Bab 73

173 24 0
                                    

Hari sudah hampir senja ketika Hayam Wuruk tiba kembali di rumah Nenek Wening. Rumah itu masih begitu sepi saat pria itu masuk ke dalamnya.

Istrinya dan Nenek Wening sepertinya memang belum pulang. Keberadaan Kakek Darya pun sama sekali tak terlihat.

Pria itu tampak menarik nafas panjang sebelum akhirnya memilih untuk keluar kembali dan terduduk di teras. Dipandanginya matahari yang telah bersiap untuk tenggelam sembari menunggu kekasihnya pulang.

Tiba-tiba saja terlihat sebuah lambaian tangan dari seseorang yang berjalan di kejauhan. Hayam Wuruk nampak memicingkan matanya untuk memastikan siapa yang sedang melambai-lambaikan tangannya itu. Dan ternyata itu adalah Nenek Wening yang berjalan berdampingan dengan Kakek Darya. Di belakangnya terlihat Sudewi yang sedang memandang ke arahnya. Tak perlu berfikir dua kali bagi Hayam Wuruk untuk segera menghampiri ketiganya.

"Hei anak muda, apa kau menunggu-nunggu kami sedari tadi?" Tanya Nenek Wening.

"Tentu saja Nek." Ucap Hayam Wuruk, tersenyum memandangi Sudewi.
"Kau terlihat lelah." Lanjutnya sembari mengambil alih keranjang-keranjang ikan yang telah kosong dari tangan istrinya itu.

"Tak apa...." Ucap Sudewi.

Tampak kening Hayam Wuruk yang berkerut saat menyadari senyum Permaisurinya itu tak seindah biasanya.

"Ma'af Nak Panji...." Sela Kakek Darya.
"Aku harus meninggalkan mu sendiri di rumah tadi, karena aku benar-benar merasa khawatir pada Nenek dan Nak Utari."

"Tak apa Kek...."

"Dan benar saja penjahat-penjahat itu datang lagi...." Ucap Kakek Darya dengan begitu sedihnya

"Benarkah?" Sekali lagi Hayam Wuruk memandang pada istrinya yang hanya menjawabnya dengan sebuah senyuman tipis.

"Tapi tak apa anak muda, kami berhasil mengusirnya sekali lagi tadi." Ucap Nenek Wening.
"Sepertinya keputusan tepat nduk ayu ini ikut bersamaku, seakan keberuntungan benar-benar sedang berpihak padaku hari ini. Lihatlah ikan-ikan kami pun tak ada yang bersisa." Dengan begitu senang diguncang-guncangkannya keranjang ikan yang juga telah kosong di tangannya.

Hayam Wuruk tersenyum melihat betapa senangnya Nenek Wening, namun tidak dengan Sudewi yang masih tetap saja tersenyum tipis saat pria itu meliriknya, seakan memang ada sesuatu yang benar-benar sedang dipikirkannya. Dan itu terus berlanjut sampai mereka akhirnya masuk ke dalam rumah.

"Sebaiknya kita segera makan malam, aku membeli banyak makanan enak tadi di pasar." Ucap Nenek Wening tersenyum.
"Kalian tunggulah disini aku akan menyiapkan semuanya."

"Aku akan membantumu Nek." Ucap Sudewi.

"Eh tak perlu nduk ayu." Ucap Nenek Wening sembari menggelengkan kepalanya.
"Kau pasti sudah sangat lelah, beristirahatlah saja disini."

"Tak apa Nek..." Ucap Sudewi yang tetap memaksa mengikuti Nenek Wening menuju dapur.

Hayam Wuruk hanya bisa menarik nafas panjang saat tubuh istrinya itu menghilang di balik tembok.

"Aku pun belum ada disana saat penjahat-penjahat itu datang lagi." Ucap Kakek Darya tiba-tiba.
"Entah apa yang dilakukan mereka pada Nenek dan Nak Utari tadi."

Hayam Wuruk bisa melihat kekhawatiran yang begitu nyata di mata Kakek Darya, seakan keresahan kakek itu benar-benar memuncak saat ini. Membuatnya merasa begitu bersalah, karena hal seperti ini bisa luput dari pengawasannya. Bagaimanapun tak akan dibiarkannya kekhawatiran itu tinggal lebih lama lagi di hati rakyatnya seperti ini.

"Baiklah semua, tolong singkirkan semua barang dari atas meja, karena makanan-makanan ini butuh banyak tempat." Ucap Nenek Wening yang muncul sembari membawa senampan penuh makanan.
"Termasuk tanganmu Kek!" Ucapnya lagi saat melihat tangan suaminya yang masih bertengger dengan manis di atas meja.

Hayam Wuruk & Sri SudewiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang