Bab 10

340 34 0
                                    

"Astaga...apa yang sedang anda lakukan disini Putri?" Tanya Hayi yang nampak terheran ketika menemukan tuan putrinya itu sedang berada di dapur.

"Kau menemukan ku di dalam dapur, maka tentu saja aku sedang memasak Hayi." Ucap Sudewi yang nampak sedang memotongi sayuran di depannya.

Pagi-pagi sekali Sudewi sudah terbangun. Dia bingung apa yang harus dilakukannya sepagi ini, maka Sudewi teringat untuk pergi ke dapur. Sudah lama dia tidak membantu memasak. Lagipula dia akan punya banyak waktu hari ini, karena sudah tak belajar lagi pada Guru Byakta.

"Saya mencari anda kemana-mana Putri, saya sampai berfikir kalau anda mungkin kabur meninggalkan keraton tadi." Kata Hayi.

Perkataan Hayi membuat Sudewi terdiam.

"Tenanglah Hayi, itu tidak akan mungkin terjadi." Ucap Sudewi sembari tersenyum.
"Ada apa kau mencariku?"

"Raden Kudamerta meminta Anda untuk menemui beliau di Paseban Putri." Ucap Hayi.

"Baiklah aku akan segera kesana Hayi." Ucap Sudewi sembari berjalan bangkit meninggalkan dapur, seorang dayang lain nampak segera meneruskan kegiatan Sudewi memotongi sayuran.

"Putri saya rasa ada seseorang yang akan diperkenalkan pada kita?" Ucap Hayi, ketika mereka sudah berjalan keluar dapur.

Ucapan dayangnya itu membuat Sudewi teringat akan perkataan ibunya semalam mengenai dayang yang di kirim Ibu Suri Dyah Gitarja untuknya, mungkin dialah yang dimaksud oleh Hayi.

"Mungkin dia adalah dayang yang dikirimkan oleh Ibu Suri Dyah Gitarja untukku Hayi." Ucap Sudewi.

"Dayang?" Hayi tampak kaget dengan kata-kata tuannya itu.

"Ibu Suri Dyah Gitarja mengirimkan dayang ini untuk membantuku menyiapkan diri sebagai calon permaisuri Hayi. Dia juga akan banyak mengajarimu nanti." Ucap Sudewi tersenyum.
"Tenanglah, sampai kapanpun kau akan tetap bersamaku, aku akan mengajakmu kemanapun aku pergi, tak mungkin aku meninggalkanmu sendiri disini." Lanjutnya, seakan tahu kekhawatiran yang dirasakan dayangnya itu.

Hayi nampak tersenyum mendengar perkataan tuannya itu.
"Nanti pasti akan ada banyak hal yang berubah setelah Anda menjadi permaisuri, Putri." Ucap Hayi.

"Kau benar Hayi, pasti akan ada banyak hal yang berubah nanti, tapi kau tak perlu ragu padaku, aku akan tetap menjadi Sudewi seperti yang kau kenal sekarang, tak akan ada yang berubah dari diriku." Ucap Sudewi sekali lagi tersenyum pada dayangnya itu.

"Iya Putri, saya sangat percaya pada Anda." Ucap Hayi, nampak senyum lebar menghiasi wajahnya, seakan kekhawatirannya telah hilang sekarang.

Kaki mereka tampak telah memasuki ruang paseban ketika Sudewi dapat melihat ayah dan ibunya sedang mengobrol dengan seorang wanita paruh baya yang baru pertama kali ini Sudewi lihat.

"Selamat pagi ayah ibu." Ucap Sudewi.

"Oh Sudewi...kemarilah nak." Perintah ibu Dyah Wiyat tersenyum melihat kedatangan putrinya itu.
"Sudewi...Ini adalah Dayang Anwa." Lanjutnya sembari menunjuk wanita paruh baya yang sedang duduk bersimpuh di depannya itu.
"Dia yang akan membantumu dan Hayi mulai dari sekarang nak. Dia juga akan mengajarimu banyak hal untuk mempersiapkanmu menjadi seorang permaisuri."

Wanita paruh baya itu nampak tersenyum dan menunduk hormat pada Sudewi.
"Perkenalkan nama saya adalah Anwa Putri." Ucapnya.

Sudewi nampak menganggukan kepalanya pada wanita itu.
"Mulai sekarang mohon bantuan dan bimbingannya Dayang Anwa." Ucapnya tersenyum.

"Sepertinya dia galak Putri." Bisik Hayi, membuat Sudewi nampak mati-matian menahan tawanya.

Ketika tak ada lagi yang akan dibicarakan oleh orang tuanya Sudewi pun segera berpamitan untuk kembali ke kamar. Dia benar-benar ingin merebahkan tubuhnya walau hanya sebentar saja, pikirannya nampak belum bisa lepas dari dunia luar yang baru saja ditinggalkannya, membuatnya serasa enggan melakukan aktivitas apapun saat ini.

Sesampainya di kamar, terlihat lah kembali kotak kayu pemberian Arnawama yang berada di atas meja. Sudewi nampak meraih kotak itu dan memandangnya begitu sendu.

Lupakanlah Sudewi...

Tapi apa yang harus dilupakannya. Impiannya kah? Atau cinta Arnawama yang terlambat disadarinya dan tak akan mungkin terbalas?

Semuanya Sudewi....

Dipejamkannya mata yang nampak mulai berkaca-kaca, dihelanya nafas dalam-dalam untuk sekedar sedikit saja melepaskan sesak di hatinya.

Tok..tok...tok...

Tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu kamarnya, membuat Sudewi seketika tersadar.

"Ya siapa?" Tanya Sudewi.

"Ini kami Putri."

Itu suara Hayi, membuat Sudewi nampak heran karena tak biasanya dayangnya itu mengetuk pintu ketika akan masuk. Dengan terburu-buru Sudewi segera memasukkan kota kayu yang ada dipangkuannya itu ke dalam laci mejanya.

"Masuklah Hayi." Perintah Sudewi.

Perlahan pintu kamar terbuka. Nampak lah Dayang Anwa memasuki kamar Sudewi dengan begitu anggun, diikuti oleh Hayi  yang berada di belakangnya.

"Apa kita bisa mulai pelatihannya sekarang Putri?" Ucap Dayang Anwa sembari tersenyum lebar.

****

Hari demi hari berlalu begitu cepat. Kesibukan yang tak ada hentinya telah nampak di keraton Daha demi mempersiapkan acara pernikahan sebaik mungkin.

Begitupun dengan Sudewi, hari-harinya begitu padat diisi oleh pembelajaran yang diberikan oleh Dayang Anwa. Begitu banyak hal yang diajarkan olehnya. Mulai dari tata krama, peraturan-peraturan keraton Trowulan, bagaimana Sudewi harus bersikap sebagai permaisuri dan apa saja nanti tugasnya. Bahkan dia juga mengajari Sudewi bagaimana caranya 'menghibur' raja. Membuat Sudewi tak sanggup membayangkannya.

Dan Hayi benar. Dayang Anwa itu memang benar-benar tegas dan galak. Dia akan marah kalau Sudewi melakukan kesalahan. Namun yang paling Sudewi sesalkan adalah selalu Hayi yang akan disalahkan.

"Kenapa kau tak membantunya?"

"Kenapa kau biarkan Putri melakukannya sendiri?"

"Kenapa kau tak melarangnya?"

Kata-kata itu pasti akan dilontarkannya pada Hayi jika dia sedang marah. Bahkan Dayang Anwa pun juga tak segan untuk memukul Hayi di depan Sudewi. Meskipun tak keras, tapi sungguh Sudewi tak tega melihatnya. Dia sudah pernah melarangnya untuk memukul, tapi tetap saja.

"Biar dia dapat pelajarannya Putri."

Hal inilah yang membuat Sudewi lebih berhati-hati lagi dalam bersikap. Dia tak sanggup kalau harus melihat Hayi disalahkan atau dipukul hanya karena kesalahannya. Bagaimana pun Hayi begitu berarti baginya, dia adalah sahabat yang akan selalu ada apalagi disaat-saat yang begitu sulit bagi Sudewi seperti saat ini.

Hayam Wuruk & Sri SudewiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang