Bab 71

190 25 0
                                    

Sudewi seketika terjaga saat mendengar suara ayam berkokok di kejauhan.

Apa ini sudah pagi?

Diperhatikannya langit yang mengintip di balik celah-celah jendela kecil kamar itu. Terlihat masih sedikit gelap.

Perlahan ditariknya nafas dalam-dalam. Disampingnya terlihat Hayam Wuruk yang masih begitu terlelap. Melihat wajah orang terkasihnya yang masih begitu pulas itu rasanya membuat Sudewi enggan untuk bangkit berlalu.

Tiba-tiba terdengar lagi suara ayam berkokok yang menyahut. Seakan ingin mengajak sekali lagi Sang Permaisuri untuk segera bangun dari keterlenaannya. Dan sepertinya dia memang tak bisa lagi menolak ajakan sang makhluk yang jago bangun pagi itu.

Sekali lagi dipandanginya Hayam Wuruk yang sama sekali tak terganggu dengan suara-suara pagi itu. Dibenahinya kain selimut ya menutupi tubuh suaminya itu. Dibenahinya agar lebih rapat lagi menyelimuti tubuh itu. Berharap pria itu tetap merasa hangat di tengah-tengah tidurnya yang begitu renyap. Setelah semuanya terasa cukup, perlahan Sudewi bangkit meninggalkan peraduannya.

Keadaan begitu sunyi senyap saat dirinya mulai melangkahkan kakinya keluar kamar. Tak ada satupun pelita yang dibiarkan menyala. Hanya ada sinar pagi yang masih begitu temaram menyinari rumah itu lewat jendela-jendela yang telah dibiarkan terbuka.

Perlahan Sudewi tampak mengedarkan pandangannya. Dicobanya untuk mencari dimana Nenek Wening ataupun Kakek Darya berada. Namun tak ada satupun yang ditemuinya. Tiba-tiba perhatiannya teralihkan saat memasuki sebuah ruangan yang ternyata adalah sebuah dapur, disana sudah tertata rapi sekeranjang sayuran dan beberapa ekor ikan segar yang sepertinya telah siap untuk dimasak.

Lalu berada dimana sekarang Nenek Wening?

Diperhatikannya lagi bahan-bahan masakan itu, sepertinya dia tahu apa yang harus dilakukannya.

****

"Ayo Kek, aku harus segera memasak untuk tamu-tamu kita." Ucap Nenek Wening yang terburu-buru memasuki rumah. Langkahnya terhenti ketika tiba-tiba dilihatnya meja sudah dipenuhi dengan makanan.

"Oh Nenek!!" Terlihat Sudewi yang baru saja keluar dari dapur, di tangannya masih ada sepiring  makanan yang baru saja matang.
"Nenek dan Kakek baru saja datang?"

"Eh nduk ayu...." Mata Nenek Wening tampak memperhatikan sekali lagi meja yang telah dipenuhi banyak makanan itu.
"Kenapa jadi kau yang repot memasak seperti ini?"

"Tak apa Nek." Ucap Sudewi.
"Apakah Nenek keberatan jika aku memasak seperti ini?"

"Oh tidak, bukan seperti itu maksudku." Ucap Nenek Wening, mengibas-ngibaskan tangannya.
"Kalian kan tamu kami, seharusnya kami yang melayani kalian sepenuhnya."

"Tak perlu seperti itu Nek. Anggaplah kami seperti putra-putri kalian yang datang menginap." Ucap Sudewi tersenyum.
"Dan selayaknya seorang putri tak apa kan jika aku memasak?"

"Putra-putri?" Seberkas senyum terlihat mengembang di wajah Nenek Wening.

"Oh ya tadi aku mencari-cari Nenek dan Kakek." Ucap Sudewi kemudian.
"Kemana Nenek dan Kakek pergi sepagi ini?"

"Setiap malam Kakek akan pergi melaut untuk menangkap ikan nduk ayu." Ucap Nenek Wening.
"Saat pagi tiba aku akan menyusulnya ke pantai untuk membantunya dan setelahnya aku akan menjual ikan tangkapan Kakek di pasar."

"Kakek Darya masih melaut?" Tanya Sudewi dengan begitu kagum.

"Kenapa Nduk Ayu? Kau tak percaya?"

Sudewi menggeleng cepat.
"Aku hanya tak menyangka Kakek dan Nenek masih begitu giat diusia yang tak lagi muda."

"Ehh justru ini lah yang membuat kami awet muda." Ucap nenek Wening terkekeh, membuat Sudewi juga ikut tertawa.

"Kalau begitu sekarang, Kakek dan Nenek makanlah terlebih dahulu." Ucap Sudewi.
"Pasti sangat lelah sudah harus bekerja sepagi ini."

"Tapi dimana suami mu nduk ayu?" Tanya Nenek Wening saat tak mendapati keberadaan Hayam Wuruk.
"Apakah dia belum bangun?"

"Belum Nek." Ucap Sudewi.
"Dia terlihat masih begitu nyenyak tadi, aku tak tega jika harus membangunkannya."

"Tak perlu nduk ayu, biarkan saja." Ucap Nenek Wening.
"Dia memang butuh banyak istirahat."

Sudewi mengangguk setuju.

"Baiklah kalau begitu, ayo kita mulai sarapan." Ajak Nenek Wening.

"Apakah setelah ini Nenek akan langsung pergi ke pasar?" Tanya Sudewi ditengah-tengah sarapan mereka.

"Iya nduk ayu." Ucap Nenek Wening.
"Aku punya banyak pelanggan yang sudah menunggu sedari pagi."

"Aku akan ikut denganmu hari ini Nek." Ucap Kakek Darya tiba-tiba.

"Tak perlu Kek." Ucap Nenek Wening.
"Kau harus beristirahat setelah melaut semalaman, aku tak ingin kau jatuh sakit karena terlalu lelah."

"Tapi bagaimana jika orang-orang jahat itu datang lagi?" Tanya Kakek Darya yang terdengar begitu khawatir.

"Biar aku saja yang menemani Nenek Wening, Kek." Usul Sudewi.
"Nenek tak apa kan jika aku yang menemani?"

"Tentu saja aku akan sangat senang jika ada kau yang menemaniku nduk ayu." Ucap Nenek Wening tersenyum.
"Tapi apakah suamimu akan mengizinkannya?"

Sudewi lantas terdiam dengan pertanyaan Nenek Wening. Benar juga, sekarang masalahnya apakah suaminya itu akan mengizinkannya?

"Aku mengizinkannya!" Tiba-tiba saja terdengar suara seseorang yang menyela.

"Kanda...." Sudewi tersenyum saat melihat suaminya yang telah berganti pakaian tampak berdiri di ambang pintu. Perlahan pria itu pun datang mendekat.

"Tentu saja aku mengizinkan mu." Ucap Hayam Wuruk lagi saat telah terduduk disamping istrinya itu.
"Asal kau tak takut jika penjahat-penjahat itu datang lagi."

"Aku tak akan takut." Ucap Sudewi sembari menggeleng meyakinkan suaminya itu.

"Tenang saja, aku akan membawa tongkat kayu yang sangat besar kali ini." Ucap Nenek Wening.
"Jika penjahat itu berani datang lagi, maka aku akan memukulnya keras-keras dengan tongkat kayu itu."

Hayam Wuruk sontak tersenyum saat melihat kesungguhan di wajah Nenek Wening.

"Kanda tak perlu khawatir." Ucap Sudewi.
"Aku berjanji akan berhati-hati."

Perlahan Hayam Wuruk mengangguk. Ditatapnya dengan begitu lembut wanita disampingnya itu.

Tenanglah Sudewi.....
Aku akan menemanimu....

Hayam Wuruk & Sri SudewiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang