Chapter 711 : Perjamuan

90 17 0
                                    

Hua Zi Rong tersenyum samar-samar. "Karena semua pejabat sudah hadir, kita akan memasuki aula perjamuan."

Perkataannya membuat para pejabat lengah, dan beberapa pejabat bahkan mulai bertanya-tanya apa yang dimaksud Hua Zi Rong. Namun, para pejabat tetap mengikuti penguasa mereka ke aula perjamuan terlepas dari keraguan mereka.

Su Xi-er berbagi senyum sama-sama tahu dengan Pei Qian Hao dan Du Ling sebelum mengikuti yang lainnya ke aula perjamuan.

Hua Zi Rong duduk di tempat duduk tertinggi, sementara Pei Qian Hao dan Su Xi-er berada di dua kursi di kirinya. Sedangkan Du Ling, ia duduk di kursi yang lebih rendah di kanan Hua Zi Rong, memungkinkan ketiganya untuk saling berhadap-hadapan.

"Raja ini telah mengumpulkan kalian semua para pejabat di sini, untuk membahas banjir Provinsi Meng." Hua Zi Rong langsung ke intinya.

Para pejabat bahkan lebih bingung dengan apa maksud Hua Zi Rong, dan hanya bisa lanjut mendengarkan.

Hua Zi Rong mencibir dalam hati setelah melihat ekspresi kebingungan para hadirin. "Raja ini tahu bahwa kepentingan rakyat sipil sangat penting bagi semua pejabat, jadi aku yakin bahwa kalian semua sudah memiliki ide tentang bagaimana cara meringankan bencananya."

Ia melihat ke bawah ke para hadirin, tetapi terkejut karena tidak melihat Perdana Menteri Wen.

Tatapannya langsung membeku. "Kenapa Perdana Menteri Wen tidak datang?"

Suasananya dengan cepat berubah jadi lebih buruk, sebelum suara batuk memecah keheningan, dan muncullah Perdana Menteri Wen. Ia mengenakan pakaian resminya, tetapi wajahnya pucat pasi, seolah-olah ia telah menderita rasa sakit dan kesulitan yang luar biasa.

Hua Zi Rong keheranan. Baru beberapa hari aku tidak bertemu dengannya; bagaimana ia bisa jatuh ke dalam kondisi itu? Atau apakah itu kepura-puraan supaya ia bisa menghindar pergi ke Provinsi Meng?

Suhu di mata Hua Zi Rong pun anjlok lebih jauh. "Perdana Menteri Wen, ada apa denganmu?"

"Menjawab Yang Mulia, pejabat tua ini masuk angin, dan udara dinginnya telah memasuki paru-paruku." Perdana Menteri Wen menggunakan lengan jubahnya untuk menutupi hidungnya, bersamaan dengan kilat licik yang melintasi matanya.

Reaksi di antara para pejabat yang hadir pun beragam. Ada yang menatap kasihan, sementara ada yang menonton dengan niat jahat.

Su Xi-er menonton lelucon itu dengan tenang sementara Pei Qian Hao tampak memujanya. Sedangkan Du Ling, si Raja Wilayah Barat hanya menenggak secangkir anggur sembari menonton pertunjukan.

Hua Zi Rong memandangi Perdana Menteri Wen, mendapatkan kecurigaan bahwa sedang terjadi sesuatu. Namun, ia tidak punya petunjuk untuk melanjutkan.

"Perdana Menteri Wen, karena kau begitu sakit, kau harus cepat-cepat duduk." Hua Zi Rong berujar acuh tak acuh.

Perdana Menteri Wen menunjukkan ekspresi yang tulus. "Pejabat tua ini berterima kasih atas perhatian Yang Mulia."

"Apakah ada keberatan dari semua yang hadir?" Hua Zi Rong dengan cepat kembali ke topik utama.

Para pejabat menyatakan persetujuan dengan cepat. "Pejabat biasa ini mematuhi titah kekaisaran, dan kami tidak berani mengajukan keberatan."

Senyum pun merekah di mulut Hua Zi Rong. "Karena itu kasusnya, mari kita mulai."

"Meskipun pejabat ini jujur, aku memiliki papan catur Ling Long yang agung yang diwariskan turun-temurun oleh nenek moyangku. Aku ingin menawarkannya untuk dilelang." Seorang pejabat berdiri dan berkata.

Pejabat lainnya pun mengikuti dengan menggebu-gebu. "Walaupun pejabat tua ini sudah berumur, aku bersedia menyumbangkan tiga tahun gajiku untuk membantu para pengungsi."

Hua Zi Rong memandang ke arah Perdana Menteri Wen, tetapi menemukan bahwa orang itu tidak berniat untuk berdiri. Ia hanya terus menatap intens ke yang lainnya.

Indra keenamnya tergelitik. Mungkinkah Perdana Menteri Wen berpikir untuk melanggar perjanjian? Tampaknya Raja ini sudah terlalu lunak padanya.

"Perdana Menteri Wen, apa yang kau tawarkan?" Hua Zi Rong memanggil Perdana Menteri Wen secara langsung.

Meskipun ekspresi Perdana Menteri Wen pucat pasi, tatapannya tenangg. "Pejabat biasa ini hanya punya Kediaman Perdana Menteri untuk ditawarkan. Aku bersedia menjualnya untuk membantu para pengungsi."

Kegusaran mengubah roman wajah Hua Zi Rong. Hebat sekali kau, Perdana Menteri Wen! Apa kau secara tak langsung sedang mengajukan keluhan terhadap Raja ini? Apa yang akan rakyat pikirkan jika mereka mendengar bahwa Raja Xi Liu yang maha kuasa memaksa perdana menteri untuk menjual kediamannya?

Api kemarahan menyala di matanya, meski ia memaksakan diri untuk menekan amarahnya.

"Perdana Menteri Wen, memberikan bantuan pada pengungsi harusnya dilakukan seusai kemampuan. Bagaimana bisa kau melakukan sesuatu seperti itu?" Hua Zi Rong memperingatkannya.

Akan tetapi, sepertinya Perdana Menteri Wen sudah salah menelan obat hari ini. "Yang Mulia, ini adalah keinginan pejabat tua ini. Mohon kabulkanlah." Bahkan ada nada mengancam yang halus selagi ia berbicara.

Darah Hua Zi Rong mendidih, sementara para pejabat masih terguncang. Apa yang terjadi? Bagaimana semuanya jadi begini?

"Perdana Menteri Wen, mohon dipertimbangkan lagi. Yang Mulia telah meminta kita berkontribusi sesuai kemampuan kita. Mengapa kau harus bersikeras dengan caramu?" Seorang pejabat mencoba mencegahnya.

Tatapan Perdana Menteri Wen keras kepala. "Mohon kabulkanlah keinginan pejabat tua ini, Yang Mulia."

Si pejabat yang barusan hendak menghentikannya, tetapi Hua Zi Rong lebih cepat. "Kau tidak perlu bicara lebih jauh. Karena ini adalah keinginan Perdana Menteri Wen, Raja ini akan membiarkanmu mencapainya."

"Yang Mulia, ini sama sekali tidak boleh. Jika berita ini menyebar, itu akan merusak reputasi Xi Liu." Seorang pejabat sipil berdiri dan mencoba yang terbaik untuk menengahi situasi.

Du Ling menyeringai. "Karena ini adalah harapan Perdana Menteri Wen, tidak ada salahnya bagi Raja Xi Liu membiarkannya mendapatkannya. Namun, ia tidak perlu menjual semuanya; setengahnya saja sudah cukup."

Perdana Menteri Wen menundukkan kepalanya, menyembunyikan kilatan di matanya. Mungkinkah Raja Wilayah Barat telah mendeteksi sesuatu? Kalau tidak, mengapa ia akan berbicara menentang hal ini?

"Perkataan Raja Wilayah Barat masuk akal. Perdana Menteri Wen, kalau begitu jual saja sebagian dari asetmu." Hua Zi Rong tersenyum tipis.

Perdana Menteri Wen ngotot. "Pejabat biasa ini berterima kasih atas perhatian Yang Mulia. Namun, terlepas seberapa besar rumahnya, pejabat tua ini hanya menempati satu ranjang. Kuharap agar Yang Mulia bisa mengabulkan keinginanku."

Sepertinya sesuatu berbunyi di benak Hua Zi Rong. "Karena Perdana Menteri Wen begitu bertekad, kita akan membahas masalah ini lagi lain kali."

Hawa dingin merembes ke hati Perdana Menteri Wen. Kau benar-benar beruntung; ia masih mau melindungimu meskipun kau sering membantahnya.

"Pejabat biasa ini mematuhi perintah." Segera setelah berbicara, Perdana Menteri Wen terserang batuk hebat.

Para pejabat semakin bingung dengan apa yang sedang terjadi. Perdana Menteri Wen adalah rubah tua licik dan waspada. Mengapa ia jadi orang yang keras kepala, mencoba menentang Yang Mulia? Mungkinkah ia begitu sakit sampai-sampai otaknya terbakar akibat panasnya?

Perdana Menteri Wen tidak menghiraukan tatapan pejabat lainnya, terus melakukan urusannya sendiri selagi ia tetap duduk.

Perasaan Hua Zi Rong akan datangnya malapetaka akhirnya reda, tetapi tatapan kontemplatif menunjukkan dirinya di matanya.

Senyum samar menggantung di tepi mulut Su Xi-er. Tampaknya Hua Zi Rong juga sudah mengetahui bahwa sedang terjadi sesuatu yang mencurigakan.

Ia tersenyum lembut ke arah Pei Qian Hao, ada tatapan penuh makna di matanya.

Consort of A Thousand Faces 4 [Terjemahan Indonesia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang