Bab 25

259 36 0
                                    

Sudewi bisa merasakan angin berhembus menerpa wajahnya. Bukan lagi rasa takut yang dirasakannya kini, tapi rasa bebas. Dia tersenyum ketika menatap Hayam Wuruk yang sedang memacu kudanya.

Diperhatikannya jejeran pohon yang semakin rapat, pertanda bahwa mereka semakin dalam memasuki hutan. Semakin lama, terlihat semakin sulit untuk ditembus.

Tak berselang lama Hayam Wuruk nampak menghentikan kudanya. Jalanan hutan sepertinya sudah tidak bisa dilalui lagi kecuali dengan jalan kaki.

"Kita berhenti disini." Ucap Hayam Wuruk sembari turun dari kudanya. Diulurkannya tangannya kembali untuk membantu Sudewi turun. Diikatkannya tali pengengkang kudanya pada salah satu batang pohon besar.

Begitu turun dari kuda, Sudewi bisa merasakan dinginnya tanah hutan di kakinya. Sekali lagi matanya begitu takjub memandang keseluruh penjuru hutan. Dia bisa mendengar kicauan burung, suara-suara hewan yang tak dikenalinya dan suara gemericik air di kejauhan. Sinar matahari saling-silang menembus celah-celah batang pohon, membuat pemandangan yang terasa sangat ajaib bagi Sudewi, bak di buku dongeng yang pernah dibacanya. Tiba-tiba pikirannya terbawa pada hutan Dandaka tempat dimana Raja Rama dan Dewi Sita diasingkan. Membuatnya membayangkan adegan-adegan dalam buku Ramayananya itu.

"Apa kau masih takut?" Tanya Hayam Wuruk, ditatapnya Sudewi yang sedari tadi tak henti-hentinya mengedarkan pandangan. Sudewi tersenyum dan menggeleng. Bagaimana dia bisa merasa takut diwaktu yang seajaib ini baginya?

"Hewan apa yang ingin kau buru Sudewi?" Tanya Hayam Wuruk.

Sudewi tampak sekali lagi mengedarkan pandangannya. Rasanya pemandangan yang menakjubkan ini sudah lebih dari cukup baginya. Bahkan jika hanya harus terduduk diam disini seharian dia akan menyanggupinya.

"Apa kau ingin kijang emas?" Ucap Hayam Wuruk menggoda, mengingat wanita itu sangat menyukai kisah Ramayana.

"Disini bukan hutan Dandaka kanda." Ucap Sudewi tersenyum.
"Tapi ya seandainya ada kijang emas yang tiba-tiba muncul di depan kita, pasti aku mau." Lanjutnya.

"Baiklah....tapi jangan jauh-jauh dariku." Ucap Hayam Wuruk.
"Kalau kau hilang diculik Rahwana, aku akan bingung mencarinya nanti." Hayam Wuruk bisa melihat Sudewi yang sedang menahan senyumnya.
"Ayo kita mulai mencari." Ucap Hayam Wuruk kemudian.

Dengan perlahan mereka mulai menelusuri hutan. Licinnya lumut yang menutupi bebatuan hutan tampak menyulitkan Sudewi dalam berjalan. Berapa kali wanita itu hampir saja terjatuh saat berjalan.

"Kau tak apa?" Tanya Hayam Wuruk.

Sudewi tampak menahan tawanya, ketika sekali lagi dia hampir terjatuh.
"Aku tak apa Kanda." Ucapnya.

Mereka belum berjalan terlalu jauh ketika Hayam Wuruk menangkap ada sesuatu yang bergerak dibalik semak-semak. Dia segera mengambil busur panahnya dan bersiap untuk memanah. Diarahkannya panah itu dan dilepaskannya tepat ke arah semak-semak yang bergerak, berharap mengenai apapun yang ada dibaliknya.

Hayam Wuruk segera berlari ke arah panah itu terlepas. Dengan hati-hati Sudewi mengikutinya dari belakang.

Hayam Wuruk tampak kecewa ketika tak menemukan apapun dibalik semak-semak itu. Membuatnya sekali lagi mengedarkan pandangannya.

Kini beberapa meter dari mereka, semak-semak kembali bergerak. Hayam Wuruk tampak bersiap untuk memanah lagi. Dia sudah hampir melepaskan anak panahnya ketika tiba-tiba dari balik semak-semak itu muncul seekor anak kijang kecil.

"Jangan kanda."  Ucap Sudewi, membuat Hayam Wuruk seketika menurunkan busur panahnya.

"Ada apa Sudewi?"

Hayam Wuruk & Sri SudewiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang