Bab 2

513 52 1
                                    

"Akhirnya kau datang Nak." Ucap seorang perempuan dengan nada penuh wibawa.

"Ma'af Ibu Suri, telah membuat anda menunggu begitu lama." Ucap Sudewi sembari menunduk penuh hormat pada seseorang yang dipanggilnya ibu suri itu.

"Tak apa nak, itu bukanlah masalah besar." Jawab Ibu Suri Dyah Gitarja.
"Bagaimana kabarmu, bukankah sudah lama kita tidak berjumpa?" Tanyanya kemudian.

"Ma'af ibu Suri, terakhir ayahanda dan ibu ke Trowulan saya tidak bisa ikut serta." Jawab Sudewi sambil tetap menunduk.

"Tidak masalah nak, memang beruntung kau tidak ikut pada saat itu." Jawab Ibu Suri Dyah Gitarja.

Jawaban itu membuat Sudewi teringat kejadian beberapa bulan yang lalu. Yang dia tahu terakhir kali Ayah dan ibunya pergi ke Trowulan adalah untuk menghadiri pernikahan Prabu Hayam Wuruk, kakak sepupunya sekaligus sang Maharaja Majapahit. Pada saat itu Sudewi tidak bisa ikut karena suatu sebab. Ketika ayah dan ibunya pulang, dia mendapati kabar bahwa telah terjadi suatu tragedi di Bubat dan pernikahan batal dilaksanakan.

"Kau belum menjawab pertanyaanku Nak, bagaimana kabarmu?" Pertanyaan dari Ibu Suri Dyah Gitarja menyadarkan Sudewi dari lamunan.

"Oh ma'af ibu, kabar saya sangat baik, kabar ibu Suri sendiri bagaimana?" Tanya Sudewi.

"Seperti yang kau lihat nak, aku juga sangat baik, setelah hal-hal yang buruk terlewati, berangsur-angsur keadaan mulai memulih." Jawab ibu Suri Dyah Gitarja dengan senyuman lebar.

Sudewi pun ikut tersenyum melihat ibu Suri Dyah Gitarja yang tampak begitu senang.

"Bagaimana kegiatan belajarmu? Kau tadi pasti baru pulang dari kediaman Gurudesa mu bukan? " Tanya Ibu Suri Dyah Gitarja. Sudewi nampak tersenyum senang ketika Ibu Suri Dyah Gitarja bertanya tentang hal itu. Dengan penuh semangat Sudewi menceritakan hal yang teramat sangat disukainya itu. Ibu Suri Dyah Gitarja pun nampak begitu senang mendengar setiap cerita dari gadis itu.

"Senang sekali mendengar ceritamu Sudewi." Ucap Ibu Suri Dyah Gitarja tersenyum, sejurus kemudian wanita penuh wibawa itu nampak menarik nafas dalam-dalam seakan bersiap untuk mengatakan sesuatu pada gadis yang sedang duduk bersimpuh di depannya itu.

"Sudewi.... sebenarnya ada yang ingin sekali kami bicarakan padamu." Ucap Ibu Suri Dyah Gitarja akhirnya.

"Kau pasti bertanya-tanya bukan, kenapa secara tiba-tiba kami datang kemari?" Tanya seseorang di samping ibu Suri Dyah Gitarja. Beliau adalah Raden Cakradara, suami dari ibu Suri Dyah Gitarja.

Sudewi tidak menjawab, dari tadi itulah yang ditanyanya dalam hati.

"Kami sudah menjelaskan semua maksud kedatangan kami kepada ayah dan ibumu nak." Kata Raden Cakradara kemudian.

Sudewi yang sedari tadi bingung, menoleh ke arah dimana ayah dan ibunya terduduk. Raut mukanya menunjukkan bahwa dia sedang membutuhkan penjelasan.

Terlihat wajah ayahnya dengan seutas senyum penuh arti yang tak pernah Sudewi lihat sebelumnya. Ayahnya itu nampak menghela nafas sebelum mulai berbicara.

"Ibu Suri Dyah Gitarja dan Ayahanda Raden Cakradara kemari adalah dengan tujuan ingin meminangmu Sudewi." Ucap Raden Kudamerta.

Raut kebingungan seketika jelas terlihat di wajah Sudewi. Kenapa tiba-tiba sulit baginya untuk mencerna dengan baik apa maksud dari kata-kata ayahnya itu.

"Sudewi?" Panggil ibu Dyah Wiyat lembut, membuat Sudewi kembali tersadar.

"Ibu Suri Dyah Gitarja dan Ayahanda Raden Cakradara ingin meminangku?" Sudewi tampak mengedarkan pandangannya, seakan meminta pada siapapun untuk menjelaskan arti dari kata-kata itu. "Tapi untuk siapa?" Tanyanya.

"Apa maksudmu untuk siapa nak?" Ibu Dyah Wiyat nampak terheran dengan pertanyaan anaknya itu.

"Sudewi.... kami hanya punya satu putra, kenapa kau masih bertanya untuk siapa?" Ucap Ibu Suri Dyah Gitarja tersenyum.

Satu putra?

Sudewi nampak terpaku seketika mendengar setiap ucapan yang dikatakan Sang Ibu Suri Majapahit itu.

"Kami meminang mu tentu saja tak lain dan tak bukan adalah untuk Kakandamu Prabu Hayam Wuruk, Sudewi."

Apa aku tidak salah dengar? Apa yang sebenarnya sedang mereka bicarakan?

Sudewi bisa merasakan nafasnya yang menderu seiring suara batinnya yang tak menentu.

"Sudewi...kau menerimanya bukan?" Tanya Ibu Suri Dyah Gitarja.

Yang ditanya masih tetap terdiam tak menjawab. Sudewi benar-benar masih berusaha memahami apa yang sebenarnya terjadi.

"Sudewi?" Panggil ibu Dyah Wiyat.

Perlahan Sudewi nampak menatap pada ibunya itu, namun tetap tak ada satu katapun yang terucap dari bibirnya.

"Sudewi jawab lah nak.." Pinta Ibu Dyah Wiyat, ketika tetap tak ada jawaban dari putrinya itu.

"Aku....." Sudewi nampak tak bisa meneruskan kata-katanya. Rasanya ini terlalu membingungkan bagi dirinya.

"Bicaralah yang benar Sudewi!!" Ucap Raden Kudamerta dengan begitu kesal.

"Sudahlah, tak apa kalau Sudewi tidak bisa langsung menjawab." Ibu Suri Dyah Gitarja mencoba untuk menengahi. Dari raut mukanya tampak beliau kecewa atas reaksi membingungkan yang diberikan Sudewi.

"Ma'afkan saya ibu." Kata Sudewi lirih sembari menunduk ke arah ibu Suri Dyah Gitarja. Sudewi pun merasa bahwa sikapnya ini sangat mengecewakan.

"Tak apa nak, siapapun pasti kaget jika dipinang secara tiba-tiba, kami akan memberikanmu waktu." Kata ibu Suri Dyah Gitarja.
"Baiklah mungkin sebaiknya memang kita makan malam terlebih dahulu." Lanjut Ibu Suri Dyah Gitarja nampak berusaha tersenyum.

Para dayang pun nampak sibuk mengeluarkan berbagai macam jamuan. Suasana makan malam nampak sedikit canggung, meski beberapa kali Raden Cakradara melontarkan kelakarnya, namun tetap saja tak terlalu bisa mencairkan suasana. Dan Sudewi pun sama sekali tak bisa menikmati makan malamnya. Pikiran semerawutnya benar-benar tak membuatnya bernafsu untuk makan.

Begitu makan malam telah selesai, Sudewi pun segera berpamitan pada semuanya. Kakinya nampak sedikit terburu-buru keluar dari paseban. Dia perlu untuk segera menenangkan diri. Langkahnya nampak terhenti di depan sebuah bangku taman keraton Daha. Perlahan dengan sisa-sisa ketenangan hatinya, dipandangnya langit malam yang teramat indah. Bintang-bintang tampak berkedip-kedip seakan ingin sedikit menghibur kegalauan hati Sudewi.

"Sudewi...." Tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggil dengan lembut.
"Bolehkah ibu berbicara sebentar denganmu nak."

Hayam Wuruk & Sri SudewiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang