Chapter 24

3.7K 697 43
                                    

Jane mengamati sosok pemuda yang duduk di balik meja. Orang itu sedang berada dalam suasana hati yang baik lantaran sesuatu hal--mungkin sesuatu yang dibacanya dalam tablet di genggamannya. Jantung Jane berdetak sedikit lebih kencang tatkala melihat senyum perlahan mengembang di sudut bibir pemuda di depannya. Itu pemandangan yang langka, sebab pemuda itu jarang sekali tersenyum.

"Saudara yang sudah lama hilang telah kembali ...." Pemuda itu menyandarkan punggungnya di sandaran kursi sambil tertawa puas seusai membaca isi tablet. "Tak kusangka dia orangnya. Menarik sekali!"

Nate dan Mia yang duduk di sofa di seberang meja saling bertukar pandang, masing-masing mengembuskan napas lega setelah melihat reaksi pemuda itu. Sebelumnya, Mia sempat mendapat teguran kecil akibat terlibat kekacauan dengan Alice Sheridan, tapi tampaknya kini pimpinan mereka sudah melupakan insiden tersebut.

"Well done, guys. Aku senang kalian bertiga dapat bekerja sama dengan baik. Dan kau, Luca," kata pemuda itu pada sosok berambut biru yang duduk di depan Nate, "Jane akan mentransfer bonus untukmu."

Sosok yang tengah sibuk mengasah pisaunya itu menengadah. "Nessun problema, Sir. Anda tahu saya bukan melakukan semua itu demi uang," ujarnya dengan aksen Italia yang sedikit kental.

"Anggap saja itu reward-mu. Kau bekerja di hari liburmu, jadi sudah seharusnya aku memberikan apa yang menjadi hakmu."

Jane mengangguk pada Luca, memberinya isyarat untuk tidak terus menolak pemberian tersebut. "Terima saja," ujarnya, menggerakkan bibir tanpa suara. Meski baru mengenal Luca selama tiga tahun, tapi dia sudah cukup mengenal karakter pemuda berusia lima belas tahun itu. Luca tak suka menerima uang dengan alasan tak memerlukannya. Namun Jane tahu alasan sebenarnya--Luca berutang nyawa pada pimpinan mereka dan menganggap segala pekerjaannya sebagai bentuk balas budi.

Dulu, mereka menemukan Luca secara kebetulan di dekat sebuah panti asuhan ketika tengah mengejar geng yang membunuh salah satu anggota mereka. Saat itu kondisinya sangat memprihatinkan; tubuhnya tinggal tulang berbalut kulit yang dipenuhi lebam dan bekas sundutan rokok di sana-sini. Dia tak dapat berbicara satu patah kata pun dan meski mereka membawanya pulang, dia selalu hanya meringkuk ketakutan di kamarnya tanpa menghiraukan siapa pun yang datang.

Di saat-saat seperti itu, pimpinan mereka turun tangan untuk merawat Luca selama berbulan-bulan lamanya, dengan sabar dan gigih berusaha mengembalikan remaja itu ke kehidupan. Semua orang tak mengerti kenapa dia bersusah payah menyelamatkan orang yang tampaknya sudah tak punya harapan, tapi Jane tahu apa alasannya kenapa pemuda itu begitu menyayangi Luca--mereka berdua senasib dalam artian sama-sama ditelantarkan oleh orang tua.

Setelah kondisi Luca berangsur-angsur membaik, dia meminta untuk diajari cara berkelahi--dengan tangan kosong maupun senjata. Setelahnya, Jane menyaksikan sendiri bagaimana pemuda kurus yang penakut itu berubah seratus delapan puluh derajat menjadi sosok berdarah dingin yang membunuh tanpa berkedip, yang sangat menghormati pimpinan mereka. Jane yakin kalau Luca bahkan rela mati untuk pemuda itu, meski tak menampik dia juga akan melakukan hal yang sama.

"Baiklah, kalau begitu, Sir," ujar Luca, memutuskan menerima kebaikan hati penyelamatnya.

Pimpinannya mengangguk puas lalu berkata pada Nate dan Mia, "Kalian, teruslah awasi Oliver."

"Yes, Sir!" jawab dua bersaudara itu serempak, lalu bergegas pergi untuk kembali menjalankan tugas mereka sementara Luca menyimpan pisau-pisaunya yang telah selesai ditajamkan.

"Dan untukmu, Luca, lacak di mana Kyle Raven saat ini dan apa yang sedang dia lakukan."

Jane mengerutkan kening. Ekspresi pemuda di depannya menyiratkan dia tengah merencanakan sesuatu. "Untuk apa lagi kau mencarinya?" Lagi-lagi pertanyaan meluncur otomatis dari mulutnya, diikuti oleh penyesalan karena sudah bertanya. Sambil menggigit bibir, Jane memarahi dirinya dalam hati akibat tak dapat menahan rasa ingin tahunya.

Untunglah pemuda berambut merah kecokelatan itu sedang merasa senang hingga dia tak keberatan dengan pertanyaan tersebut. "Entahlah, aku hanya penasaran apa reaksinya jika dia melihat ini." Sambil menyeringai, pemuda itu mengacungkan tablet di tangannya ke arah Jane. Layar tablet memperlihatkan sebuah tabel berisi hasil tes DNA antara dua orang. "Bagaimana menurutmu?"

OLIVER'S PUZZLE [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang