Chapter 54

5.5K 853 47
                                    

Nick Sheridan memiliki empat kriteria utama untuk menjadi teman atau kekasih yang ideal; tampan, pintar, kaya, dan populer.

Itulah sebabnya, sejak tahun pertama dia memasuki universitas, semua klub menginginkannya untuk bergabung dengan klub mereka. Tak hanya itu, para gadis berebut ingin menjadi kekasihnya, dan semua orang ingin menjadi temannya. Dapat dipastikan bahwa Nick tak akan menjalani masa kuliah yang sepi dan membosankan.

Namun, di luar dugaan semua orang, dia malah memilih bergabung dengan klub buku serta bersahabat dengan si kutu buku Theodore Miller. Tak ada yang memahami mengapa Nick memutuskan untuk berteman dengan Theodore--seorang penyendiri yang pemalu dengan penampilan kuno, di saat dia dapat berteman dengan siapa pun yang dia mau.

Tentu saja Nick punya alasannya sendiri. Dia menyukai kesederhanaan dalam diri Theodore, sesuatu yang jarang ditemuinya pada orang-orang di sekitarnya yang hanya tahu berpesta dan bersenang-senang. Selain itu, Theodore terlihat menikmati kesendiriannya, dan Nick sangat penasaran apa sebabnya.

Masalahnya, Theodore malas bergaul dengan orang-orang kaya, apalagi dari keluarga Sheridan. Dia menilai orang-orang semacam itu kerap bertingkah sombong dan hanya mengandalkan kekayaan keluarga semata. Jadi dia mengabaikan ajakan berteman dari Nick, bahkan di saat pemuda itu membuntutinya ke perpustakaan setiap hari dan ikut membaca buku-buku yang dibacanya.

Namun, upaya Nick pada akhirnya berbuah manis. Lambat laun, Theodore dapat melihat bahwa pemuda tersebut tak seperti orang kaya lain di kampusnya. Nick ramah, tak arogan, serta tak membeda-bedakan orang lain, apa pun keadaan ekonominya.

Dia pun memutuskan untuk menerima persahabatan yang ditawarkan Nick. Dan sejak saat itu, mereka menjadi dua sahabat yang tak terpisahkan.

Bersahabat dengan Nick membawa perubahan dalam hidup Theodore. Dia mengubah gaya berpakaiannya mengikuti Nick menjadi lebih modis, menukar kacamata tebalnya dengan kontak lens, membeli pakaian-pakaian baru yang lebih trendi, dan tak ketinggalan mengganti gaya rambutnya.

Sekarang dia bukan lagi Theodore Miller si kutu buku yang tak menarik. Dia telah bermetamorfosis menjadi Theodore Miller yang tampan, dan perubahan tersebut disadari betul oleh para gadis di kampusnya, tak terkecuali Mila Jacoby.

Mila yang baru saja putus dari kekasihnya tengah menginginkan sesuatu yang baru, yang berbeda dari sebelumnya. Mengingat dia belum pernah berpacaran dengan seorang kutu buku yang pemalu seperti Theodore, kenapa tak mencobanya sekarang? Pria pemalu itu pasti akan dengan senang hati menerima Mila yang cantik sebagai kekasihnya.

Namun Mila keliru.

Sejak kecil, Theodore sudah dijejali dengan pentingnya kerja keras, pendidikan, dan penghematan. Mengubah penampilan tak berarti dia berubah menjadi orang yang berbeda; dia masih tetap seorang kutu buku yang hanya mencintai buku-bukunya dan bertekad untuk lulus kuliah secepat mungkin. Maka dari itu, dia tak berniat menjalin hubungan dengan siapa pun selama kuliah, terutama dengan gadis-gadis kaya yang hanya sibuk berpesta seperti Mila.

Jadi, tentu saja dia menolak pernyataan cinta Mila. Dia bahkan tak berusaha memperhalus penolakannya sama sekali.

Mila pun terkejut, tak menyangka akan mendapat penolakan. Namun dia tak bersedia menyerah begitu saja. Kini, Theodore bukan lagi suatu 'permainan baru', melainkan tantangan yang harus ditaklukkan.DiIa bertekad membuat Theodore bertekuk lutut padanya, cepat atau lambat.

Satu hal yang tak diketahui Mila, takdir terkadang mempertemukan seseorang dengan pasangan jiwanya di waktu yang tak disangka-sangka, dan itulah yang terjadi pada Theodore.

Ketika dia bertemu dengan Charlotte Finnigan, dia dapat merasakan kupu-kupu beterbangan dalam perutnya. Dia tak dapat mengalihkan pandangannya saat melihat mata biru Charlotte yang berbinar-binar, senyumnya yang begitu memesona, serta rambut ikalnya yang membingkai wajahnya dengan sempurna.

Untuk pertama kali dalam hidupnya, akhirnya Theodore tak memikirkan buku-bukunya. Yang ada di benaknya hanyalah bagaimana cara untuk berkenalan dengan gadis anggota klub piano tersebut. Satu-satunya cara yang dapat dia pikirkan adalah meminta bantuan Nick.

"Aku perlu bantuanmu, Nick. Bantu aku berkenalan dengan Charlotte Finnigan." Bukan tanpa alasan, Charlotte adalah sahabat Dakota Riley yang tak lain merupakan tunangan Nick.

Nick tahu Theodore sangat tergila-gila pada Charlotte, dan dia yakin mereka akan menjadi pasangan yang serasi, jadi dengan senang hati dia membantu sahabatnya. Dia memesan tempat di sebuah restoran Italia, mengundang Theodore dan Charlotte, lalu memperkenalkan mereka berdua.

Perasaaan Theodore ternyata tak bertepuk sebelah tangan. Charlotte menyukai selera humornya--yang sebenarnya hanya dapat dimengerti oleh sedikit orang, dan mencintai kesederhanaannya. Mereka pun sering menghabiskan waktu bersama, berusaha untuk lebih mengenal satu sama lain, dan kian lama semakin tak terpisahkan.

Mereka berdua bahagia hanya dengan memiliki satu sama lain.

Musim panas kedua setelah pertama kali mereka bertemu, Theodore mengunjungi rumah Charlotte dengan membawa sebuket bunga aster--bunga favorit wanita itu. Begitu Charlotte membuka pintu, pemuda itu segera berlutut di hadapan kekasihnya sambil menyodorkan buket bunga tersebut dan mengucapkan kata-kata yang sudah dilatihnya selama berjam-jam malam sebelumnya.

"Will you marry me?"

Di tengah-tengah buket bunga terdapat sebuah kotak berukuran kecil dalam keadaan terbuka, menampakkan sebuah cincin berlian yang berkilau dengan indah di dalamnya.

Charlotte begitu terharu hingga tak sanggup berkata-kata. Dengan air mata kebahagiaan berlinang di pipinya, dia mengangguk, lalu Theodore menyematkan cincin tersebut di jari tangannya.

Di musim gugur tahun itu, mereka pun menikah.

Pesta pernikahan mereka digelar dengan sederhana dan hanya dihadiri oleh keluarga serta teman-teman dekat. Senyum lebar terus menghiasi wajah kedua mempelai, sembari berkeliling menyapa para tamu undangan untuk mengucapkan terima kasih atas kehadiran mereka. Tak ada yang tak ikut merasa berbahagia.

Kecuali Mila Jacoby.

Dia tak diundang, tentu saja. Theodore tak punya alasan untuk mengundang wanita itu, dan dia juga tahu betapa wanita itu masih terobsesi untuk memilikinya. Hingga beberapa hari sebelum pesta pernikahannya, Mila masih sering meneleponnya atau berusaha menemuinya, dan semua usahanya itu ditolak mentah-mentah oleh Theodore.

Mila yang sakit hati menerobos masuk ke pesta dan mulai meracau. Dia dalam keadaan mabuk, kecewa, dan memendam kebencian yang mendalam terhadap Charlotte--yang dinilainya tak pantas mendampingi Theodore.

Kebenciannya semakin menjadi-jadi ketika melihat Charlotte yang begitu anggun dalam gaun pengantinnya, berdiri di sisi Theodore yang terus memandang istrinya dengan tatapan penuh cinta. Terdorong oleh rasa cemburu, Mila berlari menghampiri Charlotte dan langsung mendorongnya hingga terjatuh. Tak berhenti sampai di situ, dia langsung mengulurkan kedua tangannya dan mencekik leher Charlotte.

Theodore tak tinggal diam melihat istrinya diperlakukan seperti itu. Dibantu oleh Nick, mereka segera menarik Mila menjauhi Charlotte. Tapi Mila malah meronta-ronta sambil terus berteriak histeris, "Lepaskan aku! Dia pantas mati! Hanya aku yang pantas menjadi istrimu, Theodore, kau dengar? Hanya aku!"

PLAK!

Mila tertegun. Dengan mata yang basah dan pipi yang terasa panas, dia terbelalak memandang Theodore tak percaya. "Kau ... kau menamparku?" Bahkan orang tuanya tak pernah memukulnya.

"Pergi, dan jangan pernah muncul di hadapanku lagi," kata Theodore dengan dingin.

Sambil berjalan terhuyung-huyung, Mila pun pergi. Tak sedikit tamu yang memandangi kepergiannya dengan iba, termasuk Nick. Tapi Mila pantas menerimanya. Bagaimanapun, dia berniat membunuh Charlotte--tindakan yang sudah melampaui batas. Diam-diam Nick berharap dalam hati, mudah-mudahan kali ini wanita itu sudah menyerah. Semoga mereka takkan pernah melihatnya lagi.

Nick maupun Theodore tak pernah mengira sebaliknya.

OLIVER'S PUZZLE [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang