"Perketat lah keamanan di kerajaan kita Paman." Pinta Hayam Wuruk pada Patih Gajah Enggon.
"Apa sesuatu telah terjadi Prabu?"
Perlahan Hayam Wuruk menggeleng.
"Memang sudah seharusnya kita menambah keamanan kita." Ucap Hayam Wuruk singkat.
"Perhatikan betul siapa saja yang masuk dan keluar dari kerajaan kita. Tapi aku mohon jangan gegabah dalam bertindak. Tanyakan dengan benar apa tujuan mereka. Jika memang tak ada masalah izinkanlah mereka baik masuk ataupun keluar.""Baik Prabu."
"Dan..." Hayam Wuruk tampak menghela nafas.
"Tambahkan keaman bagi setiap anggota kerajaan yang melakukan perjalanan ke luar keraton."Patih Gajah Enggon tampak terheran dengan permintaan rajanya itu, rasanya tak mungkin Hayam Wuruk tiba-tiba meminta hal seperti itu jika tak terjadi sesuatu. Namun sepertinya tak ada pilihan bagi Patih Gajah Enggon selain mengangguk.
"Baik Prabu."
"Bagaimana dengan perluasan pelabuhan Canggu Paman?"
"Sesuai dengan perintah Anda Prabu, perluasannya sudah dimulai sedari kemarin. Kita mulai dari sisi sebelah timur terlebih dahulu."
Hayam Wuruk tampak mengangguk.
"Aku ingin melihat kesana sebentar Paman.""Baik Prabu, tapi apakah Anda baik-baik saja? Anda tampak kurang sehat hari ini." Ucap Patih Gajah Enggon, melihat betapa pucatnya wajah Hayam Wuruk hari ini.
"Aku tak apa Paman." Ucap Hayam Wuruk datar.
"Sebaiknya kita berangkat sekarang, sebelum hari semakin siang.""Baik Prabu."
Sinar matahari cerah seketika menerpa wajah Hayam Wuruk begitu melangkahkan kakinya keluar ruangan. Sinar itu tertalu menyilaukan bagi matanya yang sama sekali tak tertutup semalaman.
"Kanda!!"
Tiba-tiba langkahnya terhenti ketika mendengar suara seseorang yang memanggilnya. Dilihatnya Sudewi yang sedang berjalan di kejauhan. Tampaknya wanita itu baru saja menyelesaikan pertemuannya dengan Guru Atharwa. Dengan membawa banyak kertas di tangannya, dia terlihat berjalan ke arah Hayam Wuruk.
Sudewi..
Hayam Wuruk tampak menatap kedatangan istrinya itu. Wanita yang semalaman turut menguras habis pikirannya.
"Kanda....apa kau sakit?" Tanya Sudewi begitu telah dekat dengan Hayam Wuruk. Matanya menatap penuh khawatir pada pria dihadapannya itu.
Perlahan Hayam Wuruk menggeleng, matanya tampak sama sekali tak menatap pada Sudewi.
"Sungguh? tapi kau tampak begitu pucat." Ucap Sudewi.
"Aku tak apa Sudewi, apa ada hal yang ingin kau bicarakan?" Tanya Hayam Wuruk.
"Tidak, aku hanya ingin tahu apakah Kanda baik-baik saja." Ucap Sudewi.
"Kini kau tahu aku baik-baik saja bukan? Ada lagi yang ingin kau bicarakan?" Ucap Hayam Wuruk.
Sudewi menggeleng.
"Aku harus segera pergi ke pelabuhan Canggu, jika tak ada lagi yang ingin kau bicarakan." Ucap Hayam Wuruk.
"Baiklah Kanda." Ucap Sudewi sembari tersenyum.
"Berhati-hatilah..."Tanpa sedikitpun membalas senyum istrinya itu, Hayam Wuruk tampak melangkahkan kakinya. Sekilas dilihatnya tatapan sedih pada mata Sudewi, ketika dia pergi berlalu meninggalkan wanita itu begitu saja.
****
Angin berhembus melewati tirai-tirai kamar, menerpa wajah Sudewi yang sedang termenung. Buku-buku dan kertas-kertas syair di atas mejanya seakan menunggu untuk dibaca. Pemandangan langit senja yang menakjubkan seakan memangil-manggil, ingin sekali untuk dilihat. Namun pikiran Sudewi sedang tak bersamanya sekarang.
Sedari semalam dia sangat menantikan untuk bisa bertemu dengan Hayam Wuruk. Dia benar-benar ingin memastikan apakah suaminya itu baik-baik saja. Satu pertemuan saja, maka hatinya akan tenang jika sudah melihat pria itu.
Pertama-tama hatinya begitu senang ketika melihat Hayam Wuruk yang sedang berjalan di kejauhan tadi siang. Namun pria itu bersikap begitu dingin padanya, sungguh tak seperti biasanya. Bahkan pria itu masih tetap tak menatap padanya ketika berbicara. Pertemuan yang diharapkan bisa menenangkan hatinya justru membuat kegelisahannya semakin menjadi-jadi.
Meskipun Hayam Wuruk berkata bahwa dia baik-baik, tapi Sudewi tahu dia berbohong.
Kau jelas sedang tidak baik-baik saja, Kanda..
Terbayang olehnya wajah pucat suaminya itu, seakan dia tak tertidur semalaman. Sepertinya ingatan tentang apa yang terjadi di Bubat telah membuat pria itu kembali meradang.
Apa yang harus aku lakukan untukmu Kanda?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hayam Wuruk & Sri Sudewi
Ficção Histórica"Tak perlu menuliskan seberapa besar rasa cinta di antara kita di atas selembar kertas." "Jika seseorang mengingatku ketika mendengar namamu disebut, maka ia telah mengerti betapa besarnya rasa cinta itu ." "Meskipun seseorang hanya akan mengenal na...