Bab 97

176 20 20
                                    

Senyum lega langsung terlihat di wajah Hayam Wuruk tatkala telah melewati sebuah gapura besar yang berdiri dengan begitu kokohnya. Akhirnya tiba sudah ia di ibu kota Daha, tempat yang menjadi tujuannya. Perlahan, ditariknya tali pengekang kudanya, meminta agar sang kuda memperlambat derap kakinya. Dua prajurit di belakangnya tampak melakukan hal yang sama.

Satu, dua orang yang berlalu lalang terlihat menyapa para pendatang yang kini sedang berkuda lambat itu. Tampaknya, sedikitpun mereka tak menyadari siapa sebenarnya orang-orang yang sedang melintas itu. Senyum mereka begitu sederhana, seakan sedang menyapa seorang biasa.

Matahari senja di langit barat terlihat begitu gagah menyambut. Membuat terenyuh hati Hayam Wuruk yang penuh rindu. Semakin jauh ia memasuki kota, maka semakin menggebu pula rasa rindunya itu. Dan kebahagiaannya pun tak dapat ditutupinya lagi, saat akhirnya dikejauhan telah mulai nampak tembok-tembok keraton Daha. Membuat senyum terlihat kian merekah di bibir Sang Raja Majapahit itu.

Lantas terpantik lah perhatian dua orang prajurit yang terlihat sedang berdiri santai di masing-masing sisi gerbang keraton Daha, seiring dengan bertambah dekatnya laju kuda yang membawa Hayam Wuruk beserta kedua pengiringnya.

"Ma'af tuan!!!"

Kedua prajurit Daha itu terlihat serempak memberhentikan saat akhirnya rombongan kecil Hayam Wuruk tiba dihadapan mereka.

"Siapakah tuan-tuan ini?"

Dengan begitu maklum, Hayam Wuruk tersenyum. Jangankan di Daha, prajurit di Trowulan saja bisa kesulitan mengenali saat Hayam Wuruk datang berkuda, apalagi tanpa satupun atribut kerajaan yang dikenakannya. Ia pun cukup bisa memahami pada sikap waspada yang ditunjukkan oleh para prajuritnya itu.

"Dan ada keperluan apakah datang kemari?" Prajurit Daha itu terdengar kembali bertanya.

"Kami datang dari keraton Trowulan." Sahut salah satu prajurit pengiring Hayam Wuruk.
"Kami ingin mengunjungi keluarga di keraton Daha. Tolong izinkanlah kami masuk."

Mendengar kata keraton Trowulan tampaknya langsung membuat para prajurit Daha itu paham siapa orang-orang yang sedang berhadapan dengan mereka itu. Terlihat dari sikap waspada mereka yang lantas berubah menjadi tundukkan hormat. Bahkan salah satu prajurit itu nampak langsung berlari ke dalam keraton sesaat setelah rombongan itu memasuki gerbang, meninggalkan satu orang teman prajuritnya yang masih saja terus menunduk.

Sementara itu, begitu turun dari kuda, tanpa sadar mata Hayam Wuruk sontak mencari keberadaan seseorang di pelataran keraton Daha yang sebenarnya begitu sunyi. Jelas tak ada siapapun disana, tapi ia benar-benar tak bisa menahan matanya untuk tak mencari.

"Prabu!!"

Hayam Wuruk lantas menghentikan pencariannya. Ia pun tersenyum saat melihat siapa orang yang dengan tergopoh-gopoh datang menyambutnya itu.

"Oh astaga...Ma'afkan lah kami yang tak siap untuk menyambut kedatangan Anda." Ucap Raden Kudamerta yang berjalan diikuti oleh beberapa prajurit dibelakangnya, termasuk juga prajurit yang tadi berlari.

"Tak apa Paman." Ucap Hayam Wuruk yang lantas menunduk memberi salam pada ayah mertuanya itu.
"Aku lah yang seharusnya meminta ma'af karena datang dengan tiba-tiba seperti ini."

"Anda..." Dengan begitu heran Raden Kudamerta mengedarkan pandangannya, mencari-cari dimana keberadaan pengiring yang lain.

"Hanya kami saja yang datang Paman." Ucap Hayam Wuruk, paham dengan maksud tatapan bingung ayah mertuanya itu.
"Aku tak memiliki maksud apapun datang kemari, selain untuk menjenguk Bibi dan juga...." Hayam Wuruk nampak kembali tersenyum.
"Menemui Permaisuri."

Hayam Wuruk & Sri SudewiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang