Bab 66

176 28 0
                                    

"Ini untukmu Raras." Ucap Sudewi sembari melepas gelang yang ada ditangannya dan menyodorkannya pada Raras saat mereka sudah akan berpisah.

"Apa ini Nyai?" Raras tampak terkejut saat melihat gelang itu.
"Ini terlihat sangat mahal, aku tak bisa menerimanya."

"Tidak..tidak...anggaplah ini hadiah dariku untuk pernikahanmu." Ucap Sudewi, perlahan dimasukkannya gelang itu ke tangan Raras yang tampak menurut.
"Sebagai bentuk restuku untukmu dan Tuan Bhanu." Ucap Sudewi lagi sembari tersenyum pada sepasang kekasih itu.

Raras tampak memandang senang gelang yang kini ada di pergelangan tangannya itu.
"Terimakasih Nyai."

"Terimakasih juga untukmu Raras." Ucap Sudewi.
"Dan sampai jumpa lagi."

"Sampai jumpa lagi Nyai." Ucap Raras. Berhati-hatilah."

Terlihat Hayam Wuruk yang segera membantu istrinya itu untuk menaiki kuda mereka.
"Berbahagialah selalu untuk kalian berdua." Ucap Hayam Wuruk kemudian, sebelum akhirnya memacu kudanya perlahan.

Sepasang kekasih itu tampak melambaikan tangan pada Raja dan Permaisurinya itu, sampai keduanya menghilang dibalik perbukitan.

Meskipun telah berada di atas kuda yang sedang melaju, namun rasanya pikiran Sudewi masih tertinggal di pantai.

"Permaisuri Sri Sudewi benar-benar sangat cantik."
"Bagiku dialah yang paling cantik."

Lagi-lagi ingatannya akan kata-kata Hayam Wuruk di pantai tadi mampu membuat Sudewi kembali tersipu. Kini pertanyaannya adalah apakah suaminya itu memang tulus mengucapkan hal itu? Apakah kata-kata itu memang ditujukan untuknya? Ataukah pria itu sedang asal bicara saja? Tapi entah kenapa Sudewi menangkap ada yang berbeda dari cara Hayam Wuruk memandangnya tadi, seakan pria itu sedang menatap langsung dari hatinya, sampai-sampai membuat jantung Sudewi serasa akan melompat dari tempatnya tadi.

"Semua wanita akan menjadi yang paling cantik di mata pria yang mencintainya."

Kata-kata Bhanu kembali membuat Sudewi tersenyum senang.

Mungkinkah....

"Bagaimana kau bisa terpikirkan nama-nama itu?" Tanya Hayam Wuruk tiba-tiba membuyarkan lamunan Sudewi.

"Ya?"

"Panji dan Utari?" Hayam Wuruk tersenyum saat menyebutkan kedua nama itu.

"Entahlah...." Ucap Sudewi.
"Nama itu terpikirkan begitu saja."

"Aku menyukainya." Ucap Hayam Wuruk kemudian.
"Baiklah, kemana lagi kau ingin pergi Nimas Utari?" Tanya Hayam Wuruk yang tampak mengundang senyum di wajah Permaisurinya itu.

Kemana lagi?

Sudewi merasa tak ada tempat khusus yang ingin dia tuju. Kemanapun pria itu akan membawanya maka itu akan menjadi tujuannya.

"Apakah Kanda tak punya rencana akan kemana lagi?" Tanya Sudewi kemudian.

"Hmmm kau ingin melihat keramaian pasar?"

"Tentu..." Sudewi mengangguk setuju dengan saran suaminya itu.

"Tak jauh dari sini ada sebuah pasar. Aku biasa melewatinya ketika akan meninggalkan Lodaya." Ucap Hayam Wuruk tersenyum.
"Baiklah kalau begitu, itu akan menjadi tujuan kita selanjutnya."

Sekali lagi Sudewi mengangguk senang. Hayam Wuruk pun memacu kudanya lebih cepat di atas perbukitan, meninggalkan hamparan luas samudera di belakang mereka.

Laju kuda mereka tampak memelan saat jalanan yang mereka lalui mulai ramai oleh pejalan kaki yang akan menuju pasar.

"Sepertinya kita harus meninggalkan kuda kita disini." Ucap Hayam Wuruk sembari menghentikan laju kudanya di sebuah tanah lapang. Diikatkannya dengan kencang tali pengekang kuda itu pada sebuah pohon besar. Tampak rumput begitu lebat di bawahnya, berharap kudanya tak kelaparan meski ditinggal sendiri.

Hayam Wuruk & Sri SudewiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang