Sudewi tampak memandangi matahari senja yang masih mengintip indah di langit barat. Semburat warna jingga menakjubkan seharusnya mampu menarik mata siapapun untuk memandang. Tapi tidak dengan Sudewi. Keindahan langit yang selalu disukainya seakan kalah bila harus bersaing dengan ketidak nyamanan hatinya.
Hari-hari telah berlalu semenjak kepergian Nertaja, namun keadaan belum juga berubah. Sudewi belum juga menemukan cara untuk mendekati Hayam Wuruk. Sampai kapan dia harus memberi pria itu waktu? Sampai kapan dia harus menahan hatinya melihat Hayam Wuruk yang terus terpuruk? Dan sampai kapan dia harus mengendalikan kegelisahan hatinya?
Dia cukup bisa memahami jika Hayam Wuruk sama sekali tak ingin berbagi kegetiran yang dirasakannya, tapi pertanyaannya adalah sampai kapan?
"Permaisuri..."
Sudewi cukup terperanjat ketika mendengar seseorang memanggilnya. Dilihatnya Dayang Anwa yang baru saja tiba di kamarnya.
"Ma'af Permaisuri... Ibu Suri Dyah Gitarja meminta Anda untuk makan malam bersama." Ucap Dayang Anwa.
Perlahan Sudewi mengangguk.
"Aku akan segera kesana Dayang Anwa."Sudewi berjalan sembari memikirkan apa yang akan dikatakannya pada Ibu Suri Dyah Gitarja seandainya beliau bertanya kembali tentang keadaan Hayam Wuruk. Dia tak bisa hanya terus-menerus meminta pada Ibu mertuanya itu untuk tetap tenang, disaat tak ada satupun hal yang bisa dilakukannya.
Langkah Sudewi tampak melambat ketika tiba di depan pendopo kediaman Ibu Suri Dyah Gitarja. Hatinya tertegun ketika melihat keberadaan sosok yang teramat sangat ingin ditemuinya.
Hayam Wuruk terlihat sedang duduk bersila di hadapan ibunya. Sudewi tampak menghela nafas panjang memandang sosok yang sedang memunggunginya itu.
"Permaisuri...." Sapa Ibu Suri Dyah Gitarja tersenyum, ketika melihat kedatangan Sudewi.
"Selamat sore ibu." Ucap Sudewi sembari berjalan mendekat. Dilihatnya Hayam Wuruk yang tampak bergerak tak nyaman ketika mendengar suaranya.
Perlahan Sudewi mengambil duduk tepat disamping Hayam Wuruk. Pria itu tampak bergeming, meski Sudewi telah mempersembahkan senyum terbaiknya.
"Permaisuri...temani Ibu makan untuk malam ini Nak." Ucap Ibu Suri Dyah Gitarja tersenyum.
"Tentu Ibu." Ucap Sudewi sembari mengambilkan beberapa makanan untuk Ibu Suri Dyah Gitarja. Tak lupa juga untuk Hayam Wuruk, diambilkannya begitu banyak lauk yang sekiranya akan disukai oleh pria itu.
"Makanlah Kanda..." Pinta Sudewi sembari menyodorkan piring makanan yang telah diisinya penuh.
Meskipun tampak enggan, Hayam Wuruk akhirnya mau menerima piring makanan itu.
Suasana makan malam mereka terasa begitu hening, sampai akhirnya Ibu Suri Dyah Gitarja mencoba untuk bertanya.
"Prabu... bagaimana kondisimu Nak? Apakah kau masih merasa tidak enak badan?""Hanya sedikit Ibu, tak perlu khawatir." Ucap Hayam Wuruk singkat.
"Bagaimana dengan perkembangan perluasan Pelabuhan Canggu Prabu?" Tanya Ibu Suri Dyah Gitarja lagi, tampak tak ingin menyerah menghadapi putranya itu.
"Semuanya lancar Ibu, Paman Gajah Enggon selalu melaporkan setiap perkembangannya padaku." Ucap Hayam Wuruk sekali lagi dengan begitu datar.
Suasana kembali hening. Sudewi bisa melihat Hayam Wuruk hanya nenyuapkan tak lebih dari 3 sendok makanan ke mulutnya. Sisanya pria itu hanya terdiam sembari sesekali minum air dari gelasnya.
"Ibu makan malam ku sudah selesai, apakah ada lagi yang ingin Ibu bicarakan padaku?" Tanya Hayam Wuruk.
Sekilas Ibu Suri Dyah Gitarja tampak menatap bingung.
"Hmmm tidak Nak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hayam Wuruk & Sri Sudewi
Historical Fiction"Tak perlu menuliskan seberapa besar rasa cinta di antara kita di atas selembar kertas." "Jika seseorang mengingatku ketika mendengar namamu disebut, maka ia telah mengerti betapa besarnya rasa cinta itu ." "Meskipun seseorang hanya akan mengenal na...