Chapter 62

2.4K 503 14
                                    

"Siapa ...?" Dia berusaha bangkit, tapi kelihatan kesulitan, jadi Oliver bergegas membantunya duduk. "Siapa kalian?" tanyanya lagi dengan suara serak.

"Kami ingin menanyakan beberapa hal padamu," sahut Oliver. "Tentang si pembunuh—apa kau melihat wajahnya?"

Begitu mendengarnya, raut Neil yang semula penuh tanya berubah diselimuti ketakutan, dan sekujur tubuhnya gemetar hebat. Dia langsung menggeleng cepat-cepat. "Ti-tidak, aku tidak melihat wajahnya. Aku tidak ... aku tidak tahu apa-apa. Sungguh!" Dia memajukan tubuh dan meraih tangan Oliver. "Kumohon, jangan katakan padanya kalau aku berada di sini."

Oliver terperangah. Reaksi Neil di luar perkiraan. Dia tersenyum untuk menenangkan orang itu. "Sepertinya kau salah paham. Kami bukan anak buah si pembunuh. Detektif yang menyelidiki kasus ini meminta bantuan kami untuk menanyakan beberapa hal padamu. Dia bilang, mungkin kau akan merasa lebih nyaman bila berbicara dengan orang yang seumur."

Itu alasan yang tidak terlalu dapat dipercaya, tapi Neil menelannya mentah-mentah. Mata ambarnya mengerjap, kemudian dengan canggung dia menurunkan tangannya, menarik lutut hingga ke dada, lalu melipat kedua lengannya di atas lutut. "Ma-maaf .... Kukira anak buahnya berhasil mengejarku hingga ke sini." Matanya bertemu dengan Oliver. "Tapi aku berkata jujur. Aku tak pernah melihat wajahnya." Dia menggeleng sembari bergidik. "Tak ada yang masih hidup setelah bertemu dengannya. Tak ada."

"Lantas, bagaimana kau bisa yakin kalau dia adalah pembunuh berantai Andromeda City?" tanya Alice, menelengkan kepala memandang Neil.

Neil memejamkan mata sambil mengernyit, seakan tengah berusaha mengingat suatu pengalaman buruk yang mengerikan. Oliver dihantam oleh rasa bersalah kala melihatnya. Jika bukan karena terpaksa, dia tak akan memaksa pemuda itu untuk kembali mengingat mimpi buruknya.

Neil membuka mata dan menelan ludah. "Sebab, para korban .... Jenazah mereka ditempatkan di ruangan yang sama dengan kami sebelum akhirnya dibuang ke suatu tempat. Aku takkan pernah bisa melupakan pemandangan tersebut--sebagian besar tubuh mereka menghitam akibat hangus terbakar." Bulir-bulir keringat membasahi kening Neil. Matanya bergerak liar selagi dia memeluk dirinya sendiri erat-erat. "Bau daging yang hangus masih terus mengikutiku sampai sekarang."

Oliver bertukar pandang dengan dua temannya. Tak salah lagi. Orang yang menyekap Neil memang pembunuh berantai yang mereka cari. "Dan siapa yang melakukan semua itu padamu?" tanyanya.

Tangan Neil terangkat untuk menyentuh bekas luka di pipinya. "Maksudmu ... ini? Aku tak tahu. Mereka menutup mata kami sewaktu menyiksa kami."

"Bagaimana caranya kau kabur?" Giliran Peter yang bertanya.

Neil mengedikkan bahu dengan canggung. "Beruntung, kurasa? Setiap beberapa jam, seseorang akan datang dan membawa salah satu dari kami pergi untuk disiksa. Kemarin malam, seseorang lupa mengunci pintu setelahnya, jadi aku menyambar kesempatan untuk menyelinap kabur. Yang lain tak berani ikut, jadi aku terpaksa pergi sendirian."

"Tunggu--" potong Oliver. Dia baru menyadari kalau Neil kerap menyebut 'kami'. "Ada orang lain di sana bersamamu?"

Neil mengangguk dan merendahkan suaranya hingga nyaris berbisik. "Beberapa puluh. Aku tak tahu siapa saja mereka, tapi dari beberapa percakapan singkat yang kami lakukan satu sama lain, sepertinya mereka semua Anak Spesial."

Beberapa puluh? Oliver terperanjat kaget. Artinya, ada lebih banyak orang yang telah diculik? Padahal belakangan ini sama sekali tidak ada stasiun berita yang mengabarkan terjadinya kasus penculikan yang baru. Apa mereka tidak tahu ... atau sengaja menutup-nutupinya?

"Kau juga Anak Spesial?" tanya Peter, tak kalah terkejut ketimbang Oliver.

"Yeah. Tapi aku tak pernah mengikuti pelatihan di ... entah apa namanya .... Beberapa dari mereka menyebut-nyebut nama suatu laboratorium ...." Keningnya berkerut selagi matanya terpejam, berusaha mengingat-ingat.

OLIVER'S PUZZLE [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang