Bab 15

394 38 0
                                    

Hayam Wuruk memandang lekat-lekat perempuan yang kini telah menjadi istrinya itu.

Betapa cantiknya dirimu malam ini Sudewi...

Bibir perempuan itu menyunggingkan senyumannya yang paling indah. Namun entah kenapa Hayam Wuruk tetap bisa menangkap kesenduan pada wajah cantik itu.

"Sekarang hanya tinggal kita berdua Sudewi." Ucap Hayam Wuruk.
"Berhentilah untuk memaksakan senyummu padaku."

Perkataannya itu seketika membuat Sudewi terkesiap.

"Ma'afkan aku...." Ucap Hayam Wuruk begitu lirih, Sudewi nampak memandanginya dengan bingung.
"Ma'af atas segala yang telah terjadi saat ini."

"Kanda...."

"Entah apa yang kau pikirkan tentangku saat ini Sudewi, kau bahkan pantas untuk membenciku." Sekali lagi Hayam Wuruk nampak menatap pada wajah itu. Dia dapat melihat mata istrinya itu tampak mulai berkaca-kaca.

"Tak seharusnya kau bersamaku disini Sudewi. Tak seharusnya aku menjebakmu dalam kondisi seperti ini."

Sudewi nampak memejamkan matanya, terlihat jelas bahwa wanita itu sedang menahan tangis saat ini.

"Impianmu... tak seharusnya aku menghancurkannya." ditatapnya wajah cantik yang masih terpejam itu.
"Aku telah bersalah padamu karena hal itu Sudewi."

Perlahan mata wanita itu nampak terbuka. Sepasang mata itu kemudian menatap begitu sendu pada Hayam Wuruk. Namun di luar dugaan, bibir indahnya menampakkan sebuah senyuman kembali.

"Tak perlu mengkhawatirkan itu Kanda...aku sama sekali tak membencimu, aku juga sama sekali tak menyalahkanmu, ini adalah keputusan yang telah aku ambil sendiri." Ucap Sudewi. Hayam Wuruk bisa melihat dengan jelas kesungguhan pada mata wanita itu ketika berbicara.
"Kita tidak bisa kembali lagi ke belakang Kanda, yang bisa kita lakukan sekarang adalah menghadapi apa yang akan terjadi di depan." Sekali lagi senyum indah terlihat di bibir wanita itu.
"Aku tahu ini akan sangat sulit bagi kita berdua Kanda...tapi tak bisakah kita menjalani apa adanya terlebih dahulu. Kita jalani apa adanya bersama-sama, tak perlu saling memaksakan apapun." Ucapnya lagi.

Senyum perlahan terbit di bibir Hayam Wuruk. Dengan begitu lembut ditatapnya wajah Sudewi yang juga sedang memandangnya itu.

"Kau benar Sudewi, kita jalani apa adanya dulu." Ucap Hayam Wuruk. Dia rasa apa yang dikatakan istrinya itu benar. Tak ada pilihan bagi mereka kecuali menghadapi apa yang ada di depan saat ini.

Mereka tampak saling pandang dan tersenyum satu sama lain. Seakan hati mereka telah saling bersepakat.

"Beristirahatlah Sudewi, hari ini pasti sangat melelahkan untukmu." Ucap Hayam Wuruk.

Sudewi tampak mengangguk.
"Beristirahatlah juga Kanda." Pintanya.

Hayam Wuruk tampak tersenyum dan mengangguk. Dilihatnya istrinya itu dengan perlahan mulai membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Begitu juga dengan dirinya, di atas sebuah karpet di dekat meja kamar Sudewi, dia nampak membaringkan tubuhnya. Dia sama sekali tak ingin membuat wanita itu merasa tak nyaman jika tiba-tiba harus tidur disamping Hayam Wuruk, maka disinilah dia memilih untuk berbaring sekarang. Dilihatnya lagi wanita yang telah menjadi istrinya itu.

Selamat tidur Sudewi...

Hayam Wuruk nampak tersenyum pada tubuh yang sedang terbaring memunggunginya itu, sebelum dirinya sendiri juga jatuh tertidur.

Entah berapa lama Hayam Wuruk tertidur, yang pasti ketika terbangun pagi ini, dia bisa melihat cerahnya sinar matahari pagi yang masuk lewat celah-celah jendela kamar Sudewi. Dia bisa merasakan hangatnya selembar kain yang menyelimuti tubuhnya. Dia tak ingat telah memakai selimut itu ketika tidur semalam. Apakah Sudewi yang telah menyelimutkan kain itu padanya? Dilihatnya tempat tidur wanita itu telah kosong, kain penutup tempat tidurnya juga terlihat sudah rapi. Nampaknya wanita itu telah terbangun sedari tadi. Dilihatnya kembali kain selimut itu sembari tersenyum, sebelum akhirnya bangkit dari tidurnya dan mulai membenahi dirinya.

Hayam Wuruk & Sri SudewiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang