Hujan deras mengguyur Andromeda City pagi itu. Awan kelabu menggantung di langit, sesekali dihiasi oleh kilat yang menyambar, diiringi gemuruh guntur yang menggelegar. Dalam cuaca seperti itulah Oliver berdiri di puncak bukit, dari jauh memandangi rombongan yang mengiringi Orlando Rhett menuju tempat peristirahatan terakhirnya. Dia sendiri tak sanggup untuk ikut mengantar kepergian dokter tersebut.
Oliver mengusapkan tangan di wajah untuk menghapus air mata yang telah bercampur dengan air hujan. Rasa bersalah terus menghantui benaknya sejak mendengar kabar bahwa Dr. Rhett telah mengembuskan napas terakhir tadi malam. Seandainya waktu itu aku tak menemuinya, maka dia tak akan mati seperti ini. Aku yang membunuhnya. Sama seperti Toby dan yang lain. Dia menunduk dengan hati berat, tak sanggup melawan gelombang penyesalan yang menghantamnya.
Telinganya mendengar bunyi langkah mendekat dari belakang. "Oliver? Kau ... apa kau baik-baik saja?" tanya Alice. Suaranya terdengar ragu, seakan dia tak pasti apakah dia boleh berbicara dengan pemuda itu saat ini. Terdapat jeda cukup lama sebelum dia melanjutkan, "Kenapa kau tak memakai payung? Kau bisa sakit."
Dari semua orang, Oliver paling tak ingin Alice melihatnya dalam kondisi seperti ini. Dia yakin kalau saat ini dia kelihatan menyedihkan dan dia tak mau gadis itu mengasihaninya. "Maaf, tapi aku ingin sendirian," katanya tanpa berbalik. Setidaknya, dia harus mempertahankan sisa-sisa harga dirinya di hadapan Alice.
"Tapi--"
"Sudahlah, Alice, kita harus memberinya waktu. Lebih baik kita turun," bujuk Peter. "Dude, hubungi aku kalau kau perlu sesuatu, oke?"
Oliver dapat mendengar gadis itu memprotes selagi Peter membawanya pergi, tapi bunyi langkah mereka berangsur-angsur kian menjauh hingga akhirnya menghilang. Dia mengembuskan napas panjang dengan bahu terkulai lesu. Dia selalu merasa tidak nyaman setiap kali harus mendorong teman-temannya pergi. Tapi mungkin ini yang terbaik. Bagaimanapun, ini adalah perjalananan yang harus dia arungi seorang diri.
Oliver meraih ponselnya ketika mendengar nada pesan masuk, dan merasakan jantungnya nyaris berhenti berdetak sewaktu melihat pesan yang tertera di layar berasal dari nomor tak dikenal. Menemui dokter itu merupakan langkah yang pintar. Tapi, apa kau sungguh berpikir aku akan membiarkanmu mengakhiri permainan ini begitu saja? Jika ya, maka kau SALAH. Aku ingin bermain denganmu sedikit lebih lama, Teman, dan kau tak punya pilihan selain mengikutinya.
Kepala Oliver seakan terbakar oleh amarah usai membacanya. Dia berusaha menghubungi nomor itu, tapi--seperti yang sudah dapat diduganya--tak ada jawaban. Oliver menurunkan ponsel dan memandang berkeliling dengan geram. Mungkinkah orang itu ada di sini sekarang? Mengamatinya dari jauh dan mentertawakannya yang tak berdaya untuk mencegah jatuhnya lebih banyak korban?
"KELUAR, KAU DENGAR?! JANGAN BERSEMBUNYI SEPERTI PENGECUT! KELUAR DAN HADAPI AKU!" teriaknya di tengah-tengah derasnya hujan. Tapi tak ada siapa pun yang menjawab. Dengan napas tersengal-sengal, Oliver mengamati layar ponsel. Siapa—siapa kau sebenarnya? Mengapa kau melakukan semua ini padaku? Apa yang sebenarnya kau inginkan? Selama beberapa menit, Oliver berdiri diam di bawah hujan sambil memejamkan mata, merasa letih secara emosional. Dia tak tahu sampai kapan dia harus mencari si pembunuh dan kapan semua ini akan berakhir.
"Kendalikan dirimu, Anak muda," ucap seseorang di belakangnya. Suara orang itu bernada rendah, sedikit serak, serta mengandung wibawa yang membuat siapa pun yang mendengarnya akan menjadi segan. "Kemarahan tidak pernah menyelesaikan apa pun."
Oliver tersentak kaget, lantas memutar tubuh untuk melihat pemilik suara tersebut. Lelaki yang berdiri di depannya memegang payung hitam, sedikit lebih tinggi darinya, dan memiliki rambut pirang keemasan yang disisir rapi, sementara setelan hitam yang dikenakannya berpotongan bagus dan kelihatan mahal. Oliver menaksir usia lelaki itu sekitar pertengahan empat puluhan hingga awal lima puluh.
"Maaf, tapi siapa Anda?" tanyanya, bingung. Dia yakin mereka tak pernah bertemu, tapi entah mengapa dia mendapat kesan pria itu mengenalnya.
Bibir pria itu melengkung membentuk seulas senyum simpul. "Seharusnya aku yang bertanya. Apa yang dilakukan remaja sepertimu di sini? Aku ragu kau datang untuk mengantar kepergian Orlando. Menilik dari usiamu, aku yakin kau bukan salah satu pasien. Dan jangan coba-coba mengaku sebagai keluarganya, sebab Orlando tak punya anak atau keponakan atau sepupu seumurmu."
"Uh ... saya ...." Oliver menelan ludah lantaran kehabisan kata-kata. Tak mungkin dia menjelaskan semuanya pada orang yang baru pertama kali dia temui. Pertama, dia tak tahu apa orang itu dapat dipercaya. Dan kedua, katakanlah dia menceritakan semuanya, paling-paling dia dianggap hanya mengarang cerita.
Pria itu mengamati Oliver dengan mata birunya yang tampak cerdas. "Kau tak memercayaiku? Aku mengerti, tapi saat ini hanya aku yang dapat membantumu." Dia mengambil dompet, mengeluarkan kartu identitas, dan memberikannya pada Oliver. "Sebenarnya, aku sudah tahu akan menemukanmu di sini."
Oliver memandangi nama yang tertera di kartu tersebut. "Kai Lennox? Jangan-jangan, Anda pemilik Kai's Club?" Dia menyebut nama kelab malam yang populer di kalangan anak muda Andromeda City dan memiliki beberapa cabang. Sikapnya berubah waspada ketika pria di depannya tidak menyangkal. Dia tak dapat membayangkan alasan seorang pemilik kelab malam yang sukses ingin bertemu dengannya. "Untuk apa Anda mencari saya?"
"Well, yang bisa kukatakan hanyalah, aku teman Orlando Rhett, dan aku menemuimu untuk menyelesaikan tugas yang sebelumnya diberikan padanya." Kai menyimpan kembali kartu identitasnya lalu mengulurkan tangan melewati payung. Hujan sudah berhenti. Dia menutup payung dan melanjutkan, "Aku tahu kalau Orlando bukan tewas akibat kecelakaan biasa. Itu kecelakaan yang disengaja, ya kan?"
Oliver tercengang mendengarnya. Dari mana dia tahu? Seharusnya hanya aku dan si pembunuh yang mengetahuinya. Dia berjalan mundur beberapa langkah, sikapnya masih penuh kewaspadaan. "Saya tak mengerti apa yang Anda bicarakan."
Kai menatapnya tajam, seolah tahu kalau Oliver berbohong. "Aku juga tahu kalau kau adalah Oliver Myers, dan kau sedang mencari orang tua kandungmu. Beberapa hari sebelum Orlando kecelakaan, dia meneleponku dan menceritakan semuanya." Pria itu terdiam sejenak untuk menghela napas. "Dia sudah tahu nyawanya mungkin dalam bahaya, makanya dia menghubungiku untuk berjaga-jaga. Seseorang harus mengatakan kebenarannya padamu, dan akulah satu-satunya yang tersisa."
Kepala Oliver mendadak terasa berputar-putar. Untuk berjaga-jaga. Dr. Rhett juga pernah mengatakan hal yang sama. Tapi untuk berjaga-jaga, dia sudah berpesan agar kami memberitahumu kebenarannya jika--seandainya--dia dan Katherine meninggal sebelum kau berumur dua puluh tahun. Dugaannya benar—ada orang lain yang tahu siapa orang tua kandungnya.
Kai memperhatikan Oliver yang berdiri diam. "Kau memercayaiku sekarang?"
"Tapi, Sir ... jika saya menerima bantuan Anda, bukankah itu artinya Anda juga berada dalam bahaya?" tanya Oliver. Matanya memancarkan sorot putus asa. Dia tahu kalau dia memerlukan bantuan Kai, tapi dia tak ingin nasib pria itu berakhir seperti Dr. Rhett akibat menolongnya.
Kai tersenyum menenangkan. "Jangan berpikir terlalu banyak. Lebih baik kita cari tempat untuk bicara. Bagaimana kalau kita pergi ke tempatku? Aku yakin di sana lebih aman daripada di tempat terbuka seperti ini. Sejujurnya, aku tak akan heran kalau ada yang membuntutimu ke sini."
Kemungkinan itu tak pernah terpikirkan oleh Oliver. Sekarang setelah Kai menyebutkannya, dia baru menyadari, itulah sebabnya si pembunuh selalu tahu betul di mana dia berada dan apa yang dia lakukan.
"Saat ini pun, bisa jadi mereka tengah mengawasimu dari jauh," lanjut Kai ketika melihat wajah Oliver diliputi kecemasan. "Anak buahku akan memancing mereka pergi--mereka ahlinya mengecoh orang. Dan jangan khawatir, mereka akan baik-baik saja," tambahnya, seakan tahu kalau Oliver akan menolak dengan alasan tak ingin membahayakan keselamatan orang lain.
"Bagaimana mereka akan melakukannya?" Meski Kai tampak begitu yakin, tapi Oliver sangsi anak buahnya dapat mengecoh kaki tangan si pembunuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
OLIVER'S PUZZLE [COMPLETED]
Mystery / Thriller[Ambassador's Pick Oktober 2024] [Cerita ini akan tersedia gratis pada 6 Agustus 2021] *** Pembunuhan berantai di Andromeda City mengincar nyawa para Anak Spesial. Oliver harus menemukan kembali ingatannya yang hilang agar dapat menghentikan aksi se...