Chapter 13

4.7K 869 49
                                    

Bersama-sama, kami berjalan menuju meja terdekat. Aku langsung mengempaskan tubuh di kursi, lalu meluruskan kakiku yang sudah terasa pegal dari tadi akibat harus berdiri dengan high heels setinggi delapan sentimeter. Di sebelahku, Kyle menarik kursi untuk ibuku. Aku mendengus. Tahu betul dia cara untuk membuat ibuku senang. Setelahnya, dia melangkah menuju kursi di sebelahku sambil berbicara di smartwatch-nya, meminta pelayan mengantarkan minuman ke meja kami.

Cowok itu baru saja duduk, tapi mendadak dia kembali berdiri sambil menyelipkan tangan ke balik saku jasnya. Dia mengeluarkan ponsel, menatap layar ponsel dengan ekspresi terganggu, lalu tersenyum pada ibuku. "Jika Anda tak keberatan, Mrs. Sheridan, aku perlu menjawab telepon ini sebentar."

Begitu cowok itu berjalan menjauh dari kami, ibuku langsung menatapku dengan tatapan coba-aku-nilai-penampilanmu. Tanpa dia mengatakannya pun, aku sudah tahu apa arti tatapan itu. Sebentar lagi pasti aku bakal diomelin lagi.

"Kenapa kau memilih gaun ini? Warna kuning tak cocok denganmu! Memangnya tak ada pilihan yang lain? Aku sudah membelikanmu gaun untuk acara ini, kenapa tak dipakai?"

Persis seperti yang sudah kuperkirakan. Dengan malas, aku menyahut, "Aku kesiangan bangun, Mom, jadi aku meraih gaun pertama yang kulihat."

Ibuku menggeleng, lalu mengamati wajahku dengan kening berkerut. "No makeup?" Dia mendesah putus asa. Setelah aku berulang tahun yang keenam belas, ibuku mulai memintaku belajar menggunakan makeup, dalam rangka 'menutupi kekurangan dan menonjolkan kelebihan di wajahku'. Tentu saja aku tak pernah mengikuti anjuran tersebut. Alasannya cuma satu, mengenakan makeup terlalu merepotkan.

Aku cuma nyengir. "Yang penting kan aku datang, Mom. Ah, itu Kyle," kataku, mengangguk ke arah cowok itu. Hasilnya sesuai dengan yang kuinginkan: ibuku berhenti menceramahiku.

Kyle duduk di kursi sebelahku, diikuti oleh pelayan yang datang mengantarkan tiga gelas minuman ke meja kami. Setelah pelayan itu pergi, Kyle berucap, "Terima kasih sudah datang, Mrs. Sheridan, aku yakin Anda pasti sibuk." Sepertinya dia sangat pintar berbasa-basi.

"Tentu saja aku harus datang," sahut ibuku.

"Aku tak menyangka Alice juga datang," lanjut cowok itu. Matanya beralih menatapku, mulutnya mengulum senyum simpul. "Sudah lama aku ingin bertemu dengannya."

Aku balas menatapnya sambil mengerutkan kening. Kenapa dia ingin bertemu denganku? Kami bahkan tak saling mengenal satu sama lain.

"Kuharap kalian berdua bisa berteman baik," kata ibuku dengan wajah cerah. "Kalian tahu kan, ayah kalian dulunya juga bersahabat."

Kyle tertawa. "Percayalah, Mrs. Sheridan, kuharap juga begitu. Bolehkah aku mengajak Alice makan malam kapan-kapan?"

"Tentu saja." Jawaban yang sudah dapat kutebak, menilai dari tingkat keramahan yang ditunjukkan ibuku pada dia dari tadi. Aku sedikit heran mendapati ternyata Mom juga mengenal Kyle. Kukira cuma Gramps yang mengenalnya.

Kyle mendongak dan seketika menampilkan senyum ramah di wajahnya. "Mr. Sheridan," ucapnya. Bertepatan dengan kembalinya kakekku, MC tiba-tiba mengumumkan bahwa acara akan segera dimulai. Kyle pun bangkit dengan berat hati. "Sebenarnya aku masih ingin berbincang-bincang dengan kalian, tapi aku harus mengucapkan kata sambutan sekarang." Cowok itu terdiam sejenak. Mata birunya tertuju padaku, seolah tengah mempertimbangkan sesuatu. "Acara setelah ini adalah dansa, jadi apa aku boleh mengajak Alice berdansa nanti?"

"Ya, tentu saja," jawab kakekku, diikuti oleh anggukan dari ibuku--sementara aku mengerang penuh kekesalan dalam hati.

Setelah Kyle berjalan menuju panggung, ibuku berkata, "Kelihatannya Kyle tertarik padamu."

OLIVER'S PUZZLE [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang