Chapter 32

3.1K 636 12
                                    

"T-tolong, keluarkan aku dari sini."

Jane mengangkat mata dari buku yang sedang dibacanya ketika mendengar suara tersebut. Perlahan, dia menoleh, menatap lekat-lekat mata keabu-abuan di hadapannya. Mata itu diwarnai ketakutan--mata milik seseorang yang tahu dia akan mati. Jane sudah beberapa kali melihat mata seperti itu, jadi dia sudah terbiasa.

"Please ...." Pemilik suara itu kembali memohon dengan suara bergetar. "Kalau kau membawaku pergi dari sini, orang tuaku akan memberimu berapa pun jumlah yang kau inginkan."

Jane menggeleng pelan. "Maafkan aku," ucapnya pelan, menghapus seluruh harapan yang tersisa dalam diri remaja berusia lima belas tahun yang tergeletak lemah dengan tubuh penuh luka di depannya. Sebenarnya, Jane tidaklah sekejam itu, dia hanya tidak ingin mengecewakan pimpinannya.

"Dia ... dia akan membunuhku, kan? Seperti dia membunuh Toby ...."

Jane menghela napas dan menutup buku di pangkuannya lantaran tak dapat berkonsentrasi. Apa yang harus dia katakan? Tak ada kata-kata yang tepat untuk menghibur seseorang yang akan mati.

"Kenapa kami harus mati?" Pemuda itu terbatuk-batuk lalu meludahkan segumpal darah. "Apa salah kami?"

Kini Jane menatapnya iba. Kesalahan kalian adalah menjadi salah satu dari puluhan Anak Spesial, pikirnya. Jika kalian hanya anak-anak biasa, kalian tidak perlu mati.

Mendadak, pintu bergeser membuka dan seorang pemuda berambut merah kecokelatan--si pembunuh--melangkah masuk dengan langkah lebar. Dia menatap Jane lalu menggerakkan kepalanya ke arah pintu. "Pergilah, tugasmu sudah selesai."

Jane bangkit sambil menggeleng. "Aku akan tetap di sini."

Sebelah alis si pembunuh terangkat. "Kau yakin? Ini akan menjadi pertama kalinya kau melihatnya."

Jane tahu itu, dan sejujurnya dia tidak siap untuk menyaksikannya secara langsung. Tapi dia ingin melihat sisi lain dari pemuda itu--sisi yang belum pernah dilihatnya. Lagi pula, dia berniat membuktikan pada pimpinannya kalau dia bukan lagi gadis penakut yang nyaris dibunuh ibunya sendiri lima tahun yang lalu.

"Aku yakin." Dia menjawab dengan suara penuh tekad.

Pemuda di depannya hanya mengangkat bahu, lantas melepas sarung tangan hitamnya sambil berjalan mendekati korbannya. "Trevor, benar?"

Pemilik nama tersebut mengerut ketakutan dan berusaha menggerakkan tubuhnya menjauh. Usaha yang sia-sia karena sudah tidak ada tenaga apa pun tersisa dalam tubuhnya. Pemuda malang itu tak dapat bergerak sama sekali meski tidak ada apa-apa yang menghalangi tangan dan kakinya. "Lepaskan aku, please ...," ujarnya dengan suara parau.

"Kau dapat melakukan teleport ... tapi tak mampu menyelamatkan dirimu sendiri. Sangat menyedihkan."

Jane menggigit bibir mendengarnya. Miris memang. Seseorang yang sanggup berpindah tempat dalam sekejap tidak dapat menggunakan kekuatannya untuk kabur. Kondisi Trevor terlampau lemah, itu masalahnya. Sejak diculik, dia terus-menerus disuntik obat penenang dan tak diberi makan ataupun minum. Ditambah lagi, dia juga disiksa hingga sekarat.

"Kau sangat ingin pergi dari sini, ya kan?"

"K-kau akan membebaskanku?"

"Tentu saja."

Mata Trevor melebar, seolah tak memercayai keberuntungannya. "Aku ... aku bisa keluar dari sini? Benarkah?"

Si pembunuh tersenyum geli mendengar nada penuh harap yang tersirat dalam suara Trevor. "Kau harus keluar dari sini agar dia tahu kalau aku serius dengan kata-kataku." Dia lantas berjongkok dan meletakkan sebelah tangannya yang tak mengenakan sarung tangan di pundak kanan Trevor. "Sekarang, aku akan mengabulkan permintaanmu." Gumpalan asap keluar dari bawah telapak tangannya dan bersamaan dengan itu bau daging yang terbakar memenuhi ruangan, diikuti oleh jeritan panjang yang seolah menyuarakan rasa sakit yang diderita pemiliknya.

Jane berusaha keras menjaga matanya tetap terbuka demi menyaksikan pemandangan mengerikan di depannya, tapi pada akhirnya dia menyerah dan menutup mata serta telinganya dengan dua tangan. Ketika sudah tidak mendengar suara apa pun, dia membuka mata dan mendapati si pembunuh tengah memandangi jasad Trevor dengan seringai di wajahnya.

"Dasar bodoh, apa kau tidak tahu kalau kau hanya dapat keluar dari tempat ini dalam keadaan tak bernyawa?"

OLIVER'S PUZZLE [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang