Bab 111

145 15 14
                                    

"Agni!!!"

Suara teriakan ibunya itu membuat Agni yang sedang ceria berlari seketika mematung.

"Bukankah tadi Ibu sudah memintamu untuk makan terlebih dahulu!!!"

"Nanti Ibuuuuu!!!"

"Oh kau bisa sakit jika tak segera makan, Nak!!!"

"Agni...." Sudewi yang masih terduduk dibawah pohon bungur lantas terdengar memanggil lembut.
"Turutilah permintaan ibumu."

"Tapi apakah Permaisuri akan tetap menunggu disini?" Tanya Agni.

"Ya aku berjanji akan tetap berada disini sampai kau kembali." Jawab Sudewi.

"Baiklah...." Terlihat Agni yang kemudian berlari untuk menghampiri ibunya. Namun gadis kecil itu seketika berhenti di tengah-tengah larinya saat melihat Hayam Wuruk yang berjalan seraya tersenyum padanya. Tampaknya gadis kecil itu sama sekali tak mengenali Sang Maharaja meski kedua orang tuanya sering menyebut namanya.

"Agni!!!!"

Panggilan dari ibunya yang kembali terdengar mau tidak mau membuat Agni harus menahan rasa penasarannya.
"Iya Ibuuuuu!!!" Jawab gadis kecil itu seraya meneruskan langkah kakinya untuk berlari lagi.

Sementara itu Sudewi yang melihat kedatangan Hayam Wuruk pun langsung membenahi duduknya. Terlihat jelas ketidak nyamanan di wajah Sang Permaisuri Majapahit itu saat melihat suaminya yang semakin datang mendekat.

"Bolehkah aku duduk di sampingmu?" Tanya Hayam Wuruk sembari berjalan mendaki bukit kecil taman itu.

"Jika aku menolak, apakah Kanda akan pergi?" Bukannya menjawab Sudewi justru terdengar membalikkan pertanyaan.

"Sepertinya tidak..." Jawab Hayam Wuruk singkat. Dan tanpa basa basi lagi, Raja Majapahit itu pun lantas terlihat langsung mengambil duduk tepat disamping Permaisurinya itu.

"Lalu untuk apa meminta izin?"

Hayam Wuruk tampak menyeringai kecil mendengar keluhan yang diucapkan oleh kekasihnya itu.
"Wah pohon bungur ini besar sekali." Tak ingin memperpanjang keluhan itu, Hayam Wuruk pun memilih untuk langsung mengalihkan pembicaraan.
"Ini pasti sudah tertanam lama sekali."

Tanpa bereaksi lebih atas ucapan suaminya itu, Sudewi yang terdiam tampak hanya menghela nafas sesaat.

"Apakah Ibu Kinasih yang menanamnya?" Tanya Hayam Wuruk sembari melirikan matanya pada Sang Permaisuri. Dan terlihatlah olehnya keterkejutan samar di wajah kekasihnya itu. 
"Ibu Kinasih pasti merawatnya dengan sangat baik." Hayam Wuruk mencoba untuk menambahkan lagi.
"Aku tak pernah melihat pohon bungur sebesar dan berbunga selebat ini."

"Ibu menanam pohon ini sendiri sehari setelah ia memasuki keraton Wengker sebagai seorang pengantin." Sudewi akhirnya terdengar berucap perlahan sembari memandangi kelopak-kelopak bunga bungur yang sedang berjatuhan.
"Ia mendapatkan sebatang pohon bungur kecil dari orang tuanya sebagai hadiah pernikahan."

"Hmmm..." Hayam Wuruk tampak mengangguk-anggukkan kepalanya. Matanya pun masih setia melirik-lirik wajah Permaisurinya itu.
"Begitu rupanya. Aku bisa membayangkan Ibu Kinasih yang sedang berkejar-kejaran disini." Terlihat Hayam Wuruk yang lantas tersenyum.
"Bersama seorang gadis kecil yang mungkin sama menggemaskannya seperti Agni."

Sudewi kembali terdiam. Mata yang tadinya memandang lurus pun berangsur-angsur menunduk. Entah apa yang ada dipikiran  Permaisuri Majapahit itu kini.

"Bercerita lah padaku tentang Ibu Kinasih." Pinta Hayam Wuruk tiba-tiba dengan begitu lembut.

"Bercerita?" Tanya Sudewi.
"Untuk apa?"

"Agar aku bisa mengetahuinya." Jawab Hayam Wuruk.
"Aku benar-benar ingin mengetahuinya, maka bercerita lah padaku, Sudewi."

Hayam Wuruk & Sri SudewiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang