Dengan hati yang risau, sekali lagi Hayam Wuruk tampak memandangi istrinya yang telah berjalan di kejauhan bersama Nenek Wening sembari membawa kembali keranjang-keranjang ikan di tangan mereka. Matahari telah terasa terik meski masih bersinar rendah di langit timur. Ditariknya nafas dalam yang terasa sedikit berat. Apapun yang terjadi, pagi ini semua rencananya harus terlaksana. Dia berharap semoga Patih Gajah Mada berhasil melakukan pengepungan ke rumah para penjahat itu, sebelum semuanya terlambat.
Hatinya benar-benar merasa tak sabar ingin segera beranjak saat melihat Kakek Darya memasuki kamarnya untuk beristirahat. Harus dipastikannya bahwa Patih Gajah Mada dan pasukannya telah bergerak, meski seharusnya tak ada yang perlu dikhawatirkannya mengingat kemampuan pamannya itu. Dengan terburu-buru, segera dilangkahkannya kakinya menuju ke jalan besar, melewati begitu saja beberapa orang yang baru pulang melaut.
Dan tiba-tiba saja dari kejauhan datang sekompi pasukan berkuda yang berderap dengan begitu gagahnya. Membuat langkah semua orang di jalan itu terhenti termasuk Hayam Wuruk. Pria itu lantas tersenyum lega saat melihat Sang Pemimpin dari pasukan itu. Ya, tak ada yang perlu dikhawatirkannya jika Patih Gajah Mada telah mengaturnya. Pasukan itu pun melewatinya begitu saja, tanpa sadar keberadaan Rajanya itu.
"Siapa mereka itu?"
"Bukankah mereka adalah prajurit Majapahit?"
"Benarkah?"
"Akan pergi kemana mereka?"
"Entahlah...."
"Apa sesuatu telah terjadi?"
Hayam Wuruk bisa mendengar semua orang di jalan itu saling melempar pertanyaan, tampak bingung dengan apa yang baru saja mereka lihat. Ditariknya nafas panjang yang penuh dengan kelegaan. Kini yang harus dilakukannya adalah menjemput Permaisurinya, dan memastikan bahwa semuanya telah aman. Dia pun segera bergegas menuju pasar. Langkahnya begitu cepat, secepat yang dimungkinkan oleh kakinya. Lapak Nenek Wening segera ditujunya begitu dia tiba.
Namun betapa kagetnya Hayam Wuruk saat menyadari di depannya sedang berjalan tiga orang yang dikenalinya sebagai Catra, Buntala dan Baliku. Hanya dari perawakan tubuh dan pandangan orang-orang yang mereka lewati saja, Hayam Wuruk cukup bisa mengenali ketiga penjahat itu.
Bagaimana bisa mereka ada disini?
Hayam Wuruk terheran, pasti penjahat-penjahat itu telah berjalan menuju pasar sebelum Patih Gajah Mada dan pasukannya tiba. Dengan terburu-buru Hayam Wuruk mempercepat langkah kakinya. Tak perlu ditanya lagi, pasti hanya akan ada satu tempat yang penjahat-penjahat itu tuju.
"Itu dia orangnya, Tuan Baliku!!!"
Hayam Wuruk bisa mendengar suara Catra berteriak ke arah lapak Nenek Wening saat mereka tiba.
"Itu!!" Tampak penjahat itu sedang menunjuk-nunjuk Sudewi yang terkaget saat melihat kedatangan mereka.
"Nyai itu Tuan Baliku!!"Namun entah mengapa Baliku justru terpaku saat memperhatikan wanita yang ditunjuk oleh anak buahnya itu.
"Nyai ini?" Ucap Baliku.
"Nyai cantik inikah yang menakutimu Catra?" Matanya sungguh tak berkedip ketika menatap sang Permaisuri Majapahit itu."Iya, ini orangnya Tuan." Ucap Catra lagi.
"Kenapa kalian tak bisa berhenti mengganggu kami?" Ucap Nenek Wening yang benar-benar kesal.
"Heh Nenek, berikan saja apa yang kami mau, maka kami akan berhenti mengganggumu." Ucap Catra.
"Sepertinya kami harus benar-benar mengulangi perkataan kami Tuan." Ucap Sudewi.
"Bahwa kau tidak akan mendapatkan apapun dari kami.""Nyai...." Panggil Baliku dengan nada yang begitu manis.
"Tujuanku sebenarnya kemari adalah untuk membuat perhitungan dengan kalian, tapi sepertinya aku tak kan tega pada wanita secantik dirimu Nyai." Penjahat bengis itu tampak benar-benar tak bisa melepaskan pandangannya dari wanita dihadapannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hayam Wuruk & Sri Sudewi
Historical Fiction"Tak perlu menuliskan seberapa besar rasa cinta di antara kita di atas selembar kertas." "Jika seseorang mengingatku ketika mendengar namamu disebut, maka ia telah mengerti betapa besarnya rasa cinta itu ." "Meskipun seseorang hanya akan mengenal na...