Bab 84

190 26 0
                                    

"Selamat Pagi Permaisuri..." Hayi yang baru saja memasuki kamar tuannya itu, terdengar menyapa dengan ragu-ragu. Wajahnya tertegun saat melihat bayangan muram sang Permaisuri yang terpantul di cermin.

"Selamat pagi Hayi...." Ucap Sudewi dengan senyum yang tampak dipaksakan.

"Apakah Anda sakit lagi?" Tanya Hayi, menatap penuh kekhawatiran pada wajah pucat tuannya yang terlihat semakin jelas saat dirinya datang mendekat.

"Tidak Hayi..." Ucap Sudewi, menggelengkan kepalanya pelan.
"Aku baik-baik saja."

"Sungguh?"

Perlahan Sudewi memutar tubuhnya.
"Ya, aku baik-baik saja, tak perlu khawatir." Ucap Sudewi, terlihat kembali memaksakan sebuah senyum.
"Apakah Guru Atharwa sudah terlihat datang?" Tanyanya kemudian, mencoba mengalihkan perhatian dayangnya itu.

"Beliau sudah terlihat menunggu di pendopo Permaisuri."

"Terimakasih Hayi." Ucap Sudewi yang lantas bangkit berdiri.
"Kalau begitu aku akan pergi menemui Guru Atharwa sekarang."

Hayi yang terlihat belum tenang tampak meraih tangan Sudewi, saat tuannya itu hampir berjalan melewatinya. Tak ingin membiarkan tuannya pergi begitu saja, tanpa menjelaskan apapun alasan dibalik wajah pucatnya itu.
"Permaisuri...."

"Tenanglah Hayi..." Ucap Sudewi, dengan begitu lembut ditatapnya wajah cemas dayangnya itu.
"Semuanya baik-baik saja."

"Paling tidak berceritalah sedikit pada saya." Pinta Hayi.

Sudewi pun hanya bisa tersenyum tipis mendengar permintaan dayangnya itu.
"Aku akan bercerita padamu." Ucap Sudewi.
"Tapi aku mohon tidak sekarang, Hayi....aku benar-benar tak ingin membahasnya untuk saat ini."

Terlihat Hayi yang menatap sedih pada tuannya itu. Dayang muda itu benar-benar tak mengerti, bagaimana bisa tuannya yang terlihat sangat bahagia sehari sebelumnya, kini menjadi begitu layu?

"Sekarang bantulah aku untuk tidak menanyakannya lagi terlebih dahulu." Pinta Sudewi.
"Dan tenanglah, aku baik-baik saja."

Sudewi lantas meraih beberapa alat tulis yang berada di atas mejanya. Disenyuminya sekali lagi dayangnya yang masih terdiam itu, sebelum akhirnya berjalan untuk segera menemui gurunya.

Namun langkahnya itu seketika terhenti bersamaan dengan munculnya Hayam Wuruk yang baru saja memasuki kamarnya. Dengan mata yang menatap tanpa berkedip sedikitpun, pria itu perlahan datang mendekati sang Permaisuri yang sedang terdiam itu.

"Sudewi...." Panggil Hayam Wuruk lembut.

Namun sama sekali tak ada jawaban. Hanya sebuah anggukan kecil kepala yang ditunjukkan oleh Sudewi untuk menghormati kedatangan suaminya itu. Tanpa sedikitpun senyuman.

"Apa kau sakit lagi?" Tanya Hayam Wuruk. Sama seperti Hayi, pria itu juga tertegun saat mendapati wajah pucat Permaisurinya itu. Namun sayangnya, sekali lagi Sudewi memilih untuk tak menjawab.

Hayam Wuruk tampak memandang Hayi yang sedang berdiri di belakang tuannya. Memberinya isyarat untuk meninggalkan Raja dan Permaisurinya itu agar bisa berbicara berdua saja.

Namun saat Hayi baru saja akan melangkahkan kakinya, terdengar suara Sudewi yang segera mencegahnya.
"Kau tak akan pergi ke mana pun Hayi." Ucap Sudewi dengan nada yang terdengar tak suka.
"Kau tak akan pergi ke mana pun." Tegasnya sekali lagi.

Hayi yang terlihat begitu bingung dengan apa yang terjadi di hadapannya itu, hanya bisa terdiam sembari menunduk. Tak berani sama sekali menatap baik Raja ataupun Permaisurinya itu.

"Sudewi..." Belum juga ingin menyerah, sekali lagi Hayam Wuruk berusaha untuk lebih mendekat pada Permaisurinya itu.
"Aku tahu kau sangat marah padaku, tapi tak bisakah kita berbicara berdua sebentar saja?"

"Ma'af Kanda..." Ucap Sudewi sembari memalingkan pandangannya.
"Guruku telah menungguku, aku harus pergi sekarang."

"Kau bisa pergi setelah kita selesai berbicara Sudewi." Ucap Hayam Wuruk.
"Sebentar saja..." Pintanya lagi.

"Aku tak ingin guruku menunggu lebih lama lagi Kanda..." Ucap Sudewi, sama sekali tak menghiraukan tatapan memohon suaminya itu.
"Aku sudah terlalu sering membuatnya menunggu."

Hayam Wuruk pun hanya bisa menghela nafas, menghadapi Sudewi yang tetap bergeming pada keinginannya itu. Dan akhirnya ia pun harus rela saat istrinya itu berlalu pergi. Meninggalkannya dengan hati yang begitu kacau.

Hayam Wuruk & Sri SudewiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang