pintu dan melihat sosok pria dengan penampilan yang hampir mirip seperti kurir membawa sebuah tas jinjing berukuran besar.
"Dengan bu Elena?"
"Iya benar."
"Ouh iya, Bu. Ini baju pesanan ibu kemarin. Kaus oversize ukuran remaja perempuan dua lusin."
"Oh iya makasih banyak, Mas." Elena mengambil alih tas itu. "Uangnya sudah saya transfer."
"Baik, Bu. Terima kasih banyak. Permisi."
Melihat itu Gara mengerutkan kening. "Baju buat siapa, Ma?"
Elena menoleh. "Kamu lupa? Buat Geladys."
"Buat apa mama beliin dia baju?"
"Loh? Kamu pikir dia tinggal disini nggak boleh pakai baju apa? Ngaco," tukas Elena geleng-geleng.
"Tapi kenapa harus beli sebanyak itu? Dia tinggal disini cuma sebentar. Kasih aja baju bekas." Justru Gara yang tidak habis pikir. Untuk apa ibunya membeli baju sebanyak itu untuk Geladys?
Elena tidak mempedulikan ucapan Gara yang justru hanya akan membuatnya kesal. Wanita itu menarik Diva perlahan. "Diva liat, grandma beli baju. Kamu mau liat? Yuk kita duduk disana."
Dengan antusias Diva mengikuti Elena dan melepaskan pelukannya pada kaki Gara.
Sementara Gara sendiri terdiam. Dia harus mulai mencari cara supaya Geladys tidak akan tinggal disini, atau jika bisa, secepatnya gadis itu pergi.
***
Hampir setengah hari waktu yang Geladys habiskan dengan berdiam diri dikamar. Setelah meminum obat, gadis itu memutuskan untuk keluar dari kamar. Mencari udara segar sekaligus ingin membantu Elena jikalau wanita itu sedang butuh bantuan. Setelah menutup pintu kamarnya, Geladys terdiam di tempat. Matanya memperhatikan pergerakan seorang anak kecil yang sedang berlarian memutari sofa di ruang tengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIA ELGARA (END)
Novela Juvenil[CALVERAS BAGIAN 1] Badboy pentolan sekolah itu bukan akan menjadi seorang ayah, melainkan telah menjadi seorang ayah diusianya yang sudah menginjak 18 tahun. Namanya Elgara Antares. Wakil ketua geng motor Calveras yang punya sifat gengsi setinggi l...