Bab 89

227 27 5
                                    

"Selamat Pagi Permaisuri....."

Sapaan lembut seseorang sontak mengalihkan perhatian Sudewi yang sedang duduk termenung sendiri di teras kamarnya. Terlihat Ibu Suri Dyah Gitarja yang tersenyum sembari datang mendekati anak menantunya itu.

"Selamat pagi Ibu." Ucap Sudewi yang langsung bangkit berdiri seraya menunduk memberi hormat pada kedatangan ibu mertuanya itu.

"Kau tidak pergi untuk menemui gurumu?" Tanya Ibu Suri Dyah Gitarja.

"Aku baru saja akan menemui beliau, Ibu...." Ucap Sudewi yang lantas bergegas meraih beberapa alat tulis di atas mejanya.

"Tapi bisakah Ibu berbicara sebentar padamu Permaisuri?"

Sudewi yang masih sibuk membereskan alat tulisnya tampak langsung terdiam. Ada perasaan tak enak yang tiba-tiba menyergapinya saat mendengar permintaan Ibu mertuanya itu.
"Tentu Ibu..." Jawab Sudewi dengan begitu lirih.

Seketika raut wajah Ibu Suri Dyah Gitarja tampak berubah, seakan bisa menangkap ketidak nyamanan yang dirasakan oleh anak menantunya itu.
"Bagaimana keadaan Kakandamu pagi ini, Permaisuri?"

"Kanda Prabu....masih tertidur saat aku meninggalkan kamarnya tadi, ibu." Jawab Sudewi seadanya.

"Dia pasti sangat merepotkan mu semalam, bukan?"

"Tidak Ibu..." Ucap Sudewi, berusaha menampilkan senyum tipisnya.
"Kanda Prabu langsung terlelap begitu berbaring di atas tempat tidurnya."

Terdengar Ibu Suri Dyah Gitarja yang menarik nafas panjang.
"Tak biasanya Prabu Hayam Wuruk begini." Ucap Ibu Suri Dyah Gitarja.
"Meskipun minum, biasanya ia tak akan mengizinkan dirinya sendiri untuk menjadi mabuk sampai seperti itu."

Tampak Sudewi yang langsung menundukkan pandangannya.

"Prabu Hayam Wuruk tahu betul, bahwa ia sangat mudah untuk mabuk dan akan sangat sulit baginya untuk mengendalikan diri jika sudah terlanjur mabuk seperti itu." Tambah Ibu Suri Dyah Gitarja.
"Sikap dan bicaranya bisa benar-benar kacau."

Sikap dan bicaranya bisa benar-benar kacau?

Sudewi terhenyak, sepertinya apa yang dikatakan Ibu mertuanya benar. Sikap Hayam Wuruk benar-benar kacau semalam. Dan soal apa yang dibicarakannya, Sudewi tak akan menganggapnya lebih dari sekedar omongan melantur seorang pria yang sedang mabuk berat.

"Permaisuri....."

Panggilan lembut Ibu Suri Dyah Gitarja kembali menarik perhatian Sudewi.

"Apakah semuanya baik-baik saja?"

Sudewi kembali menundukkan pandangannya. Benar-benar tak mampu untuk menatap mata Ibu Suri Majapahit itu.

"Apakah ada sesuatu yang terjadi padanya?" Tanya Ibu Suri Dyah Gitarja sekali lagi.
"Apakah ada sesuatu yang terjadi pada kalian berdua?"

Pertanyaan terakhir Ibu mertuanya itu, semakin membuat Sudewi terpaku.

"Kau benar-benar tak ingin bercerita pada Ibu?" Tanya Ibu Suri Dyah Gitarja saat mendapati anak menantunya itu masih tetap bergeming.
"Tempatkan lah aku sebagai ibumu, tempat mu bisa bercerita apapun yang kau mau Nak."

"Ma'afkan aku ibu.." Lirih Sudewi.
"Tak ada yang bisa aku katakan pada Ibu selain permintaan ma'af itu."

Ibu Suri Dyah Gitarja lantas mengusap lembut wajah sendu Sudewi. Perlahan diraihnya tangan anak menantunya itu.
"Kau dan Kakandamu....kalian adalah anak-anak yang sangat ibu percayai." Ucap Ibu Suri Dyah Gitarja.

Sudewi begitu terhenyak mendengar perkataan ibu mertuanya itu.
"Aku mohon jangan terlalu mempercayaiku kali ini Ibu." Pinta Sudewi.
"Aku sangat takut akan mengecewakan Ibu karenanya."

"Permaisuri...."

"Jika sesuatu terjadi pada kami, tidakkah Ibu akan merasa begitu kecewa?" Ucap Sudewi dengan mata berkaca-kaca.

"Apa yang kau katakan Permaisuri?" Ucap Ibu Suri Dyah Gitarja.
"Tak ada sesuatu apapun yang akan terjadi pada kalian berdua."

Sudewi yang semakin merasa bersalah lantas bersimpuh di hadapan Ibu mertuanya itu.

"Aku tak terlalu yakin pada diriku sendiri kali ini Ibu..."Lirih Sudewi.
"Ma'af jika aku harus mengingkari janjiku sendiri. Majapahit bahkan pantas menghukum ku karena ini."

"Permaisuri...." Terlihat mata Ibu Suri Dyah Gitarja yang menatap gusar anak menantunya itu.
"Apakah Kakandamu telah begitu mengecewakanmu?"

Sudewi kembali terdiam.

Dengan begitu lembut Ibu Suri Dyah Gitarja mengangkat wajah tertunduk menantunya itu.
"Ibu hanya akan mengartikan diammu ini sebagai tanda permintaan mu agar diberikan waktu, Permaisuri." Ucap Ibu Suri Dyah Gitarja.
"Dan tentu saja Ibu akan memberikannya, sebanyak apapun yang kau mau. Sekali lagi Ibu akan tetap mempercayai mu."

Sudewi tampak menatap lekat-lekat wajah teduh Ibu mertuanya itu. Namun sejurus kemudian, ia kembali tertunduk. Sekali lagi, rasanya tak sanggup bagi dirinya untuk melihat mata ibunya yang masih dipenuhi dengan harapan itu.

Berapa banyak lagi waktu yang aku butuhkan Ibu?
Kami telah banyak menghabiskan waktu....
Dan itu ternyata tetap tak ada hasilnya...

Hayam Wuruk & Sri SudewiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang