Sudut Patah Hati

434 2 0
                                    

Aku ingin mengakhiri pertengkaran yang terjadi setiap hari.
Yang melibatkan pikiran serta hati..
Agar tak lagi bermuram durja disudut kedai kopi ini.

Ya..
Tempat ini masih jadi tempat favoritku.
Dimana kau biasa duduk di seberang kursi ku, dan menatapku dengan mata coklat yang berbinar.
Pesananku masih sama.
Secangkir kopi dengan susu bercampur caramel.
Tidak pahit, tapi tidak terlalu manis.

Aku tak pernah lepas menatapmu ketika kau berbicara.
Bahkan untuk hal yang tak penting sekalipun.
Mata mu selalu bercahaya saat aku melontarkan sekumpulan kata menanggapi apa yang kau ceritakan.
Pun dengan kau..
Dengan bijak kau akan membalas semua keluh atas hari yang kulalui.
"Kau terlalu banyak mengeluh" kata mu.
Aku yang tak bisa menghindar hanya akan menarik tubuhku untuk bersandar dan menekuk bibirku.
Lalu kau akan tertawa dan menyuapiku sesendok es krim yang biasa kau pesan.

Selama bertahun-tahun kita melalui nya, tak pernah sedikitpun bosan menghampiri.
Sampai suatu hari kau lebih tertarik pada sesuatu yang diluar kebiasaan mu.
Kau mengenalnya.
Yang baru sebentar hadir dalam hidupmu.
Kemudian, kau tak lagi mengajakku menghabiskan waktu di kedai ini.
Tak lagi memesan semangkuk es krim green tea yang biasa kau lumat sampai tak bersisa.
Tak lagi melingkarkan tanganmu pada lengan ku ketika berjalan.
Kau pergi..
Dan aku selalu kembali ke kedai ini, sendiri...

Masih dengan kebiasaan yang biasa kita lakukan.
Memilih meja yang bahkan si pemilik kedai sudah bisa menebaknya.
Memesan kopi dengan rasa yang sama.
Menikmati Kota Bandung dengan suasana yang sama. Dingin..
Bedanya, tak ada lagi kau di seberang kursi ku.
Membiarkan aku meracau sendiri atas hari-hari berat yang ku lewati.
Tanpamu...

Mataku nenatap cakrawala yang menghitam.
Aku iri pada laki- laki itu.
Yang dengan mudah merebut hati mu dari pengecut sepertiku,
Yang hanya bisa mengagumi mu dari seberang, tapi tak punya nyali untuk duduk berdampingan
Yang bersembunyi dibalik nama sahabat.
Yang memendam rasa hanya karena tak sudi kau terluka.

Ah, pantas kau lebih memilih nya.
Rupanya Ia sangat pandai melucu.
Bahkan tawa mu tak pernah luput saat bersamanya.
Tak seperti aku yang hanya menyuguhi mu dengan segala keluh.

Dari sudut kedai ini, aku menatapmu jauh.
Menyesap rindu dari balik cerutu.
Bodohnya, aku masih menyukai mata coklat milikmu.
Yang selalu bersinar ketika kau menyukai topik obrolan kita.
Aku masih menyukai senyummu.
Yang bahkan hadir meski kau tak mengerti apa yang ku bicarakan.








Nona, berbahagialah.
Kelak jika Ia menyakitimu, kau tau kemana harus mencari ku...

MonologTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang