-Daha-
Dalam kesunyian malam, Arnawama duduk tepekur sendiri di dalam kamarnya. Apa yang didengarnya tadi di pasar sungguh membuatnya tidak bisa berpikir jernih.
Sri Sudewi akan menikah... dengan Prabu Hayam Wuruk..
Ingin sekali Arnawama tak mempercayainya, tapi itulah kenyataannya. Jelas sudah sekarang olehnya apa yang telah bersemayam di pikiran Sudewi, sehingga membuat gadis itu tampak berbeda hari ini.
Sudewi...
Dipanggilnya nama gadis itu di dalam hatinya. Nama gadis yang telah membuatnya merasakan cinta dan kasih untuk pertama kali, meskipun tak pernah diungkapkannya apa yang dirasakannya itu. Arnawama tak banyak berharap akan bisa bersama dengan seorang putri bangsawan. Dia cukup sadar siapa dirinya. Namun dia merasa Sudewi adalah gadis yang bebas. Gadis yang penuh dengan mimpi. Gadis yang tampak tak terpukau dengan kehidupan keraton. Itulah yang membuat Arnawama seakan mendapat angin segar untuk sedikit saja berharap bisa bersamanya.
Tiba-tiba pikiran Arnawama kembali pada kenangan 8 tahun yang lalu. Pada pertemuan pertamanya dengan Sudewi.
Dia masih ingat betul bagaimana seorang gadis kecil diantar dan diperkenalkan sebagai putri keraton yang ingin belajar kepada ayahnya. Arnawama sempat bingung kala itu, bagaimana bisa seorang Putri Keraton diizinkan belajar bersama seorang yang hanya Gurudesa, di luar keraton pula. Ini adalah hasil 'rengekkan' jawab Sudewi apabila ditanya.
Setiap pagi gadis itu akan diantar oleh dayang kecilnya dan dijemput sore harinya. Arnawama heran, bagaimana bisa seorang Putri Keraton dibiarkan berjalan sendiri bersama dayang kecilnya tanpa ada pengawalan apapun.
Seiring berjalannya waktu, hati Arnawama telah tertambat pada gadis itu. Bukan hanya karena wajah cantiknya tapi juga karena sikap dan perilakunya. Arnawama tak pernah melihat Sudewi seenaknya sendiri mentang-mentang dia adalah putri keraton. Bahkan dia selalu bersikap bersahabat pada siapapun. Kecintaan dan kegigihannya mempelajari sastra dan banyak bahasa selalu membuat hati Arnawama tertawan.
Arnawama teringat akan apa yang pernah dikatakan gadis itu padanya.
"Aku ingin menjadi seorang sastrawan Kakang, aku akan berkeliling dunia, pergi ke negeri-negeri asing yang jauh disana."
Arnawama tersenyum mengingat betapa bersemangatnya gadis itu ketika mengatakan segala mimpinya.
Aku akan menemanimu, kemanapun kau akan pergi Sudewi.
Itu adalah janji Arnawama dalam hati pada gadis itu. Tapi kini semuanya pupus. Sekarang Sudewi adalah calon permaisuri raja, entah karena dia memang menginginkannya atau tidak. Tampaknya mimpi tinggalah mimpi bagi gadis itu. Dan harapan tinggalah harapan bagi Arnawama. Tak kan bisa lebih.
Sudewi...
Terbayang kembali wajah cantik penuh senyum lembut milik Sudewi, yang teramat sangat ingin dimilikinya.
Aku ingin bersamamu.
Arnawama terhenyak. Apalah dia jika dibandingkan dengan Prabu Hayam Wuruk. Sudewi teramat sangat pantas untuk bersama seorang raja. Lalu haruskah kini dia terus terlarut dalam cintanya yang tak mungkin?
****
"Beristirahatlah Hayi." Pinta Sudewi.
"Apa anda juga akan pergi tidur?" Tanya Hayi.
"Hmm sepertinya aku belum ingin tidur Hayi, aku ingin membaca terlebih dahulu, kau pergilah tidur." Pinta Sudewi sekali lagi
"Apakah anda tidak ingin saya temani?"
Sudewi tampak menggeleng.
"Tidak Hayi, sungguh pergilah tidur." Dicobanya untuk tersenyum di depan dayangnya itu. Sudewi tahu Hayi sedang menghawatirkannya, mungkin dia takut kalau Sudewi akan menangis lagi malam ini.
"Baiklah." Jawab Hayi sembari berlalu meninggalkan Sudewi. Sebelum benar-benar keluar pintu Hayi kembali menoleh ke arah tuan putrinya itu, keraguan masih terlihat jelas di wajahnya. Sekali lagi Sudewi mencoba untuk tersenyum, berharap dayangnya itu tak mengkhawatirkannya lagi.
Setelah Hayi benar-benar pergi, Sudewi nampak mencoba untuk membaca sebuah buku. Berharap itu bisa sedikit menghibur lara hatinya. Namun ternyata semakin dia mencoba, hatinya justru semakin jatuh pada kesedihan.
Apa yang terjadi di pasar tadi, sungguh membuat Sudewi terhenyak. Sekarang semua orang sudah tahu kalau dia akan menikah dengan Prabu Hayam Wuruk. Ditambah lagi dengan apa yang dikatakan oleh ayahnya tadi sore sepulang dia dari rumah Guru Byakta.
"Lusa adalah hari terakhir mu belajar pada Gurudesa, setelah itu kau harus tetap berada di dalam keraton."
Sudewi mencoba untuk menghela nafas dalam-dalam, berusaha untuk sedikit mengurangi kesesakan di dadanya. Dia tak menyangka semuanya akan terjadi secepat ini. Hanya tinggal 2 hari lagi saja bagi dirinya untuk bisa merasakan kebebasan. Hari-hari tak kan sama lagi bagi Sudewi setelahnya.
Harusnya tidak seperti ini Sudewi.
Mata Sudewi nampak mulai berkaca-kaca. Haruskah dia melewati ini semua? Apakah dia sedang di hukum? Apakah ada kesalahan besar yang diperbuatnya? Kenapa sampai setega ini Sudewi dibuat merana? Setetes demi setetes air mata nampak jatuh membasahi buku yang terbuka begitu saja dihadapannya. Sekali lagi semakin lama semakin deras.
****
Jauh dari tempat Sudewi menangis, ada juga seseorang yang tidak bisa tertidur nyenyak.
Dia memimpikan perang itu lagi. Memimpikan calon pengantinnya lagi. Namun mimpinya kali ini berbeda. Tiba-tiba ditengah perang yang sedang berkobar, ada seorang gadis lain yang sedang tersenyum lembut kepadanya. Membuatnya seketika terbangun dengan peluh membasahi tubuh. Diingat-ingatnya kembali mimpinya tadi. Diingat-ingatnya kembali gadis yang tersenyum padanya dalam mimpi. Seketika dia tak bisa menahan air mata. Dibenamkannya dalam-dalam wajah di telapak tangannya, mencoba untuk meredam suara isakannya.
"Seharusnya aku tak melibatkan mu Sudewi." Ucap Hayam Wuruk lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hayam Wuruk & Sri Sudewi
Historical Fiction"Tak perlu menuliskan seberapa besar rasa cinta di antara kita di atas selembar kertas." "Jika seseorang mengingatku ketika mendengar namamu disebut, maka ia telah mengerti betapa besarnya rasa cinta itu ." "Meskipun seseorang hanya akan mengenal na...