Bab 11

314 38 0
                                    

Kini pernikahan sudah hampir di depan mata. Sudewi pun nampak mulia dipingit, dia tak boleh bertemu dengan sembarang orang, bahkan untuk keluar kamar pun juga dibatasi. Dan entah kenapa menghabiskan banyak waktu di dalam kamar justru membuat pikirannya kemana-mana. Disaat-saat terakhir seperti ini hatinya justru merasakan keraguan yang tak menentu. Dia sudah berusaha untuk mengenyahkan pikiran-pikiran yang mengganggunya, tapi tetap saja tidak bisa. Masa lalu dan impiannya yang sirna semakin menghantuinya.

Meskipun berulang kali Sudewi mengingat bahwa ada janji yang harus ditepatinya, namun itu tetap tak bisa membuat Sudewi yakin dan memantapkan hatinya.

"Dewa..aku mohon bantulah aku." Itu adalah do'a yang selalu diucapkan Sudewi hampir setiap malam, dikala hatinya mulai merasakan keraguan yang teramat sangat.

Sama halnya seperti malam ini. Mata Sudewi nampak begitu memperhatikan para dayang yang sedang menghiasi kamarnya. Keraton Daha benar-benar penuh dengan hiasan janur kuning dan bunga-bunga indah sekarang.

Dia sangat suka ketika keraton dipenuhi dengan hiasan, seperti pada pernikahan Kakaknya, Indudewi. Namun kali ini, pada pernikahannya sendiri, Sudewi tak menemukan keindahan pada hiasan-hiasan itu. Mata hatinya seakan telah tertutup pada semua keindahan itu.

"Putri!" Panggil Hayi yang nampak baru saja masuk ke dalam kamar. Dengan segera nampak didekatinya Sudewi yang sedang terduduk di dekat jendela.

"Ada apa Hayi?" Tanya Sudewi.

"Putri, utusan dari Trowulan baru saja sampai." Bisik Hayi di telinga tuannya itu.
"Dia menyampaikan bahwa rombongan Prabu Hayam Wuruk akan berangkat besok pagi-pagi sekali dari Trowulan dan sebelum senja diperkirakan sudah tiba di Daha." Lanjutnya, seketika membuat Sudewi terhenyak. Dengan tatapan khawatir Hayi nampak memandangi wajah tuannya itu.

"Putri...."

"Astaga...apa yang masih Anda lakukan saat ini Putri?"

Sebuah suara tiba-tiba mengagetkan seisi ruangan. Terlihat Dayang Anwa dengan wajah marah memasuki kamar Sudewi.
"Kenapa anda belum tidur Putri? 2 hari kedepan akan sangat penting bagi Anda, jangan sampai anda jatuh sakit karena kurang beristirahat." Ucapnya.

"Aku..."

"Hayi, bukankah aku sudah memerintahkanmu untuk membantu Putri bersiap tidur?" Ucap Dayang Anwa, matanya nampak begitu tajam menatap gadis itu

"I iya." Ucap Hayi terbata-bata.

"Lalu apa yang sedang kau lakukan saat ini?" Bentak Dayang Anwa.
"Kalian semua keluarlah, biarkan Putri Sudewi tidur. Lanjutkan pekerjaan kalian besok!" Perintah Dayang Anwa pada semua dayang yang masih sibuk menghias.

Semua tampak mengangguk takut dan mulai meninggalkan kamar Sudewi satu persatu.

"Segera beristirahat lah Putri." Ucap Dayang Anwa sebelum berlalu meninggalkan Sudewi sendiri yang masih nampak terpaku di tempatnya terduduk.

Kau salah Dayang Anwa...

Meskipun tinggalah dia disini sendiri, tidak serta merta akan membuatnya bisa beristirahat. Justru kesendirian inilah yang membuat Sudewi kesulitan untuk mengendalikan pikirannya sendiri. Dipandanginya langit malam di luar jendela. Bulan dan bintang nampak bersinar begitu indah, seakan berusaha untuk menghibur. Namun keindahan mereka tetap tak bisa menembus sendunya hati Sudewi.

Lama dia termenung menatap langit. Matanya terasa begitu berat, tapi pikirannya memaksanya untuk tetap terjaga, sampai sekali lagi didengarnya suara ayam yang berkokok di kejauhan. Tak berselang lama, semburat indah kemerahan nampak mulai muncul menandakan pagi akan segera tiba.

Hayam Wuruk & Sri SudewiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang