Dengan begitu kalut, Hayam Wuruk menarik nafas panjang. Entah sudah berapa lama ia menyandarkan bahunya yang terasa begitu berat. Duduk terdiam sembari mendongakkan kepalanya, menengadah pada kesunyian kamarnya yang terasa begitu memilukan.
Dilihatnya bulan yang mengintip dari balik jendela kamarnya. Membuat hatinya semakin sesak oleh bayangan sang permaisuri yang kembali merajai benaknya.
Senyum Sudewi yang dilihatnya tadi pagi, masih melekat jelas di angan-angannya. Senyum yang sebenarnya membuat Hayam Wuruk ingin berlari memeluk dan mengatakan betapa rindunya ia pada wanita itu. Namun tanya yang masih begitu menggantung membuatnya mundur.
Haruskah ia menemuinya sekarang? Sudewi telah terlihat begitu sehat hari ini, mungkin ini adalah saat yang tepat untuknya mencari jawaban. Hayam Wuruk benar-benar tak ingin menyiksa dirinya sendiri lebih lama dengan pertanyaan yang menggantung itu. Ia sama sekali tak menginginkannya.
Perlahan Hayam Wuruk pun bangkit dari duduknya. Tampak menyiapkan diri, sebelum akhirnya mulai menarik langkahnya. Namun baru saja beberapa jengkal kakinya melangkah, tiba-tiba terlihat seorang prajurit yang memasuki kamarnya.
"Ma'af Prabu..." Ucap Prajurit yang baru saja masuk itu sembari menundukkan kepalanya.
"Permaisuri Sri Sudewi ingin bertemu dengan Anda.""Permaisuri... ada disini?" Hayam Wuruk terhenyak.
"Ya Prabu, beliau ingin bertemu dengan Anda." Ulang prajurit itu sekali lagi.
"Persilahkan Permaisuri masuk." Ucap Hayam Wuruk akhirnya.
"Baik Prabu..." Prajurit itu pun menunduk sekali lagi, sebelum akhirnya berlalu pergi.
Hayam Wuruk hanya bisa berdiri terdiam memandangi pintu kamarnya, menanti seseorang yang sebentar lagi akan terlihat dari baliknya.
Dan betapa tak bisa berkata-katanya ia saat sosok itu akhirnya muncul. Berjalan melewati pintu itu, mendekat dengan senyumnya yang begitu memikat hati.
"Kau...sudah sehat Sudewi?" Ucap Hayam Wuruk mengawali, matanya benar-benar tak bisa lepas dari sosok yang kini berada beberapa langkah dihadapannya itu.
"Lebih dari sekedar sehat Kanda..." Ucap Sudewi.
"Sepertinya kau teramat sibuk, sampai tak sempat untuk menjengukku lagi." Guraunya kemudian."Ma'afkan aku Sudewi." Ucap Hayam Wuruk lirih.
"Tak apa..." Terlihat Sudewi yang menggelengkan kepalanya pelan.
"Aku bisa mengerti itu. Tempo hari, Ibu bercerita padaku tentang kerisauan mu pada penjahat-penjahat di Lodaya, apakah sejauh ini semuanya baik-baik saja?""Semuanya baik-baik saja." Jawab Hayam Wuruk.
"Kami masih terus melakukan penyisiran.""Syukurlah jika semuanya berjalan dengan baik Kanda." Ucap Sudewi, tangannya lantas menyodorkan sesuatu yang sedari tadi dibawanya.
"Minumlah ini." Pintanya.Perlahan Hayam Wuruk meraih sesuatu yang disodorkan istrinya itu. Segelas wedang serbat tampak masih begitu hangat mengepulkan asap.
"Kau pun baru saja pulang bukan?" Ucap Sudewi.
"Tetaplah jaga kesehatan mu meski sesibuk apapun itu."Hati Hayam Wuruk justru semakin teriris saat memandang senyum Permaisurinya yang terlihat semakin indah. Diminumnya sedikit demi sedikit secangkir wedang serbat itu. Berharap hangatnya bisa melunturkan resah hatinya.
"Sudewi...." Hayam Wuruk tampak meletakkan cangkir wedang serbat yang isinya hampir habis itu di atas mejanya.
"Aku juga baru saja akan menemui mu." Ucapnya kemudian."Kanda ingin menemui ku?"
"Ada sesuatu yang sangat ingin aku tanyakan padamu?"
"Kanda...ingin bertanya sesuatu?" Ulang Sudewi, ada sebuah harapan yang tergambar jelas di wajah ayunya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hayam Wuruk & Sri Sudewi
Ficción histórica"Tak perlu menuliskan seberapa besar rasa cinta di antara kita di atas selembar kertas." "Jika seseorang mengingatku ketika mendengar namamu disebut, maka ia telah mengerti betapa besarnya rasa cinta itu ." "Meskipun seseorang hanya akan mengenal na...