"Selamat pagi Yunda....." Sapa Nertaja yang tampak berdiri di ambang pintu kamar Sudewi.
"Pagi Nertaja." Ucap Sudewi sembari tersenyum melihat kedatangan adik iparnya itu.
"Apakah Yunda sudah siap?" Tanya Nertaja.
"Ibu memintaku menanyakan apakah Yunda mau berangkat bersama atau tidak.""Apakah semuanya sudah bersiap untuk berangkat?" Tanya Sudewi.
Perlahan Nertaja mengangguk.
"Akhirnya setelah sekian lama Kanda memperbolehkan untuk lapangan Bubat dipergunakan kembali, ini membuat kami semua tak sabar untuk segera pergi kesana." Ucap Nertaja sembari tersenyum.
"Paman, Bibi dan Yunda Indudewi juga akan berangkat bersama kami.""Benarkah?"
Sekali lagi Nertaja mengangguk.
"Jadi apakah Yunda akan berangkat bersama kami sekarang?"Sudewi tampak terdiam sejenak.
"Hmmmm... kalian berangkat lah terlebih dahulu, aku akan segera menyusul." Ucap Sudewi kemudian.
"Aku masih menunggu kedatangan seorang teman, tak apa kan?""Seorang teman?" Tanya Nertaja.
"Siapa?""Nanti jika dia memang datang, aku akan memperkenalkannya padamu." Ucap Sudewi sembari tersenyum.
"Hmmm baiklah...aku akan memberitahu semuanya kalau Yunda akan menyusul segera." Ucap Nertaja sembari melangkahkan kakinya.
"Terimakasih Nertaja." Ucap Sudewi. Gadis itu tampak mengangguk sebelum akhirnya meninggalkan kamar kakak iparnya itu.
Sepeninggalan Nertaja, Sudewi tampak masih terdiam. Dihelanya nafas dalam-dalam. Akan dicobanya untuk menunggu beberapa saat lagi. Hatinya seakan masih yakin kalau Zuànshí pasti akan datang.
Lama Sudewi termenung sembari menatap pintu kamarnya, berharap ada seseorang yang datang untuk memberi kabar. Namun apa yang diharapkannya itu tak kunjung ada. Sekali lagi dia tampak menghela nafas. Sepertinya sudah saatnya Sudewi harus pergi, semua orang pasti akan mempertanyakan keberadaannya jika dia masih terus berada disini.
Apa yang dikatakan Hayam Wuruk benar, jika Zuànshí juga menganggapnya sebagai seorang sahabat maka dia akan datang, tak peduli siapapun Sudewi. Namun jika gadis itu memang tak muncul, maka.....
"Ma'af Permaisuri...." Terlihat Dayang Anwa yang baru saja memasuki kamar Sudewi.
"Ya Dayang Anwa...."
"Baru saja prajurit memberitahukan pada saya bahwa ada seorang gadis asing yang menunggu di pintu gerbang keraton."
Perkataan dayangnya itu seketika membuat harapan Sudewi kembali membuncah.
"Gadis asing?""Ya Permaisuri, gadis itu membawa surat undangan dan mengatakan bahwa Anda lah yang telah mengundangnya." Ucap Dayang Anwa.
"Haruskah kami membiarkannya masuk?""Tentu saja Dayang Anwa, dia memang tamuku." Ucap Sudewi.
"Kalau begitu saya akan membawanya menghadap Anda, Permaisuri."
"Tidak Dayang Anwa, biar aku sendiri yang menjemputnya." Ucap Sudewi sembari bangkit dari duduknya.
Sudewi tampak melangkah secepat yang dimungkinkan oleh kakinya. Gadis asing itu sudah pasti Zuànshí, Sudewi tak perlu meragukan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hayam Wuruk & Sri Sudewi
Historical Fiction"Tak perlu menuliskan seberapa besar rasa cinta di antara kita di atas selembar kertas." "Jika seseorang mengingatku ketika mendengar namamu disebut, maka ia telah mengerti betapa besarnya rasa cinta itu ." "Meskipun seseorang hanya akan mengenal na...