Bab 46

188 28 0
                                    

Dengan begitu senang Sudewi dan Hayi tampak berjalan memasuki pasar. Menyusuri perlahan jalanan pasar yang terlihat tak begitu ramai karena waktu yang hampir saja menjelang sore dan suasana yang cukup mendung.

"Permaisuri, adakah sesuatu yang Anda inginkan?" Tanya Hayi setengah berbisik.

"Hmmm...aku rasa bisa berjalan-jalan seperti ini saja sudah cukup bagiku Hayi." Ucap Sudewi tersenyum. Ada kerinduan yang dirasakannya ketika bisa berjalan dengan begitu bebas di tengah-tengah pasar seperti ini. Satu hal yang tak pernah dirasakannya lagi setelah menikah.
"Kau sendiri, tak adakah sesuatu yang kau inginkan?"

"Ah tidak Permaisuri, bisa berjalan-jalan bersama Anda seperti ini juga sudah cukup bagi saya." Ucap Hayi.
"Anda tahu, seperti ini membuat saya teringat ketika kita masih di Daha."

"Kau benar Hayi, ayo berpura-pura seakan kita memang berada di Daha." Canda Sudewi. Keduanya nampak tertawa bersama, terasa begitu bahagia, begitu bebas.

Namun tiba-tiba saja tawa Sudewi terhenti ketika matanya menangkap keberadaan sebuah kedai yang tampak begitu mencolok dibanding kedai atau lapak-lapak yang lain disekitarnya. Beberapa keramik khas negeri Tiongkok tampak berjejer begitu rapi di depan kedai tersebut. Sudewi tampak melangkahkan kakinya untuk melihat kedai itu lebih dekat.

"Anda ingin membeli ini?" Ucap Hayi sembari memperhatikan jejeran perabot keramik yang ada di hadapannya kini.

"Bukankah ini indah Hayi?" Ucap Sudewi sembari mengangkat salah satu mangkuk keramik bergambar bunga-bunga merah jambu.

Tiba-tiba saja dari dalam kedai tersebut keluarlah seorang gadis muda dengan kecantikan khas Tiongkoknya. Gadis itu tampak tersenyum ketika melihat kedatangan Sudewi.

"Silahkan..." Ucap gadis itu dalam bahasa Jawa yang terasa begitu kaku di telinga Sudewi, membuat Sudewi mengerti bahwa gadis ini mungkin tak fasih dalam berbahasa Jawa.

"Bolehkah aku melihat-lihat disini?" Tanya Sudewi dalam bahasa Mandarin yang membuat gadis Tiongkok itu tampak begitu terkejut.

"Anda...bisa berbahasa Mandarin?" Tanya gadis itu dalam bahasa Mandarin. Matanya tampak menatap begitu heran pada Sudewi.

"Hmmm sedikit." Ucap Sudewi.

Gadis itu tampak tersenyum.
"Silahkan Nyonya, Anda bisa melihat-lihat terlebih dahulu." Ucap gadis itu dengan begitu senang.

Perlahan Sudewi tampak memasuki kedai itu, yang ternyata dalamnya cukup luas.
"Kau juga menjual kain sutra?" Tanya Sudewi ketika melihat tumpukan kain sutra di sudut ruangan.

"Iya Nyonya, kami juga menjual kain sutra terbaik dari negeri kami."

Mata Sudewi tampak menelusuri kembali isi kedai itu. Dan ada satu pemandangan yang seketika menarik perhatiannya. Dilihatnya di atas salah satu meja, bertumpuk beberapa buku dengan tulisan Mandarin.

Puisi-puisi Dinasti Song...

Sudewi nampak tersenyum ketika membaca salah satu judul buku itu.
"Apakah buku-buku ini juga dijual?" Tanyanya.

"Oh tidak Nyonya, buku-buku itu adalah milik ayah saya." Ucap gadis itu.

Sudewi nampak memandang kecewa pada buku-buku itu.
"Apakah Ayah Anda menyukai sastra?" Tanya Sudewi kemudian.

"Iya Nyonya, ayah saya sangat menyukai sastra, beliau biasa membaca buku jika sedang ada waktu."

"Aku juga sangat menyukai sastra." Ucap Sudewi.

"Anda juga menyukainya?" Tanya gadis itu.

Sudewi tampak mengangguk.
"Membaca karya-karya sastra adalah sesuatu yang sangat menyenangkan." Ucap Sudewi.

Hayam Wuruk & Sri SudewiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang