Chapter 22

3.8K 686 15
                                    

"Melibatkan kami?" ulang Alice gusar. Keningnya berkerut pertanda dia tak mengerti apa maksud perkataan Oliver. "Untuk apa? Bukannya--" Dia berhenti bicara dan menatap sesuatu di belakang pemuda itu sambil memicingkan mata. "Uh, dia lagi," ujarnya jengkel.

Peter mengikuti arah pandangan gadis itu. "Oh, dia," sahutnya, berpaling pada Oliver sambil menyeringai. "Kyle Raven."

Oliver memutar tubuh dan melihat sesosok pemuda bertubuh jangkung berlari mendatangi mereka. Raven .... Dia mencoba mengingat di mana pernah mendengar nama itu sebelumnya. Pesta .... Benar! Alice hampir dibunuh di pesta peresmian pewaris RavenCorp!

"Miss Sheridan, kebetulan sekali kita bertemu di sini!" kata Kyle sembari mengulurkan tangan pada Alice. Setelah tangannya menggantung di udara selama beberapa saat, barulah dia menyadari kalau gadis itu tak akan menyambut uluran tangannya, jadi dia beralih menyodorkan tangannya pada Oliver. "Kau pasti orang yang menyelamatkan dia. Aku Kyle Raven."

Oliver menatap tangan di depannya, ragu untuk menyambutnya, tapi demi sopan santun, akhirnya dia menyambut uluran tangan tersebut. "Oliver Myers."

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Alice dengan nada ketus.

"Aku ingin menjenguk temanmu tapi tak tahu siapa namanya." Kyle menatap Oliver sambil tersenyum. "Tampaknya dia baik-baik saja, syukurlah. Kukira dia terluka cukup parah."

Walaupun pemuda itu terlihat tulus, tapi ada sesuatu dalam caranya tersenyum yang malah membuat Oliver merasa tak nyaman. Kalimatnya juga lebih terdengar seperti sindiran.

Alice memasang senyum palsu di wajahnya. "Well, seperti yang kau lihat, dia baik-baik saja, jadi kau dapat pergi sekarang. Aku yakin kau sibuk," ujarnya, terang-terangan mengusir cowok itu.

Oliver melirik Alice. Ada sesuatu yang terjadi di antara mereka berdua, pikirnya. Alice bukan tipe orang yang tak menyukai orang lain tanpa alasan yang jelas. Kyle pasti telah melakukan sesuatu yang membuat Alice jengkel setengah mati.

Kyle buru-buru membantah, "Aku tidak sibuk--"

"Tapi kami iya!" potong Alice, lantas menggandeng lengan kedua temannya, masing-masing di sisi kanan-kirinya dan menyeret mereka pergi tanpa menunggu Kyle merespons. "Ayo, guys, kita super sibuk."

Setelah mereka sudah berjalan agak jauh, Peter berkata, "Kau pasti masih kesal akibat perkataannya di pesta."

"Yeah, aku muak melihat wajahnya, lagi pula dia kan tak mengenal Oliver. Dia pasti datang karena disuruh kakeknya."

"Apa yang kalian bicarakan?" tanya Oliver, bingung mendengar pembicaraan mereka.

Alice lalu bercerita mengenai percakapannya dengan Kyle sewaktu di pesta, dan setelah mendengarnya entah mengapa Oliver tak berpikir kalau Kyle tengah bercanda. Dia tak tahu apa alasan Kyle mengutarakan semua itu, tapi orang itu terkesan menyembunyikan sesuatu. Dan lagi, alasannya datang ke rumah sakit juga tampak dibuat-buat. Oliver tak percaya Kyle datang untuk menjenguknya. Pasti ada alasan yang lain.

Alice tiba-tiba berhenti melangkah sampai-sampai kedua temannya nyaris terjatuh. Gadis itu melepas pegangannya, berbalik, lalu memandang Oliver sambil berkacak pinggang. "Kenapa kau terdiam? Jangan bilang kau juga memercayai lelucon itu!"

"Juga?" Oliver melirik Peter yang tampak salah tingkah.

Peter berdeham seraya menghindari tatapan temannya. "Kubilang aku tak mengerti kenapa dia membuat lelucon semacam itu, bukan berarti aku percaya padanya."

"Apa pun alasanmu," sahut Alice, mengalihkan pandangan ke bahu Oliver. "Haruskah kita kembali ke kamar rumah sakit? Ada pasien di sini."

"Kalian pergi saja duluan. Aku akan menemui petugas keamanan gedung untuk memeriksa CCTV di parkiran," ujar Peter, wajahnya yang tadinya santai berubah serius. "Jika aku bergegas, mungkin kita masih bisa mendapat sesuatu."

Setelah mereka kembali ke kamar rumah sakit tanpa Peter, Oliver meletakkan ranselnya di ranjang lalu menghampiri Alice yang sudah terlebih dulu duduk di sofa. Pemuda itu melirik tempat di sebelah Alice, tapi pada detik terakhir memutuskan untuk duduk di seberangnya. Dia dapat merasakan tatapan Alice terus mengikutinya sembari dia mengempaskan tubuh di sofa, dan hal tersebut membuatnya gelisah.

Selama beberapa menit tak ada satu pun yang berbicara. Oliver tak yakin apa yang dipikirkan oleh Alice--terutama mengingat apa yang baru saja dilalui oleh gadis itu, jadi dia khawatir kalau hal-hal yang dia ucapkan hanya akan memperburuk keadaan.

Suara Alice akhirnya memecah keheningan. "Jadi, kenapa kau pergi lagi? Kau kan tahu ada yang mau membunuhku." Gadis itu berbicara dengan nada pelan, tapi justru itu lebih menakutkan. Oliver lebih memilih kalau tadinya Alice berteriak marah padanya. Ketenangan yang ditunjukkan Alice terasa sangat tidak biasa.

"Mereka mengincarku. Kupikir kalau aku menjauh darimu, maka mereka tidak akan mengganggumu."

"Well, ternyata tebakanmu salah," sahut Alice, kali ini dengan dingin. "Mereka bahkan mencoba membunuhku untuk kedua kalinya."

Hal itulah yang luput dari perhitungan Oliver. Dia tak menyangka Nate dan Mia akan berusaha mengalihkan perhatiannya hanya agar orang lain dapat kembali menyerang Alice. Dia yakin kalau ini adalah cara si pembunuh untuk memaksanya mengikutsertakan kedua temannya dalam permainan mereka. Tapi kenapa, dan untuk apa?

Mendadak pintu bergeser membuka dan Peter melangkah masuk, langsung menuju tempat kosong di sebelah Alice. Dari tampangnya yang kusut, pemuda itu tak mendapatkan apa yang dia cari.

"Tak ada," ujarnya singkat.

"Tak ada?" ulang Oliver.

Peter mengangguk. "Rekaman ketika kita berada di parkiran. Semuanya tak ada. Lenyap begitu saja, seperti ada yang menghapusnya. Bahkan petugas keamanan di sana juga heran. Dia sudah ada di sana selama beberapa jam dan tak pernah meninggalkan tempatnya sekali pun."

"Lalu bagaimana bisa ada yang menghapusnya?" tanya Oliver, bingung bercampur geram. "Mungkin dia berbohong?"

Peter mengedikkan bahu. "Tak ada cara untuk memastikannya. Aku akan menghubungi temanku yang bekerja di kantor detektif Andromeda City dan memberitahunya informasi yang kita punya mengenai ketiga orang itu. Siapa tahu dia dapat menemukan petunjuk yang berguna."

"Omong-omong, apa yang kau katakan hingga mereka bersedia mencarikanmu rekaman CCTV itu?" tanya Alice penasaran.

"Kubilang ada yang mau mencuri mobilku. Ini," ujarnya, menunjuk luka goresan di pipinya, "buktinya. Makanya kalian tak bisa ikut. Kalian berdua sama parahnya soal berbohong."

Alice memutar bola mata lalu menatap Oliver. "Nah, karena Peter sudah di sini, ceritakan pada kami apa saja yang kau ketahui. Semuanya."

OLIVER'S PUZZLE [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang