Ketika aku hanya menatap ke tanah tanpa menjawab apa-apa, Putra Mahkota membungkuk dan bertanya sambil melihat wajahku.
"Ada apa?"
"........"
"Eung?"
"Sejak kapan?"
"........?"
"Bukankah itu sudah berakhir?"
"......Eung?"
"Kamu menyuruhku untuk berpura-pura kalau lamaran pernikahan itu tidak pernah terjadi."
Saat aku meraih bahunya dan bertanya dengan berani, putra mahkota yang terkejut sesaat, menjawab dengan ekspresi gelisah di wajahnya.
"Itu karena aku pikir kamu belum siap dan aku mengatakannya terlalu terburu-buru, jadi aku memintamu untuk melakukan sesuatu yang tidak pernah terjadi. Aku akan melamarmu lagi nanti ketika kamu sudah tenang."
Sekarang kalau dipikir-pikir, sepertinya aku pernah mendengar hal seperti itu walau sekilas. Dia bertanya sambil menyentuh dahiku yang berdiri dengan pandangan kosong.
"Celebi, demammu masih belum turun?"
Aku menjawab dengan linglung, merasakan tangan dingin yang menyentuh dahiku.
"........ Ya, saya pikir begitu."
Dia memiringkan kepalanya dengan curiga.
***
Ketika aku memintanya untuk kembali, Putra Mahkota tampak memiliki banyak hal untuk dikatakan, tapi dia hanya menutup mulutnya.
Bahkan sebelum dia pergi, dia terus menatap wajahku dan mengucapkan kata-kata penuh kekhawatiran.
'Sepertinya kamu sedang tidak enak badan. Kulitmu pucat.' Atau, 'Aku harus tinggal di sini lebih lama lagi......' , dia juga mengatakan hal-hal seperti, 'Lain kali, aku akan datang mengunjungimu secara resmi.'
Tentu saja aku tidak menjawab apa pun. Putra mahkota sepertinya mengira aku telah mengeluarkan perintah untuk mengusir tamu karena aku sedang tidak sehat.
Akan lebih mudah bagiku jika dia berpikir seperti itu.
Setelah dia kembali, aku berbaring sendirian di kamar tidur dan tenggelam dalam pikiranku. Bagaimanapun, sepertinya perlu untuk menjelaskan dengan jelas tentang hal ini.
Tidak masalah apakah dia akan menikah atau tidak, tapi jika dia mengatakan alasan dia tidak bisa menikah adalah karena aku, aku tidak bisa hanya melepaskan tanganku dan melihatnya.
Aku sedang berpikir dari mana harus mulai, dan aku mendengar suara pelayan mansion memanggilku.
Itu berarti ayah Celebi atau Duke Prineus, sedang mencariku.
Aku punya firasat bahwa akan ada serangkaian hal yang mengganggu. Perlahan-lahan aku mengangkat tubuhku yang berat dari tempat tidur.
Pintu yang berat dibuka oleh para pelayan dan aku bisa melihat ayahku, Duke Prineus yang sedang minum teh di dekat jendela.
Mata ungu yang bersinar dingin menatapku. Aku menatap mata dingin itu dengan tenang lalu bergerak dan duduk di depannya.
Sudah cukup lama sejak aku menjadi Putri Celebi, tapi dia adalah orang yang hanya pernah aku temui beberapa kali.
Aku tidak merindukan Duke Prineus karena dia bukan ayah kandungku, tapi entah bagaimana tampaknya hal yang sama berlaku untuk Duke Prineus.
Beruntung Duke Prineus memiliki sifat tidak peduli pada anaknya. Selama aku tidak melakukan sesuatu yang tidak berguna, ekorku tidak akan diinjak.