Bab 41

193 30 0
                                    

Di dalam kamarnya Hayam Wuruk tampak termenung menunggu seseorang yang sudah dinantikannya semenjak dia mengirimkan pesan pagi tadi.

"Prabu...Gajah Mada baru saja tiba di keraton."

Itulah ucapan Patih Gajah Enggon, ketika mengabarkan kedatangan Gajah Mada padanya tadi. Tak disangkanya akan secepat ini Pamannya itu datang ke Trowulan.
Dengan perlahan ditariknya nafas dalam-dalam untuk menata hatinya sendiri.

Dalam pertemuan yang akan terjadi ini Hayam Wuruk berharap bisa mengambil suatu keputusan yang tepat bagi Majapahit. Dan lebih daripada itu, harus Hayam Wuruk akui bahwa dia sangat merindukan sosok Patihnya itu. Sosok yang telah dikenalnya semenjak lahir. Sosok yang ikut membesarkannya. Sosok yang ikut membentuk karakter dalam dirinya. Sosok yang bahkan rela mempertaruhkan nyawa demi Majapahit dan demi Hayam Wuruk sendiri.

Namun sosok itu jugalah yang tanpa sengaja menyakiti hatinya. Sosok itu jugalah yang tanpa sengaja membunuh cinta di hati Hayam Wuruk.

Tidak, berhentilah....

Hayam Wuruk tampak berusaha menghentikan pikirannya sendiri. Tak akan ada gunanya pertemuan ini jika masih tertanam amarah di hatinya mengingat masa yang telah lalu.

"Prabu...." Tampak Patih Gajah Enggon yang baru saja memasuki kamar Hayam Wuruk.
"Gajah Mada telah siap bertemu dengan Anda."

"Persilahkan beliau masuk Paman." Ucap Hayam Wuruk. Sekali lagi dihelanya nafas dalam-dalam sebelum akhirnya sosok yang ditunggu-tunggunya itu tampak memasuki kamarnya.

Hayam Wuruk begitu terhenyak ketika melihat sosok yang sekian lama tak dilihatnya itu. Menurutnya, tidak banyak yang berubah dari pria yang sedang berjalan ke arahnya itu. Dia masih saja tetap gagah bak seorang prajurit utama meski tak ada satupun atribut kerajaan yang menempel padanya.

Hayam Wuruk bisa melihat tatapan yang begitu menyesakkan dada dari mata orang yang telah dianggapnya sebagai orang tua itu. Tatapan mata penuh rindu dan rasa bersalah. Entah kenapa Hayam Wuruk bisa merasakannya begitu kuat.

"Aku telah lama menunggumu Paman." Ucap Hayam Wuruk, ketika pria itu telah berdiri tepat dihadapannya.

"Selamat datang kembali di Trowulan."

Pria yang dipanggilnya Paman itu nampak menundukkan kepalanya penuh hormat.

"Terimakasih karena telah berkenan mengundang saya datang kemari Prabu." Ucapnya.

"Ma'af jika aku mengundangmu secara mendadak dan merepotkan mu seperti ini Paman." Ucap Hayam Wuruk.

"Tak apa Prabu, saya sendirilah yang memutuskan untuk langsung kemari begitu menerima pesan dari Anda." Ucap Gajah Mada.

"Kau pasti bertanya-tanya apa maksudku mengundangmu kemari bukan?" Ucap Hayam Wuruk.
"Ada banyak hal yang ingin aku bicarakan padamu Paman, itulah sebabnya aku mengundangmu kemari."

Pembicaraan empat mata diantara mereka diawali dengan sekedar bertanya kabar. Masih begitu terasa jarak diantara mereka ketika berbicara. Bagaimanapun apa yang telah terjadi di Bubat telah merenggangkan hubungan mereka.

Meskipun begitu, Hayam Wuruk merasa kini dia telah dapat mengendalikan dirinya ketika Gajahmada perlahan-lahan menjelaskan kembali tentang apa yang sebenarnya terjadi di Bubat. Pria itu tampak menyesali apa yang telah terjadi. Hayam Wuruk tahu bentrokan antara keinginannya menjadikan Dyah Pitaloka sang Putri Sunda Galuh menjadi permaisuri Majapahit, dengan keinginan Gajahmada untuk menuntaskan sumpahnya mempersatukan Nusantara adalah suatu kesalah pahaman. Kesalah pahaman yang begitu fatal.

Kini semuanya telah berlalu, meski luka itu masih ada dan rasa penyesalan yang masing-masing mereka tanggung masih lah begitu besar, namun semuanya haruslah tetap berjalan. Demi kejayaan Majapahit mereka harus bangkit kembali.

Hayam Wuruk pun menceritakan tentang apa saja yang terjadi selama Gajah Mada tak ada di sampingnya. Bahkan apa yang terjadi padanya dan Sudewi di hutan kala itupun tak luput dari apa yang diceritakannya. Hingga akhirnya tibalah saatnya Hayam Wuruk menjelaskan keinginannya untuk mengangkat kembali Pamannya itu menjadi Patih Majapahit.

"Lakukanlah demi Majapahit Paman." Ucap Hayam Wuruk ketika melihat keterkejutan di wajah Gajah Mada.

Lama pria paruh baya itu terlihat termenung memikirkan keputusannya, Hayam Wuruk bisa memaklumi itu. Ini bukanlah hal mudah. Dan betapa lega hatinya ketika perlahan wajah termenung itu menganggukkan kepalanya, tanda adanya sebuah penerimaan.
"Apapun yang Anda kehendaki, saya akan melaksanakannya Prabu." Ucap Gajah Mada sembari menunduk hormat kembali.

Perlahan Hayam Wuruk tersenyum. Pembicaraan yang terjadi diantara mereka saat ini telah memberikan Hayam Wuruk suatu kesimpulan. Hayam Wuruk merasa telah menemukan suatu keputusan yang tepat bagi Majapahit. Kini ada kelegaan yang benar-benar menyelimuti hatinya.

"Aku akan segera mengumumkan keputusanku ini pada semua orang besok pagi, tolong kemarilah kembali Paman." Pinta Hayam Wuruk.

"Baik Prabu."

"Kini kau bisa pergi Paman, aku akan mengantarmu sampai ke depan."

Keduanya pun tampak mulai beranjak keluar dari ruangan Hayam Wuruk. Dan keadaan pun masih begitu ramai ketika mereka melewati depan Balai Agung Manguntur. Semua orang tampaknya memilih untuk tetap berkumpul seakan enggan untuk melewatkan apapun yang akan terjadi.

Tiba-tiba saja mata Hayam Wuruk menangkap keberadaan Sudewi yang sedang terduduk di samping ibunya. Wanita itu nampak langsung berdiri ketika menyadari kedatangannya.

Hayam Wuruk bisa melihat sebuah kecemasan di wajah istrinya itu. Senyum kemudian tampak menghiasi bibir Hayam Wuruk untuk menjawab wajah cemas itu. Tampaknya Sudewi memahaminya, perlahan senyum kelegaan juga menghiasi wajah wanita itu disertai dengan sebuah anggukan kecil.

Hayam Wuruk & Sri SudewiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang