3 hari telah berlalu semenjak pertemuan terakhirnya dengan Hayam Wuruk. Namun tampaknya ketenangan belum mau menghampiri hati Sudewi. Bayang-bayang wajah pucat Hayam Wuruk kala itu masih merajai isi pikirannya. Suaminya itu nampak jarang sekali terlihat, sepertinya pria itu banyak menghabiskan waktunya di dalam ruangannya. Atau kalau tidak dia akan pergi ke pelabuhan Canggu dan baru kembali sore atau malam harinya. Sikap dingin masih saja diperlihatkan pria itu setiap kali berpapasan dengan Sudewi. Bahkan mata pria itu seakan enggan untuk sekedar memandangnya.
Namun bukan itu semua yang membuat Sudewi tak tenang. Sudewi tahu bahwa pria itu sedang berusaha menyembunyikan segala sesuatu yang dirasakannya dibalik semua sikap dinginnya.
Ingin sekali Sudewi meminta pada Hayam Wuruk untuk sedikit saja berbagi kesedihan dan kegundahannya, tapi memandang Sudewi saja pria itu tak mau.
"Selamat sore Permaisuri..." Ucap Hayi yang baru saja tiba di kamar Sudewi. Dayang itu tampak menatap sedih pada tuannya yang sedang termenung. Meskipun Sudewi sama sekali tak menceritakan apapun padanya, tapi Hayi cukup mengerti bahwa telah terjadi sesuatu pada tuannya itu.
"Sore Hayi..." Balas Sudewi, tampak dia sedang memaksakan sebuah senyum yang justru terlihat aneh di mata dayangnya itu.
"Permaisuri...."
"Ya?"
"Saya mendengar beberapa dayang berbicara tadi."
"Berbicara apa?"
"Mereka sedang membicarakan tentang Prabu Hayam Wuruk yang sedang sakit hari ini. Beliau sama sekali tak keluar kamarnya."
Sudewi begitu tertegun mendengar kata-kata yang baru saja diucapkan oleh dayangnya itu.
Kanda...
"Beliau juga menolak ketika ingin ditemui oleh Patih Gajah Enggon." Lanjut Hayi.
Tiba-tiba Sudewi berdiri. Rasa gelisah yang selama ini bersemayam di hatinya sudah tidak bisa ditahannya lagi. Saat ini juga dia harus bertemu dengan pria itu.
Dengan terburu-buru Sudewi tampak melangkahkan kakinya keluar kamar.
"Permaisuri, Anda mau kemana?"
"Aku harus bertemu dengan Prabu Hayam Wuruk saat ini juga Hayi." Ucap Sudewi sembari terus melangkahkan kakinya.
Langkah kakinya baru melambat ketika sampai di depan kamar Hayam Wuruk.
"Aku ingin bertemu dengan Prabu Hayam Wuruk." Ucap Sudewi pada prajurit yang sedang berjaga."Baik Permaisuri." Ucap prajurit itu sembari berlalu masuk. Tak berselang lama prajurit itu nampak kembali.
"Ma'af Permaisuri, saat ini Prabu Hayam Wuruk sedang tidak ingin bertemu dengan siapapun." Ucap prajurit itu sembari menunduk.
"Aku hanya ingin melihat keadaannya sebentar saja." Ucap Sudewi.
"Biarkanlah aku masuk." Pintanya.Prajurit itu tampak menatap sekilas pada sang Permaisuri, sebelum akhirnya mengangguk.
Dengan perlahan, Sudewi tampak melangkahkan kakinya memasuki kamar Hayam Wuruk. Pemandangan pertama yang dilihatnya sungguh membuatnya terhenyak. Dilihatnya Hayam Wuruk yang sedang terduduk di belakang meja kerjanya. Matanya terpejam, tangannya sedang menopang pada dahinya, seakan isi kepalanya begitu berat. Pria itu tampaknya sama sekali tak menyadari kedatangan Sudewi.
"Kanda...."
Seketika pria itu mendongak kaget ketika mendengar suara Sudewi.
"Sedang apa kau disini?" Ucap Hayam Wuruk.
"Kanda..apakah kau sedang sakit?"
"Apa prajurit itu tak memberi tahu mu?"
"Aku hanya ingin tahu bagaimana keadaanmu Kanda."
"Pergilah!"
"Kanda..."
"Ini perintah Sudewi, pergilah!" Terdengar Hayam Wuruk mulai meninggikan nada bicaranya.
"Kanda...tentang apa yang terjadi di hutan tempo hari, tolong berceritalah padaku." Pinta Sudewi tanpa memperdulikan ucapan suaminya itu. Jika hari ini Hayam Wuruk memang sakit maka Sudewi tahu apa yang telah menjadi penyebabnya.
Hayam Wuruk tampak terdiam mendengar perkataan Sudewi. Matanya tampak menatap tajam pada wanita itu.
"Pergilah Sudewi, aku sama sekali tak ingin melihatmu." Ucap Hayam Wuruk menahan amarah.
Mata Sudewi nampak mulai berkaca-kaca.
"Kau harus memulangkan ku ke Daha, jika benar-benar tak ingin melihatku Kanda." UcapnyaSekali lagi Hayam Wuruk menatap tajam pada wanita di hadapannya itu.
"Kau ingin pulang ke Daha?" Nada bicaranya terdengar semakin meninggi.
"Kalau begitu pulanglah!!"Sudewi nampak terperanjat dengan perkataan suaminya itu
"Kanda...Bukan seperti itu maksudku.""Pergilah Sudewi.... Sebelum aku bertindak keras padamu."
"Aku mohon jangan menyimpan segalanya sendiri Kanda."
Tiba-tiba Hayam Wuruk berdiri dan dengan langkah lebar menghampiri Sudewi. Diraihnya tangan istrinya itu dan menggiringnya sampai ke depan pintu kamarnya.
"Kanda...." Sudewi tampak berusaha menggenggam tangan yang sedang mencengkeram erat pergelangannya itu.
"Tak seharusnya aku mengulangi apa yang aku perintahkan padamu Sudewi. Kau tahu itu." Ucap Hayam Wuruk. Dengan satu tarikan keras pria itu berhasil mengeluarkan Sudewi dari kamarnya dan segera menutup pintu kamarnya itu rapat-rapat.
Prajurit yang sedang berjaga tampak menatap bingung ketika harus melihat pemandangan di depannya itu.
"Kanda!!" Teriak Sudewi, namun tak ada respon sama sekali dari balik pintu yang diketuknya.
"Kanda....." Ucap Sudewi sekali lagi, kali ini dengan begitu lirih. Dia bisa merasakan dadanya yang begitu sesak. Ini kali pertama Hayam Wuruk berlaku begitu kasar padanya. Tak pernah sekalipun Sudewi melihat pria itu marah seperti itu selama Sudewi mengenalnya. Pria itu benar-benar sedang tidak baik-baik saja.
Perlahan Sudewi tampak melangkahkan kakinya, bersiap untuk meninggalkan kamar suaminya itu. Namun tiba-tiba saja langkah lambatnya itu terhenti ketika mendapati sosok yang tak diduganya sedang berdiri tak jauh darinya.
Dilihatnya Ibu Suri Dyah Gitarja, berdiri dengan mata yang nampak berkaca-kaca.
"Permaisuri...." Panggilnya begitu lembut."Ibu..."
****
Di dalam kamarnya, Hayam Wuruk tampak berjalan limbung. Lututnya seketika ambruk ketika tak mampu lagi menahan beban tubuhnya sendiri.
"Ma'afkan aku Sudewi...." Ucapnya begitu lirih. Masih diingatnya air mata yang menetes perlahan di pipi wanita itu, ketika Hayam Wuruk menutup pintu tepat di depan wajahnya.
Akan lebih baik jika kau membenciku Sudewi...
Kau akan tetap aman jika kau tetap jauh dariku...
Bahkan aku rela jika harus memulangkan mu ke Daha..."Tentang apa yang terjadi di hutan tempo hari, tolong berceritalah padaku."
Hayam Wuruk bisa melihat mata Sudewi yang tampak berkilau karena air mata yang ditahannya ketika mengatakan itu.
"Aku mohon jangan menyimpan segalanya sendiri Kanda."
Bagaimana dia akan mampu menunjukkan rasa sedih, bersalah dan gelisah yang kini benar-benar sedang merajai jiwanya? Tidak kepada siapapun, terutama Sudewi. Harus berada disamping Hayam Wuruk saja sudah cukup membuat wanita itu menderita, dan kini bagaimana jika harus ditambah lagi dengan ikut menanggung beban kesedihan yang dirasakan suaminya ini.
Perlahan dilihatnya langit malam yang membayang di luar jendela.
"Ma'afkan aku Sudewi...." Ucap Hayam Wuruk sekali lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hayam Wuruk & Sri Sudewi
Historical Fiction"Tak perlu menuliskan seberapa besar rasa cinta di antara kita di atas selembar kertas." "Jika seseorang mengingatku ketika mendengar namamu disebut, maka ia telah mengerti betapa besarnya rasa cinta itu ." "Meskipun seseorang hanya akan mengenal na...