Chapter 7

6.4K 1K 38
                                    

Mia menarik pisaunya dalam sekali tarikan, membuat Oliver harus menggigit bibir menahan sakit. "Tenang saja, kau tak akan mati," lanjut cewek itu. "Aku sengaja tak menusukmu terlalu dalam, dan aku tahu kekuatan spesial apa yang kau miliki. Aku hanya ingin menghentikan upayamu untuk kabur, itu saja."

Oliver mengernyit menahan rasa menyengat yang seketika menjalar di sekujur tubuhnya. Dia dapat merasakan darah mengalir deras dari luka di perutnya, dan lututnya langsung terasa lemas. Namun dia memaksa kakinya untuk tetap berdiri tegak, mengabaikan luka yang berdenyut-denyut menyakitkan serta pandangan yang mulai berkunang-kunang akibat teriknya sinar matahari dan kehilangan darah. Dia memutuskan untuk tak menyerah, bagaimanapun caranya.

Oliver tiba-tiba meludahi wajah Mia, lalu saat cewek itu berteriak kaget, ditendangnya cewek itu sekuat yang dia bisa. Sambil menekan lukanya dengan tangan kiri, Oliver memaksa kakinya berlari menuju jalan keluar. Tentu saja aktivitas itu tak membantu proses penyembuhan lukanya, tapi dia tak punya banyak pilihan. Dia hanya berharap kekuatan healing-nya dapat memperlambat aliran darah yang mengucur dari lukanya.

Oliver mengarahkan pandangannya ke mulut gang. Hanya beberapa meter lagi dan dia akan selamat, tetapi tiba-tiba ....

BUK!

Sesuatu yang keras menghantam bahunya dari belakang. Dia pun jatuh terjerembap ke badan jalan. Oliver mengerang kesakitan sambil berusaha bangkit, tapi luka di perutnya membuatnya kembali jatuh terduduk.

"Cepat, Nate, tangkap dia!" seru Mia. Sebelah tangannya memegang balok kayu yang terlihat cukup berat.

Dengan sigap, Nate melesat ke arah Oliver, kemudian berjongkok di depan pemuda itu. Tangannya mengacungkan pisau ke depan wajah Oliver dengan sikap mengancam. "Kenapa sih, kau tak menyerah saja? Memangnya kau tak lelah terus melarikan diri dari kami?"

Sambil menahan sakit, Oliver menelan ludah, lalu bertanya dengan suara parau, "Apa sebenarnya yang kalian inginkan?"

Nate menjambak rambut Oliver dengan kasar, menarik kepala cowok itu menengadah ke atas, lalu menyentuh rahang Oliver dengan ujung pisaunya. "Kau tak perlu tahu, dude. Yang perlu kau tahu hanyalah, bahwa kau akan bertemu dengan pemimpin kami sebentar lagi. Dia pasti akan senang sekali bertemu denganmu," ucapnya sambil menyeringai kejam.

Oliver bergidik saat merasakan dinginnya pisau di kulitnya. Dia menatap mata di hadapannya dengan gelisah. Mata cokelat gelap itu memancarkan keinginan yang kuat untuk membunuhnya. Kalau dia tak bisa kabur saat ini, mungkin takkan ada lagi kesempatan lainnya.

"Nate," panggil Mia. "Jangan lakukan apa pun itu yang ada dalam kepalamu. Kita bukan diperintahkan untuk membunuhnya, ingat? Dia terluka. Kita dapat menangkapnya dengan mudah kalaupun dia kabur lagi."

Nate tampak terganggu mendengarnya. "Aku hanya ingin memberinya sedikit pelajaran," gerutunya.

"Pelajaran, katamu? Lalu kenapa pisau itu ada di wajahnya?"

"Mia, please! Sedikit goresan di wajah tak akan membunuhnya!"

Selagi dua saudara itu berdebat, diam-diam Oliver memasukkan tangan kirinya ke dalam kantong samping ransel ya. Di sana ada stun gun berbentuk silinder yang baru saja dibelinya beberapa hari yang lalu. Alat tersebut tak hanya dapat mengalirkan listrik jika mengenai orang yang dituju, tetapi juga dapat 'menembakkan' aliran listrik sejauh satu meter. Aliran listrik tersebut tak membahayakan nyawa, tapi cukup untuk menimbulkan rasa 'tersengat' yang mengejutkan--dan sedikit menyakitkan.

Untunglah stun gun silinder itu tak terjatuh dari kantong tas yang sengaja dibiarkan terbuka separuh. Dengan diameter setengah sentimeter dan panjang sekitar sepuluh sentimeter, benda itu dapat dia genggam dengan mudah tanpa terlihat. Setelahnya, Oliver menekan tombol di ujung stun gun silinder tersebut untuk menyalakannya.

Mia mulai berjalan mendekat. "Aku tahu apa yang kau pikirkan, little brother, dan aku tak menyukainya. Kalau kau sampai membunuhnya ...."

"Oh, come on, Mia!" Cowok berambut spike itu menoleh ke belakang dengan tak sabar. "Dia menubrukku tadi! Apa salahnya memberinya sedikit--"

Ini dia.

Dalam satu gerakan cepat, Oliver mengulurkan tangan, menyerang leher Nate dengan stun gun-nya. Untunglah alat setrum itu bekerja. Nate langsung terjatuh ke belakang sambil berteriak kesakitan, sedangkan Oliver melompat bangkit. Ketika Mia berlari menghampiri saudaranya dengan panik, Oliver mengarahkan stun gun di tangannya ke leher Mia. Begitu melihat setitik sinar putih muncul di leher cewek itu, Oliver tanpa ragu menekan tombol lain di badan stun gun-nya untuk menembakkan aliran listrik.

"AARRGHHH!" Mia menjerit dan terjatuh ke sebelah saudaranya.

Oliver tak membuang-buang kesempatannya yang berharga. Dengan sisa-sisa kekuatannya, dia bergegas lari keluar gang, mencegat taksi pertama yang dilihatnya, lalu melompat masuk.

"Maple ... Street, Sir," katanya pada sopir taksi dengan napas putus-putus.

Saat taksi yang dia tumpangi sudah melaju di jalan raya, Oliver menoleh ke belakang. Seperti yang sudah dia duga, beberapa meter di belakangnya Nate dan Mia berdiri di pinggir jalan, menatap ke arahnya dengan geram. Oliver pun menghela napas panjang, tahu bahwa urusannya dengan mereka masih belum selesai.

OLIVER'S PUZZLE [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang