BAB 55

7.7K 492 34
                                    

Setuju nggak, aku update next partnya kalo udah 200+ vote?

Lama dong? Ya nggak tau juga

Aku nunggu 150 vote aja seminggu lebih, apalagi 200 vote. Sebulan kali ya :v

~HAPPY READING~

"Halo, kenapa sayang?"

"K-kamu keruangan mbak Dinda sekarang. C-cepet"

"Ada apa?" Tanya Pak Arkan panik.

"M-mbak Dinda kondisinya menurun"

"Iya iya. Kamu tenang ya, aku segera kesana"

"Cepetan"

"Iya sayang"

"Kenapa Ar?" Tanya papa Arya.

"Mbak Dinda kondisinya menurun pa. Arkan kesana dulu, papa tolong jangan bawa mama kesana juga. Takut kalo mama makin drop" bisik Pak Arkan ditelinga papanya.

Pak Arkan langsung keluar dan berlari menuju kamar mbak Dinda. Berulang kali dia menabrak orang yang sedang berlalu lalang, tapi dia tidak perduli. Yang dia perdulikan sekarang hanya keluarganya.

Didepan ruangan mbak Dinda, terlihat Shyina yang sedang menangis sambil menggendong Kiara. Pak Arkan yang baru saja sampai langsung menghampiri Shyina dengan nafas yang masih memburu.

"Kenapa mbak Dinda bisa tiba-tiba drop gini?" Tanya Pak Arkan sambil mengatur nafasnya.

"Tadi dokter masuk buat ngecek kondisi mbak Dinda. Terus mbak Dinda tanya dimana mas Al. Dan dokter ngasih tau mbak Dinda kalo mas Al udah nggak ada. Tadinya aku mau nyegah dokternya supaya nggak ngomong, tapi udah terlambat. Maafin aku" jawab Shyina sambil menangis.

Pak Arkan langsung membawa Shyina kedekapannya "shuutt udah jangan nangis. Ini bukan salah kamu" ujarnya.

"Dokter bilang apa tadi?" Tanya Pak Arkan.

"Nggak tau. Aku cuma disuruh keluar"

Pak Arkan melirik kebawah, dan baru menyadari bahwa Shyina sedang menggendong Kiara. Dia langsung melepaskan pelukannya pada tubuh Shyina.

"Kamu daritadi gendong dia?" Tanya Pak Arkan.

Shyina menganggukkan kepalanya.

Pak Arkan menghela nafas pelan. Bisa-bisanya dia tidak menyadari bahwa istrinya yang sedang hamil itu malah menggendong bayi.

Dia khawatir kalau Shyina akan kesakitan karena perutnya yang mendapat tekanan. Meskipun yang digendong hanya seorang bayi, tapi tetap saja Pak Arkan merasa khawatir.

"Sini, biar aku yang gendong" ujar Pak Arkan dengan tangan mengambil alih Kiara dari gendongan Shyina.

"Nggak usah, biar aku aja"

"Perut kamu nanti ketekan sayang. Kamu udah dari tadi loh gendong dia. Sekarang gantian, biar kamu nggak cape, ya?"

Shyina menatap Pak Arkan, lalu menganggukkan kepalanya. Sebenarnya pinggangnya sudah kram sedari tadi. Tapi dia tidak mau mengatakan karena Pak Arkan sendiri masih sibuk mengurus mas Al. Belum lagi kondisi mama Bida dan mbak Dinda yang seperti itu. Jadi, Shyina tidak mau menambahkan beban fikiran Pak Arkan.

Setelah Kiara berada digendongan Pak Arkan, Shyina langsung menuju kursi tunggu dan mendudukkan dirinya disana. Dia tidak sanggup jika harus berdiri lebih lama lagi.

Shyina menatap Pak Arkan khawatir. Suaminya itu terlihat sangat urak-urakan. Mata sembab, hidung merah, dan juga rambut yang berantakan. Dia tau bagaimana perasaan Pak Arkan sekarang. Dan yang bisa Shyina lakukan hanya menenangkan dan menyemangati suaminya itu.

My Arkan Is My Husband [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang