Bab 114

187 12 19
                                    

"Kandaaaa!!!"

Teriakan itu seketika membuat Hayam Wuruk berpaling. Dan langsung terhapus lah kuyu di wajahnya tatkala melihat si pemilik suara teriakan itu yang ternyata sedang datang berlari ke arahnya.
"Sudewi!!!"

Senyum lega pun terlihat begitu merekah di bibir Prabu Majapahit itu saat menyambut tibanya Sang Permaisuri yang dengan serta-merta langsung menjatuhkan diri kedalam pelukan suaminya itu.

"Oh Kanda..." Lirih Sudewi di tengah isakannya yang menjadi.

Dengan begitu erat, Hayam Wuruk lantas membalas rengkuhan kekasihnya itu. Lebih dalam, lebih kuat.

Silir-silir angin pun berhembus teramat lembut menerpa tubuh-tubuh yang kini saling mendekap itu, serasa tak ingin sebenarnya bagi sang angin untuk sedikit saja mengusik.

Detik-detik pun berlalu, tak ada satupun yang sanggup berkata diantara keduanya. Hanya isakan demi isakan yang terus mengalun lirih dari dalam pelukan. Sampai akhirnya suara isakan itu tak lagi terdengar seiring dengan Sang Permaisuri yang perlahan mulai membangkitkan tubuhnya.

Nanar, itulah hal pertama yang bisa dilihat Hayam Wuruk ada di dalam tatapan mata Sudewi tatkala kekasihnya itu perlahan memandang padanya.
"Sudewi...." Panggilnya dengan begitu lembut sembari mengusap sisa air mata di pipi kekasihnya itu.
"Kau tak apa?"

Seakan masih tak mampu untuk berkata-kata, Sang Permaisuri pun hanya terlihat menggeleng dengan begitu lemah.

"Sungguh?" Tanya Hayam Wuruk lagi.

Dan bukannya menjawab, air mata Sudewi justru terlihat kembali menetes.
"Kenapa tak Kanda acuhkan saja aku?" Ucapnya terbata-bata.
"Seharusnya akulah yang sesat terbawa air bah itu."

Hayam Wuruk seketika menggelengkan kepalanya dengan begitu cepat.
"Bagaimana bisa aku membiarkan hal itu terjadi?" Ucapnya.
"Jika sesuatu terjadi padamu, lalu bagaimana denganku?" Sekali lagi ia tampak membelai pipi kekasihnya itu.
"Menukar nyawa untukmu pun aku mau Sudewi. Jelas aku tak kan bisa jika kau tak ada."

Sudewi seketika terpejam. Mendengar Hayam Wuruk mengucap kata-kata yang sama seperti dirinya, serasa membuat hatinya remuk redam.
"Kenapa Kanda melakukan ini padaku?" Tanyanya dengan nafas tercekat. Air pun masih terus mengalir dari kedua matanya yang perlahan kembali terbuka.
"Tidakkah berulang kali aku telah menolakmu? Kenapa Kanda tak menyerah saja sedari awal?"

Senyum lembut pun perlahan muncul di wajah Hayam Wuruk.
"Berbulan-bulan yang lalu, kau pun melakukan hal yang sama, Sudewi. Kau ingat?" Ucapnya.
"Hutan, Bubat, anak panah yang melesat, entah berapa kali aku menolak mu kala itu. Dan apakah kau menyerah padaku?"

Sudewi tampak tertunduk. Ingatannya terseret kembali untuk merasakan sendu kala Hayam Wuruk sekali lagi terpuruk berbulan-bulan yang lalu. Dan bagaimana bisa ia melupakannya begitu saja?

"Seribu kali pun kau menolak ku, tak kan membuatku menyerah padamu Sudewi..."

Perlahan Sudewi kembali menegakkan kepalanya. Kembali dipandanginya pula wajah Hayam Wuruk yang masih tersenyum lembut itu.
"Kenapa?" Tanyanya lirih.
"Kenapa Kanda?"

Senyum lembut Hayam Wuruk pun terlihat semakin lebar.
"Karena aku menginginkannya." Jawabnya singkat.
"Aku sangat menginginkannya, Sudewi...."

Seketika terdiamlah Sudewi, tampak begitu tertegun mendengar jawaban suaminya itu.
"Tapi Kenapa?" Tanyanya sekali lagi.

"Bagaimana aku harus menjelaskannya padamu, Sudewi?" Ucap Hayam Wuruk dengan begitu lembut.
"Bagaimana caranya agar aku bisa membuatmu percaya bahwa satu-satunya alasanku hanya karena sebenarnya aku telah begitu menc-"

Hayam Wuruk & Sri SudewiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang