Semua orang nampak melepas kepergian rombongan Ibu Suri Dyah Gitarja dan Raden Cakradara untuk kembali ke Trowulan.
"Sampai berjumpa satu bulan lagi sayangku..." Tampak wajah hangat Ibu suri Dyah Gitarja ketika berpamitan pada Sudewi.
"Iya Ibu." Ucap Sudewi tersenyum.
Semua orang pun tampak melambaikan tangan ketika rombongan itu telah berlalu meninggalkan keraton Daha.
"Ayah...ibu...aku akan pergi ke rumah Gurudesaku." Ucap Sudewi meminta izin setelah rombongan itu nampak telah jauh.
"Segera lah berpamitan pada guru-gurumu itu." Ucap Raden Kudamerta, seketika membuat Sudewi terhenyak.
Berpamitan? Haruskah secepat ini?
"Bukankah masih ada waktu satu bulan lagi ayah?" Tanya Sudewi.
"Tidak akan ada banyak waktu untukmu Sudewi." Ucap ayahnya sembari berlalu masuk ke dalam keraton, meninggalkan Sudewi dengan pikiran gundahnya.
Ibu Dyah Wiyat nampak menghela nafas memandang wajah sedih putrinya itu.
"Sudewi.... ma'afkan ibu nak tapi akan ada banyak hal yang harus kau persiapkan sebelum menikah nanti, alangkah baiknya jika kau lebih banyak menghabiskan waktu di dalam keraton." Ucap Ibu Dyah Wiyat.Sudewi nampak tersenyum maklum mendengar perkataan ibunya itu.
"Iya Ibu...aku akan segera berpamitan, beri aku waktu beberapa hari lagi." Pinta Sudewi.
"Tentu saja nak."
Sudewi nampak memaksakan lagi sebuah senyum di bibirnya.
"Baiklah Ibu, aku harus segera pergi.""Pergilah nak." Ucap Ibu Dyah Wiyat sembari tersenyum pada putrinya itu.
"Ayo Hayi." Ucap Sudewi sembari pergi berlalu meninggalkan keraton.
Sudewi nampak terdiam sepanjang perjalanan. Dia tak menyangka akan secepat ini harus berpisah dengan hal yang menjadi semangat hidupnya selama ini.
"Putri..." Panggil Hayi perlahan, melihat tuannya yang sedari tadi terdiam.
"Ya Hayi?"
"Anda tak apa?"
Sudewi nampak tersenyum.
"Aku tak apa Hayi." Ucapnya, ditariknya nafas dalam-dalam untuk menenangkan diri, sebelum berlalu kembali menuju ke kediaman Gurudesanya.Perasaan tenang segera menyergapi hatinya begitu tiba di sebuah rumah besar di kaki bukit. Kicauan ceria burung di kejauhan menambah suasana syahdu rumah tersebut.
Kakinya nampak terus melangkah untuk memasuki sebuah ruangan, dimana di dalamnya telah menunggu seorang pria paruh baya yang nampak begitu bersahaja.
"Selamat pagi Guru." Sapa Sudewi, membuat pria paruh baya itu mendongak untuk melihat siapa yang datang.
"Ah selamat pagi Putri Sudewi." Sapa guru bernama Byakta itu, senyumnya nampak begitu cerah melihat kedatangan Putri keraton Daha itu.
"Anda tidak datang kemarin Putri?" Tanya guru Byakta.
"Ma'af Guru, kemarin saya tidak bisa datang karena suatu urusan." Ucap Sudewi.
"Saya dengar keraton Daha kedatangan tamu besar dari Trowulan kemarin, apakah semuanya baik-baik saja Putri?" Tanya Guru Byakta kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hayam Wuruk & Sri Sudewi
Ficção Histórica"Tak perlu menuliskan seberapa besar rasa cinta di antara kita di atas selembar kertas." "Jika seseorang mengingatku ketika mendengar namamu disebut, maka ia telah mengerti betapa besarnya rasa cinta itu ." "Meskipun seseorang hanya akan mengenal na...