Chapter 78

2.3K 494 13
                                    

Ketika membuka mata, hal pertama yang kusadari adalah, kedua tanganku telah diikat ke belakang kursi yang kududuki. Maka, selama beberapa menit aku berusaha menarik-narik tanganku dengan harapan bisa melepas ikatannya, tapi ternyata tak berhasil, jadi dengan napas tersengal aku melayangkan pandang ke sekeliling untuk mengamati ruangan tempatku disekap. Kukira Kyle berniat mengurungku di rumah ibunya, tapi aku salah. Tidak seperti rumah yang tadi kami datangi, kondisi tempat ini sangat tidak terawat, dengan cat dinding yang sudah mengelupas di sana-sini dan tumpukan meja-kursi yang ditutupi debu di sudut. Kelihatannya tempat ini sudah lama tak digunakan, sebab bau apak yang menusuk juga terus-terusan menghampiri indera penciumanku.

Kepanikan melandaku dalam sekejap. Tempat apa ini sebenarnya? Dan kenapa dia membawaku ke sini? Yang membuat keadaannya semakin buruk, tak ada seorang pun yang tahu kalau aku berada di sini, padahal--menilik dari sinar matahari yang jatuh di lantai--hari sudah semakin sore. Aku menggigit bibir, merasa gelisah sekaligus menyedihkan lantaran tak tahu apa yang harus kulakukan, bahkan di saat aku memiliki kekuatan yang tidak dimiliki oleh manusia normal. Kyle benar, kekuatanku memang tidak terlalu berguna di situasi-situasi yang mengancam keselamatanku. Aku mendenguskan tawa getir selagi kepalaku jatuh tertunduk. Seandainya aku tak memercayai Kyle, aku tak akan berada di sini. Perlahan-lahan, amarah mulai mengambil alih menggantikan kepanikanku, dan bersamaan dengan itu telingaku menangkap derap langkah mendekat. Ketika aku mendongak, Kyle melangkah masuk melalui celah di dinding yang, kurasa, dulunya merupakan pintu. Aku tak terkejut sama sekali sewaktu melihat dia tak sendiri, melainkan bersama seorang cewek yang familier.

Mataku memicing menatap Mia sebelum beralih menatap Kyle tajam. "Kenapa kau bersamanya, Raven?" Hanya basa-basi, sebetulnya. Sejak memastikan kalau Kyle bisa memanipulasi teknologi, aku sudah separuh menduga adanya kemungkinan dia terlibat dengan pembunuh berantai Andromeda City. Kehadiran Mia membuatku yakin seratus persen.

"Kulihat kau masih banyak gaya, Sheridan," sahut Mia dengan nada ketus.

"Aku bukan bertanya padamu," tukasku, sengaja mengucapkannya meski aku tahu apa risikonya. Mia langsung melesat ke depanku dan menampar pipiku dengan keras hingga kepalaku oleng ke samping. Bagian yang ditamparnya seketika terasa panas. Aku yakin dia meninggalkan bekas lima jari di pipiku. Sialan.

"Kau memang bukan apa-apa tanpa telekinesismu," ejeknya.

"Mia, please, hentikan," ucap Kyle, menarik lengan Mia. "Bisakah kau keluar dulu? Aku ingin berbicara dengannya."

Mia melempar tatapan dingin ke Kyle. "Jangan coba-coba melakukan sesuatu yang bodoh, Raven," ancamnya.

Aku tertawa terpingkal-pingkal setelah dia pergi, sampai-sampai Kyle menatapku dengan raut bingung. "Kau ... tertawa? Di situasi seperti ini?"

Aku menegakkan kepala, helai-helai rambut berjatuhan ke depan wajahku. "Kukira aku orang paling bodoh di Andromeda City, tapi ternyata masih ada yang lebih bodoh," sahutku sinis di tengah-tengah tawaku. "Kalau kau memang akan melakukan sesuatu yang bodoh--misalnya membiarkanku pergi, kau takkan membawaku ke tempat ini. Tampak jelas kalau dia tak terlalu menggunakan otaknya. Dia pasti cocok berteman dengan NicoleSofia Jarrett."

Kyle terdiam, lalu mendekat dan mencondongkan tubuh ke arahku. Sebelah tangannya terulur untuk menyibak rambut yang menutupi wajahku. "Itu pasti sakit," komentarnya, menatap bekas tamparan di pipiku.

Aku menjulurkan leher untuk menggigit tangannya, tapi dia mundur dengan cepat dan kedua tanganku yang terikat di belakang kursi menahanku dari mencapainya. "Jangan sok peduli, deh," desisku.

Sambil menghela napas, dia berjalan ke sudut lalu membawa salah satu kursi ke depanku. "Aku yakin banyak yang ingin kau tanyakan," ucapnya pelan usai mengempaskan tubuh di kursi. "Aku akan menjawab semuanya--sebagai permintaan maaf."

OLIVER'S PUZZLE [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang