Chapter 53

2.6K 543 41
                                    

Sampai di sana, Kai berhenti dan mengeluarkan ponsel, lalu menunjukkan potret seorang wanita sebelum dan sesudah operasi. Dua wajah yang dilihat Oliver sangat berbeda, tanpa satu pun kesamaan di antara keduanya. Dia pun ternganga. "Ini benar-benar orang yang sama?" tanyanya, kesulitan memercayai apa yang ada di depan matanya. Dia takkan percaya kalau dua gambar di depannya adalah orang yang sama kalau Kai tidak memberitahunya. Tak heran Dr. Rhett sangat terkenal semasa hidupnya.

Kai menyimpan kembali ponselnya. "Ini hanya satu contoh. Hubungannya dengan pekerjaanku adalah, terkadang orang yang ingin kabur ke luar negeri tidak dapat pergi dengan mudah lantaran wajahnya telanjur dikenali. Di sinilah Orlando berperan. Dia mengubah wajah mereka, sementara aku menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan supaya mereka bisa pergi ke mana pun mereka mau; dokumen, tiket, apa pun."

Oliver menelan ludah, tidak tahu harus berkata apa. Dia tak pernah menyangka sedikit pun kalau Dr. Rhett ternyata melakukan pekerjaan semacam itu. Pertanyaan lain kini timbul di benaknya. Bagaimana orang tua angkatnya bisa mengenal dokter itu? Oliver tak berpikir kalau pekerjaan ayahnya bisa terkait dengan profesi dokter bedah plastik.

Seolah dapat menebak apa yang dipikirkan oleh anak muda di depannya, Kai berucap, "Perlu kau camkan baik-baik, meskipun kami berteman, tapi Orlando bukan orang jahat. Tak sepertiku yang bersedia memenuhi semua permintaan klien--asal ada uangnya, Orlando akan mempertimbangkan terlebih dahulu alasan para pasien yang minta dioperasi. Jika alasan mereka tidak benar, dia akan menolak permintaan mereka, berapa pun bayarannya. Namun, jika situasi mereka memang sangat mendesak, dia bahkan bersedia mengoperasi tanpa dibayar." Kai diam sejenak, seolah tengah mengenang sosok tersebut. Ketika berbicara lagi, suaranya dipenuhi kesedihan. "Dia pergi terlalu cepat, ya kan?"

Segunung rasa bersalah membebani pundak Oliver. Tak dapat disangkal, dokter itu mati akibat berniat membantunya. Dia menumpukan siku di meja, kepala tertunduk, dan bahu terkulai lesu.

Kai mencoba menghiburnya. "Jangan salahkan dirimu. Tak seharusnya kau mengambil alih beban yang diperuntukkan bagi pelaku sesungguhnya. Siapa pun dia, orang itulah yang harusnya hidup dengan rasa bersalah, bukan kau. Jangan biarkan dia mengambil kebahagiaanmu. Aku yakin Orlando akan mengatakan hal yang sama denganku."

Tentu saja semuanya tidak sesederhana itu, pikir Oliver getir. Tapi, dia juga tahu kalau ini adalah saatnya dia harus menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Orang itu akan membunuh lagi--itu pasti. Bahkan mungkin dia takkan berhenti hingga Oliver menghentikannya, entah bagaimana caranya. Pemuda itu mengembuskan napas panjang dan berat, kemudian menegakkan tubuh. Dia tak boleh membiarkan perasaannya menghalanginya untuk menyelesaikan persoalan ini. "Tolong lanjutkan cerita Anda, Sir."

Kai memajukan tubuh dan membuka laptop di atas meja. "Sembilan tahun yang lalu, tiba-tiba Orlando menghubungiku melalui nomor yang hanya kami gunakan untuk bertransaksi. Kau tahu, selama sepuluh tahun kami bekerja sama, dia tak pernah menghubungiku duluan. Akulah yang selalu meminta bantuannya, bukan sebaliknya. Jadi ketika menerima teleponnya hari itu, aku tahu kalau ada sesuatu yang tak biasa."

Oliver bertanya dengan jantung berdebar kencang, "Mungkinkah itu ... ada hubungannya dengan orang tua kandung saya?"

Sepasang mata kebiruan milik Kai berpaling dari layar monitor, menemui tatapan Oliver. "Yeah. Orlando mengatakan kalau sepasang suami-istri--teman dari temannya--memerlukan identitas baru. Singkat kata, aku setuju membantu mereka dan meminta beberapa informasi data diri pasangan tersebut. Itu memang prosedur dasar yang selalu kulakukan terhadap semua klienku."

Dia memutar layar laptop hingga menghadap Oliver. Di layar delapan belas inci itu terpampang biodata sepasang laki-laki dan perempuan, disertai dengan potret masing-masing. Sang pria, yang bernama Theodore Miller, memiliki rambut kecokelatan dan mata kehitaman yang membuat keseluruhan wajahnya memancarkan ekspresi sendu. Sementara, si wanita yang bernama Charlotte Finnigan memiliki rambut ikal berwarna pirang keemasan dengan mata sebiru laut musim panas. Wanita itu tersenyum dalam fotonya--senyumnya begitu hangat hingga Oliver yakin senyum itu sanggup meluluhkan hati pria mana pun.

OLIVER'S PUZZLE [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang