Bab 44

196 25 0
                                    

Bulan-bulan telah berlalu semenjak kembalinya Patih Gajah Mada di lingkup pemerintahan Majapahit. Semuanya tampak berjalan sebagaimana mestinya. Terik sinar matahari dan curahan air hujan tampak berganti-gantian melimpahi kerajaan besar ini.

Dari tempatnya terduduk di pendopo, Sudewi tampak menikmati semilir angin yang berhembus. Dikejauhan terdengar suara kicauan burung yang begitu ceria seakan mereka semua sedang mengucap syukur atas limpahan hujan yang turun semalam, dan itu begitu menenangkan. Ya Sudewi merasa Majapahit dalam keadaan yang begitu tenang saat ini. Dan dia berharap keadaan seperti ini akan terus berlanjut.

Lama Sudewi terduduk sendiri di pendopo itu. Dilihatnya sinar matahari yang semakin terik, menandakan bahwa hari semakin siang.

Apakah Guru Atharwa tidak akan datang lagi hari ini?

Sudewi tampak menghela nafas panjang. Dua minggu telah berlalu semenjak dirinya menerima surat dari kadewaguruan atau tempat pendidikan Guru Atharwa yang mengabarkan bahwa gurunya itu tidak akan bisa datang ke keraton Trowulan untuk beberapa waktu karena jatuh sakit. Sebenarnya Sudewi sangat berharap bahwa gurunya itu akan datang hari ini, tapi sepertinya harapannya itu tak akan terkabul.

Kini ada kekhawatiran yang dirasakan hati Sudewi membayangkan Guru Atharwa yang sedang sakit. Parahkah sakit gurunya itu? Karena sejauh yang diingatnya, tak pernah sekalipun Guru Atharwa mengingkari pertemuannya dengan Sudewi. Justru Sudewi lah yang sering membuat gurunya itu menunggu atau bahkan membatalkan pertemuan mereka.

"Sudewi..."

Suara lembut seseorang yang memanggil tampak mengalihkan perhatian Sudewi.

"Kanda..." Sudewi bisa melihat Hayam Wuruk yang tersenyum seraya datang mendekatinya.
"Kanda tak sedang sibuk hari ini?" Tanya Sudewi, ketika suaminya itu telah terduduk di hadapannya.

"Hmmm sedikit." Ucap Hayam Wuruk.

"Sedikit?" Ulang Sudewi.

Hayam Wuruk tampak tersenyum.
"Pertemuan di Balai Agung Manguntur baru saja selesai Sudewi." Ucapnya.

"Apa terjadi masalah?" Tanya Sudewi.

"Di awal-awal musim penghujan, aku sempat memerintahkan beberapa utusan untuk memeriksa setiap saluran air di luar wilayah Trowulan, kau ingat?" Tanya Hayam Wuruk.

Sudewi tampak mengangguk perlahan.

"Aku meminta mereka melakukan perbaikan segera jika ada yang mengalami masalah." Lanjut Hayam Wuruk.
"Hari ini aku ingin tahu apakah masalah itu sudah teratasi atau belum."

"Apakah masih ada masalah lagi?" Tanya Sudewi.

"Syukurnya tidak Sudewi. Sejauh ini semuanya bisa diatasi. Yah meskipun musim penghujan mungkin hanya tinggal beberapa minggu lagi, tapi tak ada salahnya memastikan semuanya berjalan dengan baik." Ucap Hayam Wuruk.

Sudewi tampak mengangguk-anggukan kepala sekali lagi mendengar penjelasan dari suaminya itu.

Sejurus kemudian Hayam Wuruk tampak mengedarkan pandangannya.
"Guru Atharwa tidak datang lagi hari ini?" Tanyanya ketika menyadari Sudewi yang sedang terduduk sendiri di pendopo itu.

"Hmmm iya Kanda...sepertinya beliau  masih sakit." Ucap Sudewi.

"Jangan terlalu khawatir Sudewi." Ucap Hayam Wuruk mendapati raut wajah istrinya yang berubah cemas ketika membicarakan gurunya itu.

"Tapi ini sudah cukup lama Kanda, tidak bisa dipungkiri bahwa aku merasa begitu khawatir." Ucap Sudewi. Ingin sekali rasanya Sudewi melihat langsung kondisi Guru Atharwa, bagaimanapun kehadiran gurunya itu sangat berarti.
"Kanda, apakah tempat kadewaguruan Guru Atharwa sangat jauh?" Tanya Sudewi kemudian.

"Cukup jauh Sudewi, kadewaguruan itu terletak di tengah-tengah hutan, butuh beberapa jam untuk tiba disana."

"Apakah Kanda pernah kesana?"

"Aku pernah beberapa kali kesana dulu."

"Apakah tak apa jika aku pergi kesana?"

"Haruskah kau pergi kesana?"

"Aku sangat ingin menjenguk beliau Kanda, tapi...hanya jika kau memang mengizinkanku untuk pergi." Ucap Sudewi.

Hayam Wuruk tampak menatap lekat-lekat wanita dihadapannya itu. Bisa dilihatnya raut kekhawatiran di wajah istrinya itu dan dirinya tahu Sudewi tak akan menyerah begitu saja untuk melakukan sesuatu yang dirasa bisa meredam rasa khawatirnya itu.

"Baiklah, jika kau memang ingin pergi." Ucap Hayam Wuruk.
"Aku akan mengantarmu."

"Tak perlu Kanda...." Ucap Sudewi dengan segera.
"Maksudku kau tak perlu mengantarku. Aku tak ingin kau meninggalkan keraton jauh-jauh hanya untukku. Aku tak ingin merepotkanmu."

Hayam Wuruk tampak menghela nafas panjang. Sekali lagi ditatapnya wajah istrinya itu.
"Kau tak ingin aku antar?" Tanyanya sekali lagi.

Perlahan Sudewi menggeleng.

"Baiklah, tapi jangan menolak jika aku memerintahkan beberapa prajurit untuk selalu mengikutimu." Ucap Hayam Wuruk.
"Dan kau juga jangan coba-coba untuk berusaha menjauh dari mereka."

"Jangan khawatir Kanda, aku pastikan tak akan jauh-jauh dari mereka." Ucap Sudewi. Dia cukup bisa memahami permintaan suaminya itu. Apa yang terjadi di hutan pada mereka kala itu, membuat Hayam Wuruk semakin berhati-hati dalam segala hal. Dan Sudewi tidak akan bisa menolak perintahnya itu. Perlahan Sudewi tampak tersenyum ketika dilihatnya senyum juga sedang menghiasi wajah suaminya itu.

Hayam Wuruk & Sri SudewiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang