Bab 115

160 14 16
                                    

"Oh Prabu!!" Nyai Rasmi yang baru saja melangkahkan kakinya keluar dari sebuah kamar nampak begitu terkejut saat mendapati Hayam Wuruk yang sedang berdiri terdiam di depan pintu kamar itu.

"Apakah Permaisuri baik-baik saja?" Tanya Hayam Wuruk sembari melangkahkan kakinya untuk lebih mendekat ke arah pintu.

"Anda tak perlu khawatir Prabu...." Jawab Nyai Rasmi sembari tersenyum.
"Permaisuri amat lah baik-baik saja."

Hayam Wuruk kembali terdiam. Meski berulang kali Sudewi mengatakan bahwa ia tak apa, namun tetap saja Hayam Wuruk merasa cemas melihat kekasihnya itu yang tampak begitu lemah saat berjalan kembali ke keraton Wengker tadi.

"Beliau langsung beristirahat begitu telah berganti pakaian tadi." Ucap Nyai Rasmi lagi.
"Oh kami sangat bersyukur masih menyimpan pakaian-pakaian Nyai Kinasih dengan sangat baik. Permaisuri benar-benar pantas saat mengenakan pakaian ibunya."

Hayam Wuruk pun turut tersenyum mendengar ucapan istri Patih Jatmika itu. Lantas dengan begitu perlahan, dicondongkannya tubuhnya diam-diam agar dapat mengintip sedikit saja ke dalam kamar tempat dimana Sudewi berada melalui celah pintunya yang masih terbuka.

"Apakah Anda ingin menemui Permaisuri, Prabu?" Tanya Nyai Rasmi saat melihat Sang Raja yang sedang curi-curi pandang itu.

"Hmmmm..." Hayam Wuruk sontak kembali menegakkan tubuhnya. Kebimbangan pun lantas terlihat menghiasi wajah Raja Majapahit itu.
"Sepertinya tidak..." Ucapnya kemudian.
"Aku tak ingin menggangu jika Permaisuri memang sedang beristirahat."

"Apakah Anda yakin?" Tanya Nyai Rasmi lagi, tampaknya istri Sang Patih itu bisa menangkap keraguan pada jawaban Hayam Wuruk.

"Ya...." Jawab Hayam Wuruk lagi.
"Tolong sampaikan saja padanya bahwa aku akan kembali ke Daha sekarang. Dan....." Raja Majapahit itu kembali diam sejenak, seakan sulit baginya untuk meneruskan apa yang akan diucapkannya kemudian.
"Dan sampaikan juga, jika Permaisuri ingin tetap berada disini maka aku telah mengizinkannya."

Seketika Nyai Rasmi menatap heran. Bagaimana bisa Rajanya itu memutuskan untuk kembali tanpa Permaisurinya?
"Hmmm....baik lah Prabu." Nyai Rasmi terdengar menjawab pelan.
"Saya akan sampaikan pesan Anda pada Permaisuri."

Hayam Wuruk tampak mengangguk singkat.
"Terimakasih..." Ucapnya sembari kemudian berlalu pergi, meninggalkan Nyai Rasmi yang masih menatap bingung.

Di tengah-tengah langkah perlahannya, Hayam Wuruk tampak begitu gamang. Janjinya pada Hayi di malam sebelumnya telah begitu mengikatnya. Meski apa yang terjadi di air terjun tadi semakin menyadarkan Hayam Wuruk betapa berartinya Sudewi bagi kehidupannya, namun sungguh, ia tak kan bisa memilih untuk mengingkari janjinya sendiri, terlebih jika memang itulah yang membuat Sudewi bahagia.

Aku masih berharap Sudewi.....
Aku masih begitu berharap...

Kini yang bisa dilakukan Hayam Wuruk hanyalah memohon keajaiban bahwa masih akan ada harapan baginya. Harapan bahwa Sudewi tak kan benar-benar memilih untuk tetap berada disini dan berpisah darinya. Oh astaga, hanya dengan membayangkannya saja sudah cukup menyakitkan bagi Hayam Wuruk.

"Kenapa?"
"Kenapa Kanda?"

Kepala Hayam Wuruk kembali terisi oleh suara tanya Sudewi di lembah tadi. Terbayang pula setiap tatapan mata kekasihnya itu yang benar-benar menyiratkan bahwa ada sesuatu yang sedang berusaha untuk dipahaminya.

Seandainya kau tahu Sudewi, sungguh tak ada satupun kebohongan dalam setiap kata yang aku jawabkan padamu...
Karena sebenarnya aku telah begitu mencintaimu....

Hayam Wuruk & Sri SudewiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang