Chapter 30

3.5K 627 23
                                    

Malam harinya, aku berdiri dengan dua gelas cokelat panas di tanganku, dari jauh memandang Peter dan Oliver yang duduk di depan kamar ICU tempat Dokter Rhett dirawat. Operasi beliau berjalan lancar, tapi kondisinya kritis lantaran kehilangan banyak darah--alasan Oliver tak berhenti menyalahkan dirinya dari tadi.

Aku memutuskan untuk menghampiri mereka sebelum minuman cokelat di tanganku dingin. Mereka mendongak ketika mendengar bunyi langkahku mendekat. "Nih," ujarku, menyodorkan masing-masing gelas pada dua cowok itu.

Peter meraih gelasnya sambil menyeringai. "Kukira tak ada cokelat untukku." Dia lalu bangkit dan meraih lenganku, mengajakku menjauh beberapa langkah. "Kita perlu bicara sebentar."

Dengan cemas, aku melirik Oliver dari tempat kami berdua berdiri. "Ada apa? Cepat katakan. Aku tak ingin meninggalkan Oliver sendirian," tambahku dengan berbisik, meskipun mustahil Oliver bisa mendengarnya.

"Kau ... kau sudah tidak marah padaku, kan?" ujar Peter pelan, raut wajahnya penuh penyesalan. "Maafkan aku. Aku tahu seharusnya aku berada di pihakmu, tapi sebagai temanmu, aku harus mencegahmu dari melakukan hal yang mungkin akan kau sesali nantinya."

Aku tidak menyahut. Meskipun sudah melupakan amarahku, bukan berarti aku tak ingat pandangan penuh kekecewaan yang dilontarkannya padaku. Di sisi lain, bagaimanapun dia sahabatku, dan aku tahu maksudnya baik, jadi kuputuskan untuk berbaikan dengannya.

"Sudahlah, lupakan saja." Aku mendongak dan mengutarakan pertanyaan yang seharusnya kutanyakan dari tadi. "Bagaimana kondisi Jarrett? Dan ... kau tahu, reaksi keluarganya."

Peter mendesah lalu menyeruput cokelat panasnya. "Dia kini baik-baik saja, tapi ... Mrs. Jarrett mati-matian ingin kau mempertanggungjawabkan perbuatanmu. Masalahnya, kasus ini melibatkan Anak Spesial, jadi pihak sekolah memintanya untuk tutup mulut serta membatalkan niatnya. Kau tahu, kan, identitas kita harus dirahasiakan, dan ada banyak pihak yang akan dirugikan kalau Anak Spesial tampak buruk di mata masyarakat."

"Dia tak mungkin mau begitu saja, kan?"

"Well, ada satu hal yang menguntungkanmu. Menurut rekaman CCTV di lobi, Sofia-lah yang duluan memprovokasimu dengan menggunakan kata-kata yang tak pantas. Ditambah lagi, dia tak punya hak untuk berada di sana--bahkan meski dia datang untuk bertemu Hayley. Jadi, jika Mrs. Jarrett tak ingin anaknya mendapat masalah, dia harus bersedia menempuh jalan damai." Peter terdiam sejenak, seolah ragu untuk melanjutkan. "Sebagai gantinya, kini dia tengah mengupayakan agar kau dikeluarkan dari sekolah."

Aku menggigit bibir. "Bagaimana dengan saksi di sekitar Laboratorium Omnia? Serta, apakah media sudah mengetahuinya?" Jika insiden ini sampai bocor ke media, Sheridan Group mungkin akan ikut terkena dampaknya.

"Untungnya, tak ada siapa pun di sekitar sana karena itu jam makan siang. Dan mengenai media ... tenang saja, ayahku akan mengurusnya jika memang diperlukan."

Sambil bersandar di dinding rumah sakit, aku menghela napas panjang, tak mengira masalahnya akan jadi runyam begini. Seharusnya aku mendengarkan saat Peter berusaha mencegahku, bukannya malah menuruti emosiku. Aku menghabiskan cokelatku dalam beberapa teguk, lantas dengan frustrasi meremas gelas plastik yang telah kosong itu.

Selama beberapa saat, tak ada satu pun dari kami yang berbicara. Dari sudut mata, aku dapat merasakan Peter tengah mengamati wajahku. Ketika menemukan penyesalan tergambar di sana, dia meletakkan sebelah tangan di pundakku.

"Kita semua belajar dari kesalahan kita dan berkembang pada waktunya masing-masing. Hanya saja, beberapa orang--seperti dirimu--berkembang dengan tempo yang lebih lambat, jadi jangan terlalu keras pada dirimu sendiri."

Kata-katanya membuatku merasa lebih baik, jadi aku tersenyum kemudian mengacungkan kepalan tinjuku ke arahnya. "Bro fist." Ini hal yang selalu kami lakukan sehabis bertengkar--pertanda kalau aku sudah memaafkannya.

OLIVER'S PUZZLE [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang