Sudewi terbangun dalam keadaan tersenyum pagi tadi. Seseorang yang teramat sangat dirindukannya telah hadir dalam mimpinya semalam. Begitu lama dia menantikan untuk bertemu dengan orang itu meski hanya dalam mimpi. Ya seseorang itu adalah ibu kandungnya. Hadir dengan wajah penuh kasih yang selalu diperlihatkannya semasa bersama dulu. Datang memeluk Sudewi seakan ingin memberinya semangat. Sudewi bahkan masih bisa merasakan hangatnya pelukan dalam mimpinya itu.
"Selamat pagi Permaisuri." Sapa Hayi yang baru saja datang.
"Senyum Anda cerah sekali hari ini. Apa gerangan yang membuat Anda seperti ini?" Tanya Hayi nampak begitu senang, melihat senyum cerah tuannya itu. Mata bulatnya nampak lucu memandang pada Sudewi.Sudewi nampak menahan tawa melihat tatapan dayangnya itu.
"Kau ini benar-benar Hayi, tampaknya tak sedikitpun kau memberiku celah untuk menyembunyikan perasaanku sendiri." Ucap Sudewi."Itu karena saya bisa dengan mudah melihatnya di wajah Anda, Anda sedang sedih ataukah bahagia, saya bisa merasakannya, hati kita kan sudah terikat seperti ini..." Dengan wajah jenakanya Hayi nampak mengaitkan kedua jari telunjuk tangannya, membuatnya seakan saling terikat. Seketika Sudewi tertawa melihatnya.
"Selamat pagi Permaisuri." Terlihat Dayang Anwa yang baru saja masuk ke kamar Sudewi.
"Ibu Suri meminta Anda untuk menemui beliau, Permaisuri." Ucap Dayang Anwa.
"Baik, aku akan segera kesana Dayang Anwa." Ucap Sudewi sembari bangkit dari duduknya dan segera berlalu menuju kediaman Ibu Suri Dyah Gitarja.
"Selamat pagi Ibu." Sapa Sudewi ketika tiba, dilihatnya Ibu Suri Dyah Gitarja sedang terduduk di pendopo kediamannya.
"Selamat pagi Permaisuri, kemarilah nak." Ucap Ibu Suri Dyah Gitarja sembari menunjuk tempat dihadapannya.
"Apakah ada sesuatu yang ingin Ibu bicarakan padaku?" Tanya Sudewi.
Ibu Suri Dyah Gitarja nampak tersenyum.
"Permaisuri, kau tentu masih ingat dengan janji yang pernah aku buat padamu bukan?" Tanyanya. Sudewi nampak berpikir sejenak, tentang janji apa yang pernah dibuat Ibu Suri padanya.
"Kau tentu masih ingat bukan, aku pernah berjanji untuk memenuhi segala keinginanmu Permaisuri." Lanjut Ibu Suri Dyah Gitarja, membuat senyum perlahan terbentuk di bibir Sudewi. Teringat olehnya tentang apa yang telah dimintanya pada Ibu Suri."Sesuai dengan keinginanmu aku telah meminta seorang guru untuk mengajarimu sastra dan bahasa." Ucap ibu Suri Dyah Gitarja.
"Sungguh Ibu?" Kini senyuman lebar tampak menghiasi bibir Sudewi.
"Tentu saja nak."
Sudewi benar-benar tak bisa menutupi kebahagiaannya lagi. Meskipun impiannya tak mungkin lagi digapainya, tapi paling tidak dengan tetap belajar sastra akan membawa angin segar tersendiri bagi Sudewi.
"Terimakasih Ibu." Ucap Sudewi.
Ibu Suri Dyah Gitarja nampak tersenyum melihat kebahagiaan terpancar dari wajah menantunya itu.
"Prabu Hayam Wuruk pun ingin kau tetap belajar sastra Permaisuri." Ucapnya, membuat Sudewi seketika terbayang wajah suaminya itu."Baiklah nak, temuilah gurumu. Dia pasti telah menunggumu." Pinta ibu Suri Dyah Gitarja.
"Baik Ibu." Ucap Sudewi.
Dengan semangat yang begitu membuncah Sudewi pergi berjalan meninggalkan kediaman Ibu Suri Dyah Gitarja. Dilihatnya seorang pria paruh baya dengan pakaian yang khas telah menunggunya disebuah pendopo keraton.
"Selamat pagi Permaisuri." Sapa pria itu ketika melihat kedatangan Sudewi.
"Nama saya adalah Atharwa." Ucapnya seraya menunduk hormat pada sang Permaisuri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hayam Wuruk & Sri Sudewi
Fiksi Sejarah"Tak perlu menuliskan seberapa besar rasa cinta di antara kita di atas selembar kertas." "Jika seseorang mengingatku ketika mendengar namamu disebut, maka ia telah mengerti betapa besarnya rasa cinta itu ." "Meskipun seseorang hanya akan mengenal na...