BAB 67

6.7K 457 62
                                    

Kenapa pada nggak ngebolehin end? 😭😭
Dari kemaren aku ngerasa kaya nggak ada yang exited, disuruh ramein nggak ada yang peduli. Sekarang giliran mau di end-in malah nggak boleh. Maunya gimana?

Gini ya, sebenarnya aku fine-fine aja kalo mau partnya diperpanjang. Tapi kalo sepi kan aku juga ngerasa nggak semangat karena kalian nggak exited.

Coba ramein komennya dulu, siapa tau partnya diperpanjang.

~HAPPY READING~

Pak Arkan langsung berlari keluar setelah Rian mengatakan bahwa Shyina sedang kesakitan. Tapi setelah sampai di meja kerja Rian, Pak Arkan tidak mendapati siapapun disana.

"Rian, dimana istri saya?!" Tanya Pak Arkan panik.

"Tadi Mbak Shyina disini, pak. Katanya perutnya sakit" jawab Rian sembari menunjuk kearah meja kerjanya.

"Mbak Shyina tadi kayanya juga habis nangis, pak"

"Nangis?"

"Iya pak. Tadi Mbak Shyina keluar dari ruangan Pak Arkan wajahnya merah kaya orang habis nangis"

Pak Arkan mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru ruangan untuk mencari keberadaan istrinya. Dan terlihat Shyina yang sedang berdiri didepan pintu lift dengan tangan yang bertumpu pada tembok.

Tanpa menunggu lama, Pak Arkan langsung berlari menghampiri Shyina dan langsung memeluk istrinya dari samping.

"Sayang, kenapa? Perutnya sakit?"

"Minggir. Nggak usah peluk-peluk!" Ujar Shyina sambil mencoba melepaskan pelukan Pak Arkan.

Pak Arkan menatap Shyina bingung. Dia merasa aneh dengan tingkah Shyina yang tiba-tiba saja berubah. Tadi sepertinya mereka berdua baik-baik saja. Tapi sekarang Shyina malah menangis tanpa Pak Arkan tau penyebabnya.

Setelah Pak Arkan ingat-ingat, apa mungkin Shyina marah karena masalah cincin tadi? Apakah dia terlalu keras menegur Shyina?

"Akhhhh"

Pak Arkan langsung tersadar kembali setelah mendengar rintihan Shyina. Dia mencoba menggenggam tangan Shyina, tapi selalu ditepis oleh istrinya itu.

"Ayo keruangan aku. Kamu istirahat disana, ya?" Tawar Pak Arkan sembari merangkul bahu Shyina.

"ENGGAK! lepasin! Nggak usah nyentuh aku"

Shyina melepaskan tangan Pak Arkan dari bahunya, lalu berjalan masuk kedalam lift yang baru saja terbuka. Karena tidak mau kehilangan jejak, Pak Arkan langsung ikut melangkahkan kakinya masuk kesana juga.

Lift mulai berjalan kebawah. Tapi keadaan didalam masih hening. Mereka berdua masih sama-sama diam, tanpa ada yang mau membuka suara terlebih dahulu.

Sebenarnya Pak Arkan ingin menanyakan alasan Shyina menangis. Tapi dia mengurungkan niatnya karena merasa ini bukan waktu yang tepat. Kalau Pak Arkan tetap memaksa, Shyina pasti akan marah dan semakin menghindar darinya.

Pak Arkan mengeluarkan handphone dan mengirim pesan kepada Rian supaya mengantarkan kunci mobilnya kebawah. Karena Pak Arkan tau, Shyina tidak akan langsung pulang jika ia sedang marah. Istrinya itu pasti akan pergi ke suatu tempat dan berakhir dengan Pak Arkan yang bingung mencari.

Pintu lift sudah terbuka. Shyina langsung melangkahkan kakinya keluar dan berjalan menuju pintu utama. Rasanya Shyina ingin berjalan cepat supaya terhindar dari Pak Arkan. Tapi keinginan itu tidak bisa dia lakukan karena terhalang perut besarnya.

Semua pegawai menatap Shyina yang berjalan dengan Pak Arkan dibelakangnya. Mungkin mereka semua bertanya-tanya apa yang terjadi dengan kedua orang dihadapannya saat ini. Sampai tiba-tiba mereka dikagetkan dengan suara keras Pak Arkan.

My Arkan Is My Husband [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang