Chapter 52

2.6K 514 20
                                    

"Kita harus membantu mereka sedikit. Ikuti aku."

Oliver mengikuti Kai menyusuri jalan setapak, menuruni bukit lalu memasuki hutan yang terletak di kaki bukit. Selama beberapa menit, mereka berjalan tanpa saling berbicara, sementara dalam hati Oliver bertanya-tanya untuk apa mereka masuk ke sana. Dan tiba-tiba, Kai berhenti melangkah. Sekitar dua meter di depan, ada dua sosok yang berdiri memunggungi mereka.

"Mereka akan menyamar sebagai kita," jelas Kai, menunjuk dua orang itu.

Dua orang yang dibicarakan membalikkan badan lalu membungkuk hormat pada Kai. Meski dari belakang postur mereka terlihat mirip dengan Kai dan Oliver, akan tetapi saat dilihat dari dekat, ternyata mereka tak ada mirip-miripnya. Pemeran pengganti Kai terlalu muda, sedangkan pemeran pengganti Oliver jauh lebih tua. Tapi dari jauh, orang bisa dengan mudah terkecoh. Begitu Kai mengangguk, mereka bergegas ke luar hutan.

"Kita tunggu di sini sebentar," ujar Kai. Beberapa saat kemudian, dia memeriksa ponselnya lalu berkata, "Oke, kita pergi sekarang." Mereka keluar dari hutan dan berhenti di dekat sebuah mobil hitam. Kai mematikan alarm mobil kemudian masuk ke dalamnya, diikuti oleh Oliver.

Sepanjang perjalanan, Oliver terus-terusan memikirkan siapa sebenarnya sosok yang tengah mengemudi di sampingnya. Yang jelas, Kai Lennox bukan pemilik kelab malam biasa. Dari ucapannya tadi, pekerjaannya pasti bukan sekadar mengelola kelab. Oliver bertanya-tanya apa yang sebenarnya dikerjakan lelaki itu, dan bagaimana seorang dokter bedah plastik bisa mengenalnya.

"Di belakang ada handuk," ujar Kai tiba-tiba. Mengira ucapan itu dimaksudkan agar dia mengambilnya, Oliver pun menoleh ke belakang dan mengulurkan tangan untuk meraih handuk biru muda di atas kursi. Namun, ketika dia hendak memberikannya pada Kai, lelaki itu menggeleng. "Keringkan rambutmu. Kalau tidak, nanti kau bisa sakit."

"Uh ... terima kasih, Sir," sahut Oliver.

Sekitar lima belas menit kemudian, Kai menghentikan mobil di depan sebuah restoran, kemudian dia membuka pintu mobil dan keluar. Pria jangkung itu melongokkan kepala ke dalam mobil saat Oliver tak kunjung menyusulnya. "Kenapa kau diam saja? Ayo keluar, kita perlu ganti mobil. Dan bawa tas kertas cokelat di kursi belakang."

Meski terheran-heran, tapi Oliver mengikuti Kai dengan patuh. Mereka masuk ke restoran, melewati deretan meja-meja yang dipenuhi pengunjung, berpapasan dengan beberapa pelayan yang mengangguk hormat pada Kai, dan akhirnya tiba di dapur. Di sana, sekumpulan koki tengah sibuk bekerja; satu orang membacakan pesanan yang baru masuk--yang langsung diikuti dengan pembagian tugas dari koki kepala, sementara sisanya memasak pesanan pengunjung dengan cekatan. Tak ada satu pun yang tampak terganggu dengan kehadiran mereka.

Sambil berjalan, Kai meraih kunci mobil dari atas kulkas di sudut ruangan. Mata Oliver melebar melihat tindakan pria itu, tapi dia tak yakin apa yang harus dia lakukan, jadi dia menutup mulut rapat-rapat dan membuntuti Kai menuju pintu belakang yang terbuka lebar. Di sana, mereka menghampiri minivan hitam yang diparkir tak jauh dari pintu.

"Maaf, Sir, tapi apa kita boleh menggunakan mobil ini?" tanya Oliver ragu-ragu.

"Kenapa tidak? Mobil ini milikku." Kai mengangguk ke arah restoran. "Tempat itu juga." Pernyataan tersebut menjelaskan sikap para pelayan yang mereka temui tadi.

"Tapi, Sir, untuk apa kita menggunakan mobil lain?" tanya Oliver lagi, setelah mereka berada di dalam minivan. Dia benar-benar tak mengerti. Kenapa mereka harus berganti kendaraan sebelum tiba di tempat tujuan?

"Hanya berjaga-jaga. Siapa tahu orang yang membuntutimu berhasil mengejar kita." Kai menyalakan mesin dan memundurkan mobil, keluar dari gang kecil itu lalu memasuki jalan raya. "Dalam hidup, kau harus memiliki beberapa rencana cadangan."

Mereka berkendara dalam keheningan sementara Kai mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang. Beberapa kali Oliver mendapati pria itu menatap kaca spion untuk memastikan tidak ada yang mengikuti mereka. Dari sikap Kai yang begitu penuh kehati-hatian, mau tak mau dia jadi penasaran seberapa banyak yang diketahui pria itu. Atau mungkin lebih tepatnya, informasi apa yang dimilikinya tapi tidak kuketahui, pikirnya getir.

Kai memarkir minivan di depan sebuah guest house. Seorang wanita berambut pirang keemasan yang memiliki kemiripan wajah dengan Kai membukakan pintu dan mempersilakan mereka masuk. Dia bersedekap sembari mengamati Oliver yang basah kuyup, membuat cowok itu menjadi gugup. Oliver tak terbiasa dipandangi seperti itu--seperti barang yang tengah dinilai berapa harganya.

"Kau membuatnya tak nyaman, Shellie," tegur Kai, sebelum berpaling pada Oliver. "Abaikan dia. Usianya sudah kepala tiga tapi sifatnya masih saja kekanak-kanakan. Ikuti aku." Dia membawa Oliver naik ke lantai dua. Mereka berjalan menyusuri koridor, melewati pintu-pintu kamar yang tertutup rapat, lalu Kai berhenti di depan sebuah lukisan yang digantung di dinding, tepat di ujung koridor. "Lukisan yang indah, kan?" tanyanya.

Oliver mengamati lukisan yang dimaksud. Dalam lukisan itu, sang pelukis menggambarkan seekor harimau yang sedang duduk menghadap ke depan, tampak begitu nyata sekaligus anggun. Sepasang matanya kelihatan sangat hidup, penuh kekuatan dan mengintimidasi, sampai-sampai Oliver merasa sedang bertatapan dengan harimau sungguhan.

Kai memajukan tubuh untuk menatap mata harimau dalam lukisan hingga wajahnya nyaris menempel di sana. Di saat Oliver bertanya-tanya apa yang sebenarnya dilakukan oleh pria itu, mendadak dinding di hadapan mereka bergeser membuka, memperlihatkan suatu ruangan di baliknya. Kai melangkah masuk dan melambai padanya. Setelah Oliver berada di dalam bersamanya, dinding otomatis bergeser menutup kembali.

"Ini"--Kai menunjuk dinding yang barusan bergeser--"hanya bisa dibuka dengan pemindaian retinaku. Jadi kita aman di sini."

Oliver memandang berkeliling dengan cermat. Ruangan itu dicat putih dan tidak memiliki jendela. Di tengah ruangan ada meja panjang dengan laptop di atasnya, dua kursi bersandaran tinggi, dan TV berukuran besar menempel di dinding. Di sebelah kanan ada pintu yang terbuka--sepertinya kamar kecil. Ruangan apa ini sebenarnya?

"Sebaiknya kau ganti dulu pakaianmu yang basah," saran Kai, mengangguk ke tas kertas di tangan Oliver. "Kuharap ukurannya pas."

Oliver memeriksa isi tas dan mendapati pakaian kering di dalamnya, masih lengkap dengan label harganya yang menunjukkan angka fantastis. Dia ingin menolak pemberian lelaki itu, tapi merasa segan, jadi dia menurut dan menuju kamar kecil untuk berganti pakaian.

Ketika dia keluar, Kai sedang berdiri dengan kedua alis bertaut di depan mesin penyedia minuman di sudut. Dia menekan beberapa tombol, lalu mengambil gelas yang muncul di nampan yang menjorok keluar dari sisi samping mesin. "Kopi?" Dia mengangkat gelasnya yang mengepulkan asap ke arah Oliver selagi melangkah menuju kursi. "Atau mau yang lain? Pilihlah sendiri."

Oliver memilih sekaleng soda dingin, lalu beranjak ke kursi dekat Kai. Kursi itu empuk dan memiliki sandaran lengan. Dia membuka kaleng dan meminum isinya sedikit-sedikit, sementara Kai meletakkan gelas kopi yang sudah kosong di meja. "Kau pasti heran ruangan apa ini. Bisa dibilang ini ruangan rahasia--satu dari beberapa tempat tersembunyi milikku. Kau tahu, kerahasiaan para klienku harus dijaga."

Klien? Kening Oliver berkerut semakin dalam sewaktu mendengarnya. Pekerjaan apa yang dilakukan oleh pria ini?

Sudut bibir Kai terangkat membentuk senyum simpul saat melihat kecurigaan menghiasi wajah Oliver. "Jangan cemas. Aku bukan menyediakan jasa membunuh orang atau semacamnya, kok." Dia berhenti sebentar, mata birunya menatap ke dalam mata Oliver. "Nah, sekarang ... kau siap untuk mendengar ceritaku?"

Sekarang atau tidak sama sekali. Oliver menarik napas dalam-dalam, lalu mengangguk. Dia sudah begitu dekat dengan kebenaran yang dicarinya. Apa pun itu, dia harus mengetahuinya agar dapat menghentikan si pembunuh.

"Sebelumnya, aku perlu memberi penjelasan singkat mengenai pekerjaanku. Mungkin kau juga sudah bisa menebak kalau Kai's Club bukanlah satu-satunya sumber pemasukanku. Selain mengelola kelab malam, aku juga menyediakan jasa untuk ... yah, sebut saja 'membantu' orang yang membutuhkan. Misalnya, membantu membuatkan paspor, identitas baru, semacam itu. Biayanya mahal, tapi banyak yang bersedia membayar. Dan pekerjaan itu jugalah alasan aku memerlukan bantuan Orlando.

"Seperti yang sudah kau tahu, dia merupakan satu dari sedikit dokter bedah plastik terbaik selama beberapa dekade terakhir. Terkadang, dia hanya memperbaiki struktur hidung atau dagu. Namun, kemampuannya lebih dari itu. Tergantung permintaan, dia dapat mengubah wajah seseorang hingga menjadi berbeda sama sekali."

OLIVER'S PUZZLE [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang