Aku kira aku sudah tuntas dengan duka tujuh tahun silam
Namun rupanya ketika ku injakkan lagi kaki ku di tempat itu, ada luka yang meraung perihSelasar rumah sakit itu nampak ramai di jam besuk
Dengan mudahnya aku bisa masuk tanpa harus beeradu argumen dengan lelaki dalam balutan seragam satpam
Pandangan ku memutari tiap sudut rumah sakit
Masih sama seperti yang ku kenal duluBau obat menusuk indra penciuman, begitu pekat
Aku meneruskan langkah hingga sampai ke tujuanAku benci suasana itu
Benci jika harus mengingat tiap inci tanah yang ku pijakUntuk sesaat aku menepis tiap luka yang meronta
Meminta dikeluarkan lewat air mata
Namun saat keheningan menyergap kembali, luka itu menjelma menjadi sebuah memori
Yang dengan mudahnya berputar dalam kepala
Membangkitkan peristiwa di tiap sudut rumah sakitAku ingat bagaimana senyum itu tiap kali aku datang
Aku ingat betapa beliau takjub kala ku terbangun tanpa beliau minta
Aku ingat kala ku terjaga di sisi nya hanya untuk mengamati pola napas nya
Dan aku ingat, bagaimana aku menangis mendengar vonis dokter tahun itu..Tak terhitung hari saat ku bersamanya.
Menyeka keringatnya,
Membantunya membasuh muka,
Menyuapi nya,
Dan segala hal yang tak bisa Ia lakukan sendiri..Kala itu sempat ingin berkata "aku lelah"
Namun melihat semangat hidupnya yang tinggi, aku menjadi malu..Hingga hari penyesalan itu tiba..
Hari-hari yang pernah terlalui terasa hampa kala aku tak bisa berada di sisi nya tepat saat Ia meregang nyawa..Berbulan - bulan berjuang bersama, namun aku seperti meninggalkannya sendirian..
Aroma obat yang menyengat membuyarkan lamunan singkat itu..
Proyeksi memori yang terasa begitu nyata..Kini.. di rumah sakit yang sama, aku menggantungkan asa..
Semoga luka yang ku timbun tak lagi menganga karenan nestapa
KAMU SEDANG MEMBACA
Monolog
RomansaSebuah rangkaian kalimat yang dilontarkan untuk diri sendiri agar bisa segera bangkit dari hari-hari yang patah