Bab 5

369 42 0
                                    

"Ibu belum pergi tidur? Bukankah besok pagi-pagi sekali ibu harus kembali ke Trowulan?" Tanya Sudewi.

Ibu Suri Dyah Gitarja nampak tersenyum.
"Kau sendiri kenapa tak langsung tidur nak?"

"Pemandangan langit terlalu indah untuk dilewatkan malam ini ibu." Jawab Sudewi sambil menunjuk ke atas langit.

"Wahh malam ini langit memang sangat indah Sudewi." Ucap ibu Suri Dyah Gitarja sambil mendongak ke atas langit yang ditunjuk Sudewi.
"Sepertinya benar apa yang diucapkan ibumu nak, kau sangat menyukai menatap langit malam."

Sudewi nampak tersenyum mendengar ucapan Ibu Suri Dyah Gitarja.
"Sebenarnya bukan hanya langit malam ibu. Langit dengan kilatan guntur pun aku menyukainya. Semuanya." Ucapnya.

"Benarkah?" Ibu Suri Dyah Gitarja nampak terkejut mengetahui betapa sukanya Sudewi pada langit. Sejurus kemudian dia nampak meraih tangan Sudewi dengan lembut.
"

Sudewi, adakah sesuatu yang kau inginkan?" Tanya ibu Suri Dyah Gitarja kemudian.

Sudewi nampak tertegun dengan pertanyaan Ibu Suri Dyah Gitarja.

"Saya tidak menginginkan apapun ibu." Ucap Sudewi sembari menunduk.

"Sebenarnya aku sudah bertanya pada ibumu nak, apa-apa saja yang kau sukai, tapi alangkah baiknya jika aku menanyakannya padamu sendiri." Ucap Ibu Suri Dyah Gitarja tersenyum.
"Apapun itu aku akan berusaha untuk memenuhinya Sudewi." Lanjutnya nampak begitu bersungguh-sungguh.

Meskipun kesempatan begitu terbuka bagi Sudewi, namun dia merasa tak pantas untuk meminta sesuatu apapun dari seorang Ibu Suri.

"Sudewi katakanlah nak." Pinta Ibu Suri Dyah Gitarja sekali lagi.

Lama Sudewi berpikir tentang apa yang dia inginkan, dia merasa tak menginginkan apapun kecuali....

"Ibu...sebenarnya tidak ada hal khusus yang saya inginkan, tapi bolehkah saya meminta sesuatu Ibu? Ma'af jika saya terlalu lancang sebelumnya." Ucap Sudewi.

"Tidak Sudewi...katakanlah nak, hal apa yang kau inginkan?" Tanya ibu Suri Dyah Gitarja.

"Ibu..." Sudewi nampak sedikit ragu.
"Bolehkah saya tetap belajar sastra meskipun setelah menikah nanti? Ini adalah salah satu hal yang paling saya sukai ibu." Ucap Sudewi akhirnya.

Ibu Suri Dyah Gitarja nampak tersenyum mendengar permintaan Sudewi.

"Tentu saja Sudewi, aku akan membicarakannya dengan Prabu Hayam Wuruk, dia pasti tidak akan keberatan dengan keinginanmu ini. Kau masih bisa tetap belajar di sela-sela kegiatan mu sebagai permaisuri."

Sudewi nampak begitu lega mendengar jawaban dari Ibu Suri Dyah Gitarja, dia tak menyangka akan tetap bisa belajar meski telah menikah nanti. Paling tidak dengan begitu, dia tidak akan kehilangan salah satu yang teramat disukainya.

"Terimakasih ibu." Ucap Sudewi sembari tersenyum lebar.

"Apakah ada lagi yang kau inginkan Sudewi." Tanya ibu Suri Dyah Gitarja kembali.

Sudewi nampak menggeleng.

"Tidak ibu, tidak ada lagi yang saya inginkan, hanya itu."

"Oh baiklah, aku akan berusaha untuk memenuhinya Sudewi." Ucap Ibu Suri Dyah Gitarja, genggamannya terasa semakin erat pada tangan gadis itu.
"Jika saja kau berkata ingin bintang yang ada di atas sana, niscaya aku pun akan memetikannya untukmu Sudewi." Kata Ibu Suri Dyah Gitarja sembari tersenyum lebar.

Sudewi nampak tertawa mendengar ucapan Ibu Suri Dyah Gitarja.
"Aku tidak memerlukannya Ibu." Ucapnya.

"Hmm sepertinya kau memang tidak memerlukan keindahan langit untuk kau miliki Sudewi, karena semua keindahan sudah ada di wajahmu." Kata ibu Suri Dyah Gitarja, sambil mengangkat dagu Sudewi. Wajah Sudewi nampak memerah karena tersipu.

"Ibu, tidakkah sebaiknya ibu pergi tidur sekarang." Pinta Sudewi akhirnya.

"Kau benar Sudewi, sebaiknya memang aku pergi tidur sekarang, supaya besok bisa berangkat pagi-pagi sekali untuk pulang ke Trowulan." Ucap Ibu Suri Dyah Gitarja.
"Sungguh Ibu benar-benar tidak sabar untuk mengabarkan pada Kakandamu itu bahwa kau telah menerima pinangannya." Lanjutnya sembari tersenyum lebar.

Senyum tampak mengembang di bibir indah Sudewi mendengar Ibu suri Dyah Gitarja yang begitu bersemangat atas pernikahan ini.

"Tidakkah seharusnya kau juga pergi tidur nak? Malam sudah semakin larut." Ucap Ibu Suri Dyah Gitarja.

Sudewi tampak mengangguk.

"Iya ibu, saya juga akan pergi tidur sekarang."

"Ayo berjalan bersama." Ucap ibu Suri Dyah Gitarja sekali lagi meraih tangan Sudewi.

"Iya ibu." Ucap Sudewi. Tangan ibu Suri Dyah Gitarja terasa begitu hangat, Sudewi bisa merasakannya. Membuatnya begitu merasa nyaman di tengah-tengah kegundahan hatinya yang masih meraja. Sembari tersenyum satu sama lain mereka nampak berjalan beriringan.

****

Di dalam kamar, dalam kesendiriannya, Sudewi nampak masih memandangi langit malam dari jendelanya yang masih terbuka lebar, angin malam tampak menerpa wajahnya dengan lembut. Dirabanya lagi tangan yang tadi digenggam oleh Ibu Suri Dyah Gitarja. Dia masih bisa merasakan hangatnya. Hangat yang teramat sangat dirindukannya.

Sudewi tampak menghela nafas. Teringat kembali semua pembicaraannya bersama Ibu Suri Dyah Gitarja tadi. Tak seharusnya hatinya masih merasakan gundah sekarang. Seharusnya dia bisa menyelaraskan hatinya dengan apa yang telah diputuskannya. Ya dia tak bisa begitu saja mundur, apalagi melihat semua orang yang nampak begitu bahagia dengan pernikahan ini. Seharusnya dia bisa berkorban untuk mereka semua. Impiannya bukanlah hal penting.

Impianku bukanlah hal penting?

Sudewi nampak tertegun dengan apa yang dipikirkannya sendiri. Matanya nampak mulai berkaca-kaca.

Bagaimana kau bisa menganggap bahwa impianmu itu tidak penting Sudewi?

Setetes demi setetes air mata nampak mulai jatuh ke pangkuannya. Kini kenangan masa lalu kembali berkelebat di kepalanya. Tergambar wajah seseorang yang teramat dirindukannya.

Hayam Wuruk & Sri SudewiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang