Pagi juga nampak begitu cerah dihari berikutnya, saat rombongan kerajaan itu telah bersiap untuk meneruskan kembali perjalanannya. Berbagai macam hadiah tak lupa diberikan kepada para penduduk karena telah menjamu rombongan itu dengan sangat baik.
Semuanya tampak berdesak-desakan untuk mengantarkan kepergian sang Raja dan Permaisurinya itu. Mereka, dengan wajah yang terlihat begitu enggan untuk ditinggalkan terus mengiringi sampai akhirnya rombongan itu menghilang di perbatasan desa.
Kini Jimur akan menjadi tempat yang akan mereka kunjungi berikutnya. Disepanjang perjalanan, telah nampak perbukitan indah yang merayu dikejauhan. Dan sambutan yang tak kalah meriahnya pun didapati oleh rombongan itu sesampainya mereka di Jimur.
Para pejabat desa dan penduduk tampak memuas-muaskan diri untuk bercengkrama dengan Raja dan rombongannya itu.
"Kami tak akan lama berada disini." Ucap Hayam Wuruk pada kepala desa Jimur yang menjamu mereka.
"Kami harus tiba di Lodaya sebelum hari menjadi gelap.""Tak apa Prabu, meskipun sebenarnya kami sangat ingin Anda berlama-lama disini." Ucap kepala desa itu.
"Tahun-tahun berikutnya aku akan menjadwalkan untuk lebih lama berada di Jimur." Ucap Hayam Wuruk sembari tersenyum.
"Bagiku pemandangan di Jimur adalah salah satu yang paling indah, akan sangat menyenangkan jika bisa menghabiskan banyak waktu disini.""Saya akan mempersiapkan penyambutan yang lebih baik di tahun-tahun berikutnya Prabu." Ucap kepala desa itu sembari menundukkan kepalanya.
"Tak apa.... seperti ini pun sudah membuatku sangat senang, terimakasih." Ucap Hayam Wuruk.
"Dan sebelum pergi, kami ingin melihat-lihat pemandangan disini terlebih dahulu." Sekilas Hayam Wuruk tampak memandang pada Sudewi yang diapit oleh kedua dayangnya, lagi-lagi Permaisurinya itu harus terduduk jauh darinya.
"Permaisuri Sri Sudewi pasti akan sangat senang jika bisa melihat-lihat pemandangan di Jimur.""Tentu saja Prabu." Ucap kepala desa itu.
"Dengan senang hati kami akan mengantarkan Anda dan Permaisuri."Hayam Wuruk tampak tersenyum senang saat sekali lagi memandangi Sudewi, namun tiba-tiba saja beberapa orang gadis remaja terlihat menghampiri Permaisurinya itu.
Entah apa yang dibicarakan oleh gadis-gadis remaja itu pada Sudewi, yang pasti Hayam Wuruk bisa melihat senyum sumringah seketika tampak di wajah istrinya itu. Dan sejurus kemudian Hayam Wuruk bisa melihat pandangan wanita itu yang perlahan mengarah padanya.
Terlihat kening Hayam Wuruk yang semakin berkerut saat Sudewi yang masih meliriknya berbicara pada salah satu gadis remaja itu. Sang gadis itu mengangguk dan dengan sedikit ragu-ragu lantas menghampiri tempat Hayam Wuruk dan sang kepala desa terduduk.
"Ayah...." Ucap gadis remaja itu pada sang kepala desa.
"Bolehkah aku berbicara sebentar pada Prabu Hayam Wuruk?" Tanyanya kemudian."Apa yang ingin kau bicarakan? Dimana penghormatan mu untuk Raja?" Ucap sang kepala desa sembari menatap bingung pada gadis remaja yang ternyata adalah putrinya itu.
"Ma'afkanlah putri kami, Prabu." Lanjutnya tampak tak enak hati pada Rajanya itu."Tak apa...tak apa...." Ucap Hayam Wuruk sembari tersenyum.
"Apa yang ingin kau bicarakan padaku?" Tanya Hayam Wuruk pada gadis remaja itu."Kami ingin meminta izin pada Anda Prabu." Ucap gadis remaja itu.
"Apakah kami boleh mengajak Permaisuri Sri Sudewi untuk melihat perbukitan permai disekitar sini?"Sekali lagi Hayam Wuruk tampak tersenyum dengan ramah.
"Apakah Permaisuri juga menginginkannya?" Tanyanya."Permaisuri terlihat begitu senang saat kami mengajaknya, dan beliau ingin kami meminta izin pada Anda, katanya beliau baru akan pergi jika Anda mengizinkannya." Ucap gadis itu dengan sedikit malu-malu.
Hayam Wuruk lantas melirik sekilas pada Sudewi yang masih tersenyum di kejauhan itu.
"Jika Permaisuri memang menginginkannya, tentu saja aku akan mengizinkannya, tapi kalian harus lah berhati-hati, jagalah Permaisuri untukku." Ucap Hayam Wuruk sembari tersenyum."Terimakasih Prabu." Ucap gadis itu dengan begitu senangnya.
"Kau dengar apa kata Prabu Hayam Wuruk tadi, jagalah Permaisuri baik-baik." Ucap sang kepala desa pada putrinya itu.
"Kami akan menjaga Permaisuri baik-baik ayah, kami berjanji." Ucap gadis itu pada ayahnya.
"Aku akan meminta seseorang untuk mengikuti kami nanti, jadi tak perlu khawatir. Dan sekali lagi terimakasih Prabu." Lanjut gadis itu sembari menunduk hormat.
"Kami pinjam Permaisuri Anda sebentar!!" Ucapnya lagi sembari berlalu pergi.Hayam Wuruk tampak tak bisa menahan tawanya mendengar perkataan terakhir gadis itu. Dilihatnya gadis itu segera mengulurkan tangannya yang disambut dengan begitu senang oleh sang Permaisuri. Hayam Wuruk bisa melihat binar di wajah istrinya itu saat gadis-gadis remaja itu mulai menggiringnya pergi.
"Astaga...ma'afkanlah kelancangan putri-putri kami Prabu." Ucap sang kepala desa.
"Tak apa..." Ucap Hayam Wuruk.
"Permaisuri pasti akan sangat senang jika bisa melihat pemandangan bersama mereka."Namun di dalam hati sebenarnya dia sangat kecewa. Ditariknya nafas panjang saat melihat Permaisurinya itu berlalu. Harus diakuinya dia kalah cepat dengan gadis-gadis remaja itu. Kini keinginannya untuk bisa berdua bersama Sudewi tak bisa terlaksana lagi.
Senyum kecut tampak tercipta di wajah sang Raja Majapahit itu. Mau tidak mau dia harus menelan kekecewaannya sendiri. Seandainya saja mereka punya kesempatan sejenak untuk menikmati waktu berdua, tapi itu jelas tak mungkin, kecuali mereka datang bukan sebagai Raja dan Permaisuri.
Bukan sebagai Raja dan Permaisuri?
Hayam Wuruk tampak terdiam saat tiba-tiba saja terbersit pemikiran itu di kepalanya. Bagaimana jadinya kalau dia dan Sudewi berpergian tanpa dikenali? Tidak sebagai Raja dan Permaisuri. Mereka bisa meninggalkan semua atribut kerajaan mereka sementara dan berbaur dengan penduduk tanpa diketahui. Dengan begitu mereka akan punya banyak waktu bersama. Lagipula dengan cara itu juga Hayam Wuruk bisa lebih tahu keadaan rakyatnya yang sebenarnya bukan?
Ya, tak ada salahnya merencanakan itu....
Senyum kecut yang tadi sempat diperlihatkan wajahnya kini berubah menjadi senyum penuh harapan. Harapan untuk bisa membuat Permaisurinya lebih dekat padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hayam Wuruk & Sri Sudewi
Historical Fiction"Tak perlu menuliskan seberapa besar rasa cinta di antara kita di atas selembar kertas." "Jika seseorang mengingatku ketika mendengar namamu disebut, maka ia telah mengerti betapa besarnya rasa cinta itu ." "Meskipun seseorang hanya akan mengenal na...