Bab 38

196 30 0
                                    

Arak-arakkan awan hitam tampak mulai kembali menyelimuti langit. Warna indah langit senja tampaknya tak akan jadi primadona sore ini. Hanya ada warna kelabu. Tapi itu sama sekali tak menggentarkan sedikit pun mata Sudewi untuk tetap mengagumi keindahan langit dihadapannya. Baginya awan kelabu pun tetap menyimpan keindahannya sendiri.

"Permaisuri...."

Suara Hayi yang tiba-tiba terdengar membuat perhatian Sudewi seketika teralihkan.

"Ada apa Hayi?"

"Raden Kudamerta ingin bertemu dengan Anda."

"Ayah?" Tanya Sudewi yang nampak terkejut.

Perlahan Hayi tampak mengangguk.
"Beliau sedang menunggu Anda di taman besar Permaisuri."

Sudewi tampak termenung sejenak. Kenapa tiba-tiba ayahnya ingin bertemu dengannya? Melepas rindu? Jelas tak mungkin. Ataukah ini ada hubungannya dengan pertemuan di Balai Agung Manguntur tadi siang? Mungkin saja. Tapi untuk apa ayahnya membicarakan hal seperti itu padanya?

"Beliau sudah menunggu Anda Permaisuri."

Ucapan dayangnya itu seketika membuat Sudewi tersadar.

"Aku akan menemuinya sekarang Hayi." Ucap Sudewi sembari bangkit dari duduknya dan bergegas menuju taman besar untuk menemui ayahnya itu.

Ketika tiba, Sudewi bisa melihat ayahnya yang sedang berdiri termenung sembari memandang langit kelabu di atas mereka.

"Ayah ingin bertemu denganku?" Tanya Sudewi ketika telah dekat dengan tempat ayahnya berdiri.

"Hmmm ya Permaisuri." Ucap Ayahnya, yang terasa begitu aneh di telinga Sudewi, ini pertama kali baginya mendengar ayahnya memanggilnya seperti itu.

"Ada apa ayah?" Tanya Sudewi.

"Apakah kau sekarang adalah bagian dari Sapta Prabu?"

Pertanyaan pertama dari ayahnya yang begitu tiba-tiba itu cukup membuat Sudewi tersentak.
"Tidak Ayah..Hanya saja Prabu Hayam Wuruk memintaku untuk ikut bersamanya tadi."

Sudewi bisa melihat senyum tipis ayahnya yang sedang mengangguk-anggukkan kepalanya itu.

"Aku melihatnya beberapa kali memandangmu ketika berbicara di Balai Agung Manguntur tadi." Ucap Raden Kudamerta.
"Apakah dia sering meminta pendapat darimu?"

Perlahan Sudewi menggeleng.
"Hanya sesekali Ayah."

"Tapi tidakkah dia selalu mendengarkan saranmu?"

Sudewi nampak terdiam mendengar pertanyaan ayahnya itu. Sebenarnya apa yang ingin dibicarakan olehnya ayahnya itu padanya?

"Jangan biarkan Prabu Hayam Wuruk mengambil tindakan yang salah Permaisuri." Ucap Raden Kudamerta tiba-tiba.

"Maksud ayah?"

"Aku tahu dia akan mendengarkan mu." Ucap Raden Kudamerta sembari tersenyum tipis.
"Dengan pengaruhmu pada suamimu itu, jangan biarkan Gajah Mada masuk kembali ke keraton ini."

Sekali lagi Sudewi nampak dibuat tersentak dengan perkataan ayahnya itu. Apakah ayahnya itu sedang memintanya untuk mempengaruhi Hayam Wuruk dalam mengambil keputusannya? Seharusnya sedari tadi Sudewi menyadari itu.

"Tapi Prabu Hayam Wuruk sangat menginginkan hal itu Ayah." Ucap Sudewi lirih.
"Apakah menurut Ayah, kembalinya Paman Gajah Mada bukanlah sesuatu yang baik?" Tanya Sudewi kemudian.

"Haruskah aku menjelaskannya padamu?" Ucap Raden Kudamerta dingin.

Perlahan Sudewi menunduk mendengar perkataan ayahnya itu.

"Sebatas keinginan tidak lah cukup untuk membiarkan seseorang yang telah bersalah kembali menginjakkan kaki disini Permaisuri."

Sudewi tampak mengepalkan kedua tangannya, seakan sedang memberi kekuatan pada dirinya sendiri untuk menjawab perkataan ayahnya itu.
"Aku..." Ditatapnya lekat-lekat wajah ayahnya itu.
"Aku tak memiliki pengaruh sebesar itu pada Prabu Hayam Wuruk ayah. Aku hanya akan berusaha memberikan saran yang sekiranya baik padanya."

Sudewi bisa melihat senyum sinis di wajah ayahnya yang nampak begitu tak senang dengan jawabannya itu.

"Dan kau tahu apa itu saran yang baik dalam masalah ini Permaisuri." Ucap Raden Kudamerta.
"Sudahlah...Aku tak perlu mengulangi apa yang telah aku ucapkan padamu." Lanjutnya sembari bersiap untuk melangkah pergi.
"Aku tahu kau cukup cerdas untuk memahaminya."

Dengan tatapan yang sulit diartikan oleh Sudewi, ayahnya itu tampak meninggalkannya begitu saja.

Sepeninggalan ayahnya itu Sudewi tampak mulai mengatur deru nafas yang sedari tadi di tahannya. Seharusnya dia tak perlu merasa terkejut dengan apa yang akan dibicarakan oleh ayahnya tadi. Tapi tetap saja sulit baginya untuk mencerna langsung keinginan ayahnya itu.

Sudewi tampak mengamati kembali arak-arakan awan hitam tepat di atas kepalanya. Angin dingin berhembus lebih kencang seiring dengan datangnya gelap malam yang mulai membayang di langit timur. Perlahan dipejamkannya kedua matanya.

Tak perlu merasa risau Sudewi...
Kau akan segera tahu, jalan mana yang akan kau ambil...

Hayam Wuruk & Sri SudewiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang